Danu tersenyum sendiri di depan tv,
sampai-sampai acara yang tengah ditontonnya menertawakannya. “Aku bahagia
banget, sumpah ini adalah hari terbaik,!!”
Batinnya senang, Dia berhenti sebentar
dari aksi gilanya kemudian kembali
tersenyum sendiri.
“Danu..” panggil Bu Maryam pada anak
semata wayangnya namun tak digubris oleh Danu yang asik dengan dunianya. Bu
Maryam yang sudah kesal langsung duduk disamping Danu dan membuat Danu
terkejut,
“Bunda!!!” soraknya bahagia.dan langsung
memeluk Bu Maryam erat
“Bun, Bunda tahu gak?? Aku seneng banget
hari ini, tadi Aku ngobrol terus bercanda dan Aku tahu dan mendengar namanya
langsung darinya Wirda Bun, namanya Wirda !! Bunda gak tau kan betapa
bahagianya Aku?” Bu Maryam melepas pelukan Danu pelan kemudian tersenyum
membelai surai hitam Danu.
“Kamu gak lupa minum obatnya kan?”
“Hehe.. lagian obatnya ada di depanku,
andai satu minggu lagi Danu mati pun Danu gak akan menyesal asal Danu bisa
terus sama Wirda, Danu gak keberatan”
“Danu..”
“Hehe,”
“Ya sudah ke meja makan yuk!, makanannya udah siap sebentar lagi
Ayah juga pulang”
“Ayo!!” Mereka bangkit, Bu Maryam
merangkul Danu, senyum Mereka Merekah tapi sedetik kemudian dadanya merasa
sangat sakit seperti ditusuk pedang,pandangannya buram, Danu mengerjapkan
matanya nafasnya juga tersengal.
“Uhuk.. uhuk !! ergh..” Danu mengerang
pelan, ini lebih sakit dari biasanya,
“Danu!!Kamu kenapa??”
“Sakit Bun,”
“Ya Allah Kamu kambuh nak !! Bi Inem !!
Bi Inem!!” Bu Maryam mengeratkan pelukannya mulutnya berteriak memanggil
pembantunya berharap bisa membantunya menangani Danu, tak lama Bi Inem datang
dengan tergopoh dan langsung membantu Bu Maryam merangkul Danu menuju kamar Danu.
Pak Zaky menatap istrinya dan anaknya
bergantian menghela nafas sebentar, setelah menyuntikkan obat penenang Danu
tertidur, Pak Zaky semakin frustasi saat tahu obat Danu tak berefek, itu
artinya penyakit Danu semakin parah.
“Ayah apa gak berlebihan?”
“Kondisi Danu semakin kritis Bun, Dia
harus segera mendapat donor jantung minggu ini,”
“Apa sudah dapat?”
“Sudah, tapi tidak ada kepastian karna
si pendonor masih hidup, si pendonor juga penderita kanker hati dan kondisinya sama-sama
kritis,”
“Jadi.. gimana Yah?”
“Kita pasrahkan semua sama Allah, kalau
boleh tahu siapa Wirda?”
“Gadis pujaan Danu enam tahun
belakangan, anaknya Pak Permana,”
“Pak Permana? Tetangga depan?”
“Iya,” Pak Zaky terdiam sesaat mengingat
sesuatu
“Yah,”
“Ayah mau mandi dulu, udah siap kan
airnya?”
“Udah,” Bu Maryam hanya menatap kepergian
suaminya bingung, tatapannya beralih kepada Danu yang kini terlelap begitu damai.
“Bangunlah kembali esok pagi nak, temui Wirda”
setelah menyelimuti Danu dan mematikan lampu Bu Maryam keluar kamar.
Senin,
6 Oktober 2014
Zayn gelisah sendiri di sekolah, pasalnya sikap Wirda
jadi berubah sangat cuek dengannya dan Ia jadi serba salah dan semakin takut,
mulai dari tidak mau dijemput, di sapa tidak menoleh membuatnya jadi serba salah, hatinya
terus bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi dengan Wirda dan apa yang
salah dengannya, dan Dia tak menemukanya.
“Zayn,” panggilan yang dirindukannya itu
mengalihkan perhatiannya, mungkin Wirda akan menjelaskan semuanya dan ini hanya
sandiwara berharap semuanya hanya sandiwara karna sesungguhnya Dia tak mampu
berdiri sendiri tanpa Wirda yang jelas Dia berharap ini sandiwara dalam merayakan
universary hubungan Mereka yang ke-3
dan dengan penuh harap Zayn tersenyum manis menyambut kedatangan Wirda.
“Kita putus, Aku udah bosan sama Kamu..”
Zayn membeku, bukan! Bukan ini yang Dia
bayangkan dan harapkan, Dia berharap Wirda melontarkan kata-kata manis dan
mengucapkan selamat universary lalu
tersenyum sangat manis padanya, meminta maaf dengan perbuatannya bukan ini,
dengan kata-kata yang sangat menghancurkan hatinya, Dia merasa hatinya hancur
berkeping-keping dan serasa ditusuk pedang yang karatan, sakit perih
sampai-sampai Dia merasa tak bernyawa, Dia telah jatuh ke dalam jurang paling
curam di dunia ini.
“M..maksud Kamu? Emang Aku salah apa?”
“Gak ada yang salah kok, Aku yang
salah.. intinya Kita udah gak punya hubungan apa-apa lagi,” setelah mengucapkan
itu Wirda pergi dari hadapan Zayn, rasanya Dia tak mampu memandang wajah Zayn,
Dia akan merasa sangat bersalah jika melihat tatapan penuh luka itu dan Dia tak
akan sanggup meninggalkan Zayn untuk waktu yang sangat lama, Wirda memegang
dadanya yang terasa perih turut merasakan luka yang dirasakan oleh Zayn,
sebagian darah,hati dan jiwa Mereka sudah bersatu dan Mereka sama-sama
merasakan sakit yang amat dalam. Tubuh Zayn merosot di dinding koridor, Zayn
mengacak-acak rambutnya ketakutannya benar-benar telah terjadi dan terrealisasi dan ini sangat menyakitkan, Dia memegang
dadanya kuat-kuat sakit sangat sakit setelah semua yang Mereka lewati dan
berakhir seperti ini tak terasa air matanya menetes Dia tak peduli jika ada
yang melihat yang Dia ingin adalah kelegaan berharap Wirda turut merasakan
kesakitannya dan mengurungkan niatnya, biarlah jika ada yang bilang Dia lelaki
cengeng, laki-laki pantang untuk menangis tapi laki-laki juga manusia yang juga
bisa menangis. Dia mengerang, berteriak meluapkan emosinya tak peduli orang
berkata apa, karna Dia merasa sendiri saat ini di dunia kegelapan tanpa ada
setitik cahaya.
“Disini sakit Wir.. sakit banget..”
lirihnya tertahan karna tangisnya.
Hal
paling membahagiakan menurutnya adalah saat bisa memiliki sang pujaan, dan hal
yang paling menyakitkan menurutnya adalah saat ditinggalkan sang pujaan pergi.
Tak jauh dari posisi Zayn, tubuh Wirda
juga merosot di dinding, Dia juga menangis, terisak merasa tak sanggup menahan
kesakitannya merasa tak mampu lagi berdiri tanpa Zayn, kekuatannya. Jujur
sebenarnya Dia tak mau, tapi keadaan yang memaksanya keadaan yang membuatnya
harus meninggalkan Zayn untuk….. selamanya, seumur hidup Zayn, kenyataannya
bukan hanya Zayn yang Dia tinggalkan, keluarganya juga teman-temannya semuanya.
“Maaf.. Zayn maaf .. Aku tau Kamu sakit,
Aku juga sakit,” lirihnya benar-benar lirih sangat lirih, yang terdengar samar
oleh sang bayu.
Hal
yang paling membuatnya berat dan sakit adalah saat Dia harus benar-benar pergi
dari semua yang disayangnya, untuk waktu yang sangat lama.
Kisah Mereka telah berakhir…
Zayn
gelisah diatas motornya, menunggu seseorang Dia butuh penjelasan. Dia segera
menghampiri sosok yang ditunggunya. “Wir!!” panggilnya agak merasa canggung,
pasalnya matanya masih bengkak dan memerah karna menangis dan melihat Wirda
yang hanya menunduk tanpa mau memandangnya.
“Aku antar Kamu pulang,”
“Tapi..”
“Kita tetap teman kan?” Wirda menimbang, setelah apa yang dilakukannya Zayn masih berbaik hati padanya, Dia semakin merasa sangat bersalah dengan ragu Wirda mengangguk. Perjalanan Mereka hanya diliputi keheningan, tak ada satupun yang membuka suara tidak seperti biasanya yang dipenuhi canda tawa kini semua terasa hambar dan kosong Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Vario Zayn berhenti didepan gerbang rumah Wirda, perjalanan yang hening itu terasa sangat lama dan Mereka sama-sama bernafas lega.
“Kita tetap teman kan?” Wirda menimbang, setelah apa yang dilakukannya Zayn masih berbaik hati padanya, Dia semakin merasa sangat bersalah dengan ragu Wirda mengangguk. Perjalanan Mereka hanya diliputi keheningan, tak ada satupun yang membuka suara tidak seperti biasanya yang dipenuhi canda tawa kini semua terasa hambar dan kosong Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Vario Zayn berhenti didepan gerbang rumah Wirda, perjalanan yang hening itu terasa sangat lama dan Mereka sama-sama bernafas lega.
“Wir,” panggil Zayn ragu
“Ya,”
“Aku butuh penjelasan,”
“Penjelasan apa??”
“Tentang keputusan Kamu,” Wirda menunduk
tak terasa air matanya kembali menetes, dengan segera Ia menghapusnya, Wirda
menghela nafas sejenak mencoba menguatkan hatinya.
“Karna…. Aku merasa Kita gak cocok,
mungkin lebih baik Kita hanya berteman,”
“Setelah apa yang selama ini Kita lalui bersama?”
“Setelah apa yang selama ini Kita lalui bersama?”
“Ya.. maaf. . Aku juga sebenarnya tak memiliki
rasa apapun padamu, yang Aku tahu saat ini semua rasa ini hanyalah rasa sayang
sebagai teman,” Wirda merasa seluruh dunianya hancur saat mengatakan itu, karna
itu sangat berlainan dari kenyataan tangisnya Dia tahan.
“Wir..” lirih Zayn masih tak percaya
dengan ucapan Wirda yang begitu menusuk hatinya sakit, jelas sekali pertahanan
yang sedang Dia bangun roboh, semuanya sudah hancur dan semuanya sudah selesai.
“Semuanya,, udah berakhir, tapi Kita
tetap teman kan?” Zayn hanya diam membisu tak mampu berkata apapun lagi mulutnya
terkunci mendadak dan membuat nafasnya tercekat, ini sangat menyakitkan.
“Kalau begitu, Aku masuk dulu..
hati-hati dijalan,” Wirda membuka pintu gerbang lalu memasuki pekarangan
rumahnya tangannya membekap mulutnya menahan tangis, air mata telah membanjiri
pipinya, Dia tak sanggup sungguh ini lebih sakit dari rasa sakit yang pernah
Dia rasakan dan ini membuatnya tak tahu lagi cara tertawa hanya kesedihan yang
merangkulnya ya.. kesedihan,kesakitan dan kepedihan, terpaksa Wirda memberikan
luka kepada Zayn agar Zayn membencinya dan akan merasa sangat senang jika Dia
pergi.
Zayn menatap punggung Wirda nanar, dia
melihat pundak gadis itu berguncang dan itu artinya gadis itu menangis, tak
terasa air mata juga mengalir di pipinya, Zayn mengacak-acak rambutnya frustasi.
“Aarrgghhh!!!!!” Zayn mengerang frustasi
rasanya sangat sakit dari pada sakau seumur hidup, Dia bukan hanya merasa
tulangnya saja di lucuti tapi juga jiwanya yang seakan datang dan pergi dan
hatinya seperti ditusuk berulang kali menggunakan pedang panglima, sakit lebih
dari apapun sakitnya. Zayn menyetarter motornya, memang tak baik menyetir dalam
kondisi kalut, tapi seakan tak peduli Dia melajukan motornya dengan kecepatan
tingi berharap dengan kebut-kebutan Dia bisa melepas bebannya.
Wirda menatap kepergian Zayn dengan
senggukan, sang Mama langsung mendekap putri sulungnya erat membelai puncak
kepalanya membiarkan dadanya basah oleh air mata putrinya, ingin juga merasakan
kesakitan yang dirasakan putrinya, putri yang dalam waktu dekat akan
meninggalkannya dalam waktu yang sangat lama, mungkin seumur hidupnya.
“Kuat sayang.. Kamu pasti bisa,”
“Sakit banget Ma.. sakit banget lebih
sakit dari semua rasa sakit yang Kurasa selama Aku masih berdiri Ma,” sang Mama
tak berkata apapun, hanya mendekap Wirda lebih erat berharap bisa menguatkan
gadis yang teramat rapuh di pelukannya kini.
Tataplah
bintang seakan kau menatapku,..
Sambutlah
bintang saat senja datang..
Dimana
kejora menjadi awal semuanya,,
Awal
munculnya bintang yang akan menemani bulan semalam suntuk tanpa lelah, Pandanglah
bintang…
Tanpa
Kamu menyibak awan yang biru dan putih itu,
Pandanglah..
Sampai
kau lelah untuk memandangnya
Sampai
kau jengah untuk menatapnya dan menghitungnya,
Sampai
1001 malampun kau akan tetap memandangnya,
Kecuali
masa telah menjatuhkan nama kita dan
Izrail
siap untuk mengawasi sekaligus menjemput jiwa kita…
Danu masih memandang kanvas di hadapannya sudah dua
jam lebih Dia disana tapi tak menggoreskan apapun di kanvas, kosong pikirannya
masih melayang pada kejadian yang sempat Dia lihat di depan gerbang rumah Wirda,
saat Wirda datang diantar oleh seseorang lalu Mereka berbincang hatinya
bertanya-tanya siapakah gerangan pria yang mengantar Wirda, kekasihnya kah?
Atau hanya teman? Memikirkan itu membuatnya bersedih padahal dulu Wirda
benar-benar telah membuatnya bersemangat seakan-akan mempengaruhi hatinya dan
menjaga hatinya agar tak selalu bersedih, baginya Wirda adalah malaikat
pelindung hatinya, cintanya.
“Dan.. ada tamu untukmu,” suara sang
Bunda membuyarkan lamunannya, Dia mendapati sang Bunda berdiri di ambang pintu.
“Siapa?”
“Wirda,”
“Wirda,”
“Owh..”
“Kok lemes gitu?”
“Kok lemes gitu?”
“Gak papa kok Bun, aku mandi sebentar,”
“Iya, jangan lama-lama dan jangan lupa
minum obatnya,”
“Iya Bun,” Bu Maryam hanya mendesah
memandang punggung Danu yang tertelan pintu kamar mandi.
Wirda duduk dengan gelisah di sofa ruang
tamu rumah Danu Dia sungguh tidak bisa tenang sama sekali ada yang perasaan
tidak enak dan khawatir di hatinya, tak lama ponselnya berbunyi dan hatinya
berdesir saat membaca nama yang tertera di layar ponselnya dengan gemetar Dia
mengangkat telfonnya.
“Hal..lo?” setelah suara seseorang
menggema di telinganya dia merasa tubuhnya lemas, telfonnya terlepas dari
genggamannya Dia sudah tak sanggup lagi untuk memegangnya dan lagi sakit itu
datang kepadanya Dia menggeleng tak percaya kemudian menunduk, ini salahnya,
salahnya.
“Wir,” panggilan Danu membuatnya segera
menata hatinya, Dia tersenyum menatap kedatangan Danu yang rambutnya agak
basah, mungkin habis mandi pikirnya. Setelah mengirim pesan Dia menonaktifkan
ponselnya dan kembali memasukkannya di tas.
“Kalau boleh tahu, cowok yang tadi
nganter Kamu siapa?” Wirda mengerenyit, kemudian tersenyum
“Teman,”
“Teman?”
“Teman dekat, kaya’ sahabat,”
“Owh, kok tumben main?”
“Berhubung Aku tahu kalau Aku punya
tetangga sebaya jadi semangat deh buat
keluar rumah dan main sama Kamu,” Danu mangut-mangut senyum yang tadinya luntur
kini mengembang. Sore ini Mereka menghabiskan waktu di gazebo kali ini Danu
melukis Wirda yang sedang bermain air di kolam, terkadang diselingi gerutuan Wirda
dan kekehan Danu sedang Bu Maryam yang melihat dari pintu, tak terasa
meneteskan air mata sebenarnya Dia tak rela dan masih berusaha rela jika nanti
akan kehilangan tawa dan senyum Danu. Pak Zaky yang baru saja pulang tertegun
saat melihat Wirda, rasa takut semakin memeluknya.
“Bun, Ayah pengen mandi..” tegurnya pada
Bu Maryam
“Ayah?? Kok udah pulang? Bunda sampai
gak nyadar,”
“Bunda terlalu asik ngeliatin Danu, itu Wirda?”
“Iya,”
“Owh, Bunda bisa siapin pakaian sama airnya kan?”
“Owh, Bunda bisa siapin pakaian sama airnya kan?”
“Air dingin atau hangat?”
“Hangat aja,”
“Bunda siapin dulu yaa.. Ayah tunggu
aja,” Pak Zaky hanya mengangguk, kemudian memijat pelipisnya ada yang
mengganggu pikirannya terlebih Dia sangat tahu siapa Wirda.
“Dan !! kapan selesainya? Pegel nih,!”
“Bentar lagi kok Wir, jangan gerak-gerak
dong.. ikannya aja nurut,”
“Jangan bandingin sama ikan dong,”
“Udah deh, daripada lancang lagi,
sekarang kan udah ijin,”
“Mungkin lebih baik Kamu lancang dari
pada harus minta ijin, pegel tahu,”
“Katanya biar tenar?”
“Terserah Kamu deh.!”
“Yee jangan marah dong.. Ya ya?” Pak
Zaky yang melihat itu matanya
berkaca-kaca, jujur nalurinya sebagai seorang dokter sekaligus Ayah perih
melihat pemandangan di hadapannya Dia pun memutuskan untuk beranjak.
Danu dan Wirda duduk berdampingan di
sofa ruang tamu, hari sudah menjelang malam dan itu artinya Wirda harus segera
pulang.
“Dan, coba Kamu deskripsikan.. ini gelas
setengah kosong atau setengah penuh?”
“Setengah kosong,”
“Kamu tau gak? mau setengah kosong atau
setengah penuh semua ada filosofinya, kalau
Kamu bilang gelas ini setengah kosong, berarti Kamu akan mengosongkannya dan
kalau Kamu bilang gelas ini setengah penuh maka Kamu akan memenuhinya, kalau
Kamu mengosongkan gelasnya maka hanya tinggal gelas yang kosong, seperti
kembali pada kodratnya setelah memenuhi tugasnya dengan baik, yaitu menampung
air, air apapun ya kan?” Danu hanya tersenyum bingung.
“Sekali-kali lukislah aurora, halo
matahari, pelangi, salju abadi pegunungan Mahameru atau indahnya pantai di
pulau Bali,”
“Apa Mereka nyata? Memang ada salju
abadi?”
“Mereka memang nyata, ada.. ada di
puncak Jaya Wijaya Papua, Indonesia”
“Kamu tahu banyak hal ya..”
“Tahu bukan berarti mengerti, tapi kalau
mengerti sudah pasti tahu,” Danu terdiam mencoba mencerna ucapan Wirda.
“Dan, Kamu terlalu polos.. tapi Kamu
jangan khawatir akan ada Dia yang mewarnai hidupmu, mewarnai kanvasmu dengan
keindahan dunia ini,”
“Dia siapa?”
“Sahabatku, Kamu akan melukiskan
pemandangan bukit favorit Kami, tempat berbagi tempat semuanya.. dan kalian
akan saling menjaga dan mendukung dan menjadi seperti dua elemen yang tak terpisahkan, sifatnya gak jauh beda sama Aku,”
“Memangnya kapan Kamu akan
memperkenalkannya padaku?”
“Takdir yang akan mempertemukan kalian
Aku hanya perantara..”
“Maksudnya?”
“Sudah malam, Aku harus pulang, assalamualaikum”
“Waalaikumsalam,
apa maksudnya?” Danu heran kemudian memutuskan untuk menghampiri kedua
orangtuanya di ruang keluarga.
Wirda
memandang bingkai foto di genggamannya dengan berderai air mata, bingkai yang
kacanya retak di salah satu bagian wajah dari dua insan yang ada di foto
tersebut ternyata ini jawabannya, jawaban dari jatuhnya bingkai foto dan
keresahan hatinya, jujur Dia tak sanggup dan ingin cepat-cepat menyerah namun
Dia masih punya waktu sehari lagi untuk mengucapkan kata perpisahan yang akan
di ucapkannya.
Selasa,7
Oktober 2014
Siang
ini Wirda menelusuri lorong rumah sakit langkahnya sangat pelan dan berat,
nafasnya tercekat saat sampai di depan pintu salah satu kamar rawat didalam
sana Zayn berbaring setelah kemarin varionya bertabrakan dengan minibus,
kecelakaan yang mengerikan dan Dia tak mampu membayangkannya tak terasa air
matanya kembali menetes saat melihat kondisi Zayn.
“Zayn masih koma Wir, kata dokter kedua ginjalnya
rusak dan sampai saat ini Kami belum menemukan ginjal yang cocok,”
“Kalian pasti akan menemukannya Kak,
pasti Allah akan memberi petunjuk, Aku yakin itu,”
“Semoga, Wir.. kenapa Kamu mengakhiri hubunganmu dengan Zayn?”
“Semoga, Wir.. kenapa Kamu mengakhiri hubunganmu dengan Zayn?”
“Kakak pasti udah tahu alasannya.”
“Memang, tapi kenapa Kamu tidak memberi
kesempatan kepada Zayn untuk menemanimu,?”
“Aku tak ingin melukainya,”
“Aku tak ingin melukainya,”
“Tapi.. keputusan itu juga melukainya,”
“Setidaknya, Dia akan membenciku setelah
ini, dan tidak akan merasakan kehilangan kalau Aku pergi,”
“Sama saja Wir.. cinta kalian udah
terlalu dalam.. ini dramatis dan Kamu juga salah satu penentangnya Wir,”
“Karna ini beda Kak, boleh Aku masuk?”
Amar mengangguk, Wirda pun melangkah perlahan dam merasa berat, hatinya kembali
berdesir saat melihat kondisi Zayn dengan jelas, Dia langsung duduk di kursi
disebelah ranjang Zayn, tangannya menggenggam erat tangan Zayn.
“Zayn.. ini Aku, Wirda. Aku benar-benar
minta maaf, Aku tahu Aku salah dan telah membuatmu terluka, Aku tahu Aku salah
oleh karenanya Aku minta maaf sama Kamu, tiga tahun bukan waktu yang singkat,
ini terlalu sulit, terlalu sulit melepasmu tapi.. Aku harus melepasmu, Aku
mencintaimu bahkan setiap detiknya terus bertambah tanpa mampu Aku cegah.. Aku
sangat mencintaimu dan Aku ingin Kamu menatap dunia lebih lama, Aku ingin Kamu
bersahabat dengan Danu, Dia baik.. kalian akan segera bertemu kelak, Aku
berharap Kalian bisa saling menguatkan dan mendukung dan Aku akan senang
melihatnya, Aku ada hadiah untukmu, lihatlah di kamarmu..” Wirda menjeda ucapannya
menyeka air matanya yang enggan berhenti.
“Zayn.. saat pertama kali Kamu membuka
mata, jangan pernah cari Aku lagi, jangan pernah panggil Aku lagi, jangan
kenang Aku, jangan ingat semua tentangku. Karna Aku sudah tak disisimu lagi,
karna Aku telah pergi darimu dan sebelum aku pergi Aku ingin bilang sama Kamu,
kalau Aku sangaaat mencintaimu dan mungkin ini terakhir kali Aku melihatmu, Aku
tak akan memintamu untuk mengunci namaku di hatimu, Aku akan mengembalikan
sayapmu, Aku akan membiarkanmu mencari
penggantiku, Aku akan memintamu untuk melupakan Aku.. maafkan Aku, selamat
tinggal Aku akan selalu nunggu Kamu,” tanpa sadar sudut mata Zayn mengeluarkan
air mata, tangan yang digenggam Wirda berbalik menggenggam seakan memohon
kepada Wirda untuk tetap tinggal. Perlahan dengan penuh kasih Wirda mengecup
kening Zayn dan melepaskan genggaman Zayn, “Gak Zayn, Aku harus pergi maafkan
Aku” setelah Wirda melepas genggaman Zayn Dia berbalik tanpa menoleh kebelakang lagi, air mata Zayn semakin
deras menetes, di alam bawah sadarnya Zayn menatap kepergian Wirda pedih.
Kekasihku…
Dengan
segenap cinta dan ketulusan Kau membelaiku
Kini
perpisahan yang selalu dihindari telah datang,
Dan..
Kita
tak akan mampu mencegahnya,
Kisah
kita telah berakhir,
Karna..
Memang
inilah yang terbaik… mungkin
Sore ini Wirda bersama Danu duduk di bangku yang
tersedia di pelataran rumah Danu memandang bunga-bunga yang tumbuh dengan baik,
membuktikan jika Bu Maryam adalah perawat tanaman yang handal.
“Dan selama tiga hari ini Kamu bahagia?”
“Bahagia.. banget,”
“Tapi.. Aku gak, mana lukisannya besok
jatuh tempo lho,,”
“Aku benar-benar bingung Wir, harus
mulai dari mana,”
“Yaaah.. keburu pergi Akunya,”
“Selama tiga hari ini,tugas Aku untuk
nemenin Kamu sudah selesai,”
“Selesai? Aku kira Kita akan berteman
lebih lama,”
“Kamu akan mendapatkan lebih banyak
teman baru, owh iya berjanjilah padaku.. Kamu mau kan ? bersahabat dengannya
bersahabat sangat baik, dan menjadi sahabat yang baik untuknya?”
“Tentu,”
“Pegang janji itu, Kalian harus Saling menghibur dan menguatkan ok?’
“Pegang janji itu, Kalian harus Saling menghibur dan menguatkan ok?’
“Kamu kaya’ lagi berwasiat tahu gak?” Wirda
tersenyum simpul.
“Wir, Kamu kaya’ mau pergi jauh tau
gak,”
“Memang, dan Aku mau berpamitan,”
“Maksud Kamu??”
“Aku ingin berpamitan, Aku mau pulang
dulu dan setelah hari ini jangan cari Aku lagi, jangan ingat tentang Aku lagi,
lupakan Aku karna Aku gak akan pernah kembali lagi,”
“Tapi.. Aku mencintaimu..”
“Aku juga mencintaimu sebagai seorang
sahabat,”
“Tapi.. Aku mencintaimu sebagai seorang
lelaki yang mencintai perempuan,”
“Maaf, Aku benar-benar minta maaf karna
Aku harus benar-benar pergi,”
“Setidaknya tunggulah sampai lukisan itu
selesai,”
“Tidak bisa, Aku harus pergi” Wirda
beranjak dari duduknya dan beranjak pergi, dengan cepat Danu mencekalnya.
“Wir, Ku mohon..”
“Maaf, tidak bisa Dan maafkan Aku,” Wirda
melepas genggaman Danu lalu berjalan menuju
pintu gerbang rumah Danu tanpa menoleh kebelakang lagi, Danu ingin mengejar
namun entah kenapa kakinya terasa beku, Wirda telah pergi jauh dan Dia tak
mampu meraihnya atau mengejarnya lagi, kemudian Dia merasa dadanya sangat
sakit, Dia mengerang memanggil sang Bunda dan Wirda, namun Wirda telah lenyap
dari pandangannya dan semuanya menjadi gelap.
Sahabatku…
Semuanya
pasti akan berakhir, begitupun dengan Kita
Mungkin
tak cukup membayar semua
Namun…
ini yang terbaik,
Rabu,12
November 2014
Semarang masih digencar air-air dari nirwana,
November … bulan yang penuh air hujan dan di salah satu rumah sakitnya akan ada
teriakan kehilangan.
Perlahan Zayn membuka sulaman matanya,
melihat kesekeliling kemudian menyadari suatu hal, dan Dia berharap apa yang
dilihatnya dalam mimpi adalah bunga tidur semata dan tak pernah benar-benar
nyata.
“Wirda mana Ma?” Zayn melihat sang Mama
terdiam, matanya berkaca-kaca
“Wirda… Wirda..” perlahan tangan sang
Mama menuntun tangannya ke daerah perutnya.
“Ini. Milik Wirda, kedua ginjal ini
milik Wirda.. Wirda sudah pergi,”
“GAK !!! KALIAN BOHONG !! AKU HARUS
BERTEMU WIRDA!! MA ! PA! ITU GAK BENAR KAN? Kak…” Mereka menggeleng, dan
membuat tangis Zayn pecah, Dia berharap mimpi Wirda meninggalkannya adalah
bunga tidur dan tidak nyata, sang Mama hanya mampu memeluk Zayn erat berharap
bisa menenangkan putranya itu.
Di ruangan lain, Danu tengah
mengerjapkan matanya melihat kesekeliling Dia melihat kedua orangtuanya
menyambutnya dengan haru.
“Wirda mana Bun?” Mereka nampak
bersedih, perlahan tangan Bu Maryam menuntun tangan Danu menuju dadanya.
“Wirda disini, ini kepunyaan Wirda,”
“Maksud Kalian?”
“Wirda sudah pergi,”
“Gak !!! Gak mungkin!! Wirda gak mungkin
ninggalin Danu, kalau begini lebih baik Danu mati Yah !! Bun !!” Bu Maryam dan Pak Zaky hanya mampu mendekap
putra semata wayangnya erat-erat tanpa tahu harus berkata apa, dan hanya mampu
mendengar racauan Danu.
Zayn memungut benda-benda yang ada di
dalam kardus, ada bingkai foto,lukisan yang menggambarkan kebersamaan sepasang
kekasih dan banyak lagi, perlahan Zayn membuka kertas yang terselip diantara
semuanya dengan tangan gemetar Zayn membacanya.
To : Zayn, kekasih hatiku
Tidak
terasa yaa sudah tiga tahun Kita menjalani
semuanya, ada suka,duka,marah,tangis,canda,tawa pokoknya nano-nano deh…hehe J
kalau Kamu baca surat ini berarti Kamu udah bangun kan? Cieee yang tidur mulu
dasar kebo !!
Zayn,
kekasihku maafkan Aku karna telah berdusta dan menggoreskan luka padamu, Kamu
sudah tahu seberapa besar cintaku kepadamu, Aku yakin Kamu pasti mendengarnya,
karna Kamu tidak tuli.. Kamu tak pernah menutup mata Kamu untuk peduli kepada
siapapun dan itu sangat manis menurutku..
Kekasihku..
Aku juga minta maaf karna tidak jujur padamu, kalau sebenarnya Aku sakit bahkan
dokter pernah memperkirakan hidupku gak lama lagi tapi adanya Kamu membuatku
bertahan sejauh ini walaupun pada akhirnya Aku juga menyerah dan
meninggalkanmu, sungguh
maafkan Aku Zayn karna Aku tak menceritakannya
padamu, kalau boleh jujur hatiku sakit
sangat sakit melihatmu terluka, Kamu tahu kan separuh jiwa kita telah menyatu?
Begitupun dengan hati Kita…
Mulai
saat ini jangan pernah cari Aku lagi, terbanglah.. Aku sudah mengembalikan
sayapmu..
Lupakan
Aku semampumu..
Aku
sangat mencintaimu
Beloved,
Wirda
Permana
Zayn memeluk erat kertas itu, berharap
sang penulis balas memeluknya, “Wirda..” panggilnya lirih.
Danu
memandang lukisan dirinya, lukisan yang sangat rapi hadiah dari Wirda, kemudian
Dia membuka kertas yang berisi surat dan membacanya.
To : Danu, sahabatku
Hallo
Danu yang suka ngintipin kegiatanku, yang suka motoin Aku, dan yang suka senyum kalau liat aku, hayooo nagaku aja deh! Aku
sudah tahu kok,
Maaf
yaaa Aku bohongin Kamu sebenarnya Dia adalah sahabat yang merangkap sebagai
kekasih buatku, yang selama tiga tahun menemaniku, Dia juga yang akan mewarnai
hidpmu yang polos itu, hehe J namanya Zayn,
Sebenarnya
Aku sedikit membagi cintaku ke Kamu, dan maaf kalau tiga hari tidak cukup untuk
mengganti penantianmu selama enam tahun, Aku takjub lho mendengarnya dari
Bundamu, tapi.. Aku memakluminya, dan sekarang Aku menggantinya dengan ini, dan
lukisan itu sengaja Ku berikan karna Aku juga seorang seniman.. Kamu lelet
sih.. cepetan Izrailnya.. see you yaa
Aku
sayang Kamu
Beloved,
Wirda
Permana
Danu termenung sesaat, kemudian mendesah
“Wirda..” lirihnya pelan.
Rabu,19
November 2014
Danu
melangkah ragu di areal pemakaman, Dia mendapati seseorang sudah ada di makam
tujuannya, seseorang yang tak dikenalnya, Dia berjongkok di hadapan orang
tersebut, yang tengah asik menatap dan membelai nisan, seseorang dengan seragam
putih abunya, menyadari kehadiran Danu orang itu menoleh, Danu tersenyum.
“Aku Danu, sahabat Wirda”
“Aku Zayn, kekasih hati Wirda” Mereka
saling berpandangan dan tersenyum simpul menandakan pertemanan Mereka terjalin
saat itu juga. Wirda benar sifat Zayn tak jauh berbeda dengannya, usil,menyebalkan
dan jail. Danu bersekolah di sekolah umum dan bersahabat sangat baik dengan
Zayn kadang Mereka sama-sama berkunjung ke makam dan berbagi cerita, sekarang
tak ada lagi Danu yang polos karna telah ada Zayn yang mewarnainya seperti yang
di katakan Wirda. Mereka tersenyum memandang kejora senja itu dan berbisik
dalam hati “Kami bahagia.. terimakasih,”. THE END
#Khichand_Lee