Suasana
kelas masih ramai saat seseorang melangkah masuk membaur bersama keramaian yang
merusak gendang telinga, menghampiri kesunyian yang tak terusik di pojokan
kelas, kemudian duduk disamping kesunyian itu.
“An, nanti sore main Yuk!!”
“Aku sibuk,” Andi sang sunyi itu
tak menghadap gadis itu, masih asik bersama kesunyiannya dengan setumpuk tugas.
Gadis itu, Almira mendesah sabar.
“Ya sudah, biarkan Aku menemanimu,”
“Itu akan mengganggu,”
“Andi...”
“Pergilah,”
“Baiklah, maaf Aku mengganggumu, Take Care” Andi mengangguk acuh
membiarkan Almira, kekasihnya selama beberapa bulan ini pergi dari kelasnya,
setelah memastikan jika Almira sudah pergi Andi tersenyum tipis memandang
potret seseorang di sela bukunya.
“Aku merindukannya, dan mungkin tak
akan pernah bisa melupakannya meskipun Aku sudah bersamamu Al... maafkan Aku”
gumamnya dalam hati. Andi menerawang bayangan wajah Almira, saat pertama kali
melihat wajah Almira yang sangat mirip dengan masa lalunya yang bahkan sampai
saat ini masih segar dalam ingatannya. Andi tersentak saat merasakan ponselnya
bergetar dan Dia tersenyum manis saat tahu siapa yang mengiriminya pesan. Almira
menyenderkan tubuhnya di dinding kelas, tubuhnya terasa sangat lemas, akhir –
akhir ini kesehatannya menurun, dan Dia tahu betul kenapa, sejenak Almira
menoleh ke arah kekasihnya berada, tengah tersenyum manis menatap ponselnya, Almira
tersenyum tipis air matanya menetes, dengan segera Dia menyekanya kemudian
melangkah perlahan dengan tubuh yang terasa sudah sangat lemas, tiba – tiba Dia
merasa bahwa bumi bergoyang hingga akhirnya gelap.
Almira
membuka matanya pelan, dan wajah Andi yang tengah sumringah membaca pesan
diponselnya yang pertama kali dilihatnya.
“An..”
“Ekh, udah sadar?? Kamu kenapa
sih?? Kalau sakit gak usah sekolah, nyusahin aja,”
“Aku tiba – tiba sakit,”
“Kalau sakit ngapain kluyuran??
Jadinya gini kan?? Nyusahin orang, jadilah kaya Rena, Dia gak pernah nyusahin
Aku,”
“Aku tahu, maaf boleh Aku meminjam
ponselmu?? Aku akan menelfon Ayah untuk menjemputku,”
“Kamu ini, Kamu gak tahu kalau Aku
lagi smsan sama Rena?? Nih naik taksi aja,” Andi melempar selembar uang seratus
ribu tepat di wajah Almira, kemudian meninggalkan Almira sendiri, Almira
mendesah saat samar mendengar percakapan lewat telfon antara Andi dengan Rena,
membuat air matanya menetes, rasanya terlalu menyakitkan.
Almira
sedang duduk santai di perpustakaan saat Alvin, sang Kakak yang merupakan Kakak
kelasnya itu datang menghampirinya.
“Ada apa Kak??”
“Kamu itu bodoh atau gimana sih??
Liat tuh si Andi lagi jalan sama cewak lain, dan Kamu masih santai – santai
disini??”
“Owh Rena, Dia sahabat Andi Kak,”
“Al.. udah cukup kamu dibodohi Mama
sama Papa, udah cukup Kamu dibodohi sama Kak Fadli, Kak Rina dan Kakak Al...”
“Aku gapapa kok Kak, toh Kakak
masih peduli sama Aku,”
“Al...!!”
“Kenapa?? Buat apa Aku membela Kak,
toh Aku juga akan cepat – cepat mati,” nada Almira merendah di akhir ucapannya,
membuat Alvin bingung.
“Apa?? Kamu barusan ngomong apa??”
“Gak kok Kak, paling nanti Aku sama
Andi akan cepat – cepat putus, dan yang memulai harus mengakhiri,”
“Al...”
“Aku gapapa Kak.. Aku pergi dulu,” Alvin
memandang langkah sang adik yang terlihat tergesa, rasanya Dia sangat egois
saat membiarkan sang adik di pojok – pojokkan oleh kedua orang tuanya, kedua
Kakaknya dan juga dirinya, Almira selalu mengalah dengan Kakak – kakaknya,
selalu patuh dengan titah kedua orang tuanya dan sebuah kata yang sempat di
dengarnya dari mulut adik bungsunya itu membuatnya merasa ada yang aneh. Mati,
itu yang samar di dengarnya dari mulut sang adik. Dan sekarang Almira sedang
dipermainkan perasaannya oleh Andi.
“An...” Andi yang tengah
bercengkrama dengan Rena menoleh, memutar bola matanya sebal.
“Ada apa??”
“Dipanggil Pak Kepsek,”
“Jangan bohong,”
“Aku gak bohong,”
“Udahlah An.. mungkin Dia bohong
dan hanya iri dengan Kita,”
“Tapi An.. Aku gak bohong,”
“Akh sudahlah.. ayo pergi Ren,” Andi
mengajak Rena pergi meninggalkan Almira yang mematung lelah, jengah, tatapannya
lurus menatap kepergian Andi kekasihnya dengan orang masa lalu Andi, air
matanya menetes mengalir melewati pipi yang kian tirus itu, Almira menunduk,
menyeka air matanya, tidak, menangis hanya akan menyiksanya.
“Al..”
“Ekh.. Kakak,” Alvin meneliti wajah
sang adik, kemudian menggenggam tangan sang adik, merasakan suatu hal yang
aneh.
“Kalian udah putus??”
“Belum,”
“Kamu kok makin kurus yaa?? Wajah
Kamu juga pucat, Kamu sakit??”
“Gak, Cuma agak pusing dikit, Aku
ke kelas dulu Kak,”
“Tunggu Al...”
“Apa lagi Kak??”
“Hari ini Kamu harus pulang tepat
waktu, kalau tidak,”
“Aku tahu,”
“Al..mau Kakak antar??”
“Tidak, nanti Papa sama Mama marah
lagi,”
“Al.. Kamu itu Adikku,”
“Aku tahu,” Alvin menatap lurus
mata adiknya, banyak luka disana, banyak kepedihan disana, dan banyak air mata
yang tertahan disana, dengan lembut Alvin membawa Almira ke dalam dekapannya.
“Menangislah.. Kakak tahu Kamu
sedih, Kamu terluka,” Almira memejamkan matanya, air matanya menetes dengan
deras, rasanya baru kali ini Kakaknya mau memeluknya, Kakak yang bahkan di
sekolah tidak mau mengakui bahwa dirinya adalah adiknya kini memeluknya.
“Kakak.... nanti kalau Andi lihat,
Dia marah,”
“Aku Kakakmu,”
“Tapi yang semua orang tahu, Kak Alvin
adalah Kakak kelasku, gak lebih..” Alvin terpatung, membiarkan Almira menarik
diri dari pelukannya. “Maaf Kak.. Aku pergi,” Alvin memandang langkah sang adik
yang terlihat lunglai, Almira benar, adiknya benar jika disini Dirinya hanya
sebatas Kakak kelas untuk Almira.
Andi
menatap Almira jengah, matanya menampakkan kekesalannya pada Almira.
“Kenapa Kamu gak bilang dari tadi?”
“Aku sudah mengatakannya, tapi Kamu
tidak percaya,”
“Sekarang Kamu senang Aku dihukum??
Ya ampun kenapa sih Kamu itu gak bisa kaya Rena, yang gak nyusahin dan
ngrepotin orang??”
“Ya sudah, biar Aku yang
menggantikan posisimu,”
“Menggantikan posisiku? Benar saja,
menjaga diri sendiri aja tidak bisa,”
“Aku yang akan mengerjakan makalah
itu,”
“Terserah, begitu lebih baik, Aku
pulang dulu udah ditungguin Rena, Take
Care ceroboh,” Almira menunduk air matanya kembali menetes, Almira terisak
rasanya terlalu sakit, seharusnya Dia bisa cemburu, sebenarnya Andi menganggapnya
apa? Kenapa masih peduli dengan Rena yang sudah menjadi masa lalu, sebenarnya
siapa kekasih Andi, dirinya?? Atau Rena??. Almira segera berlari saat mengingat
sesuatu, Dia terlambat untuk pulang.
Almira
menatap tiang bendera jengah, hari masih pagi, tapi Dia sudah mendapatkan
hukuman karena terlambat dan tidak mengerjakan tugas. Tadi malam Almira hanya
mengerjakan makalah milik Andi, Almira memegang perutnya yang terasa sakit, Dia
belum makan sejak kemarin.
“Al...”
“Kak Alvin..” Alvin menyeret Almira
ke pinggir langsung menyodorkan sebotol air mineral dan sebungkus roti.
“Aku tahu Kamu lapar,”
“Kakak...”
“Kenapa???” Alvin menoleh mendapati
Andi tengah menatapnya tajam.
“Bagus ya Al... tadi pagi Kamu udah
buat malu Aku dengan datang terlambat dan tidak mengerjakan tugas, dan
membiarkan Aku dihina, pacarnya Ketua OSIS kok pemalas dan bodoh, Kamu suka Aku
dikaya’ gituin?? Jawab !! dan sekarang Kamu dengan asik – asikan bermesraan
sama Kakak kelas, Kamu anggap Aku apa sih Al...”
“Maaf, tapi..”
“Aku marah sama Kamu !!! muak !!!” Andi
menepis kasar tangan Almira membuat Almira tersungkur, Almira memegang dadanya
yang terasa sangat sulit untuk bernafas.
“Huk...hh” Almira mencoba bangkit
namun tidak sanggup, sakit diperutnya semakin bertindak anarkis. Alvin yang
melihat itu menghampiri adiknya.
“Al... Kamu gapapa kan??” Almira
menggeleng, namun Alvin tidak percaya begitu saja saat melihat Almira menahan
sakit, dengan wajah penuh keringat dingin dan nafas tersengal.
“Aku gapapa Kak,”
“Al.. Kita ke UKS sekarang,” Alvin
menggendong tubuh Almira yang terasa ringan menuju UKS, meminta bantuan. Alvin
menatap Almira yang masih meringis menahan sakit, Dia tahu kenapa adiknya
begitu kesakitan.
“Al... Yang kuat yaa.. atur nafas
Kamu,” air mata Almira menetes, Almira menangis membuatnya semakin susah untuk
bernafas.
“Bu.. tolong Adik saya,”
“Bukannya Saya tidak mau menolong,
tapi...” Alvin mengusap wajahnya kasar menatap Almira yang masih berusaha
mengatur nafasnya.
“Ada apa sebenarnya??”
“Kamu tidak tahu ya?? Kalau Almira
sering dibully sama teman – temannya, bahkan Almira sering dihukum karena tidak
mengerjakan tugasnya, karena sibuk dengan tugas teman – temannya, Saya kasihan
Saya ingin menolong tapi Saya tidak mau kehilangan pekerjaan Saya, maafkan
Saya,”
“K..ak, Ak..u Gapapa kok, udah
lumayan,” Alvin terdiam, tidak mengerti dengan jalan pikiran adiknya, dengan
kesabaran adiknya, bahkan Almira tidak pernah bercerita padanya jika disekolah
dibully, membuatnya semakin merasa bersalah.
“Kakak antar Kamu pulang,”
“Tidak nanti Papa marah, Aku akan
ikut pelajaran,”
“Al...”
“Ku mohon, Aku pergi ke kelas
dulu,” Alvin hanya mendesah pelan.
“Seharusnya Dia istirahat saja,
kondisinya gak jauh lebih baik dari tadi,” Alvin hanya diam, tak membalas.
Almira
sedang memohon – mohon kepada Andi untuk menemaninya jalan – jalan satu jam
saja sebelum akhirnya nanti Almira akan mengakhiri hubungan yang menurutnya
sudah tidak sehat ini.
“Aku mohon An.. sore ini aja,
sekali ini aja, Satu jam Saja An.. setelah itu terserah Kamu,”
“Aku banyak tugas Al..”
“Aku mohon An, kali ini aja,”
“Oke, Oke !! Kita berangkat
sekarang,” Almira tersenyum manis meskipun ada perih lebih mendominasi.
Almira tersenyum manis, saat ini
dirinya tengah berjalan – jalan di taman bersama Andi, senyum merekah dibibirnya.
“An.. makasih Aku bahagia banget
hari ini bisa jalan sama Kamu,”
“Ya,”
“An.. beli es krim yuk,!!” Andi
mengangguk malas, membiarkan Almira melangkah lebih dahulu menuju penjual es
krim untuk membeli es krim.
“Pak, es krim coklat 2”
“Iya neng,”
“An.. Kamu kenapa sih?? Kok gelisah
gitu??” tanya Almira dengan 2 es krim ditangannya.
“Ini Rena kaya’nya lagi butuh Aku
banget, maaf banget yaa Aku pulang dulu,”
“Terus es krimnya??”
“Buat Kamu aja, Kamu bisa pulang
sendiri kan??” wajah ceria Almira berganti wajah kecewa, menatap nanar punggung
kekasihnya yang semakin menjauh, air mata menetes di pipinya, rasanya Dia baru
saja merasakan kebahagiaan, namun sekarang hanya sedih yang menguasainya, sesungguhnya
Dia tak meminta apapun dari siapapun, Dia hanya butuh kebahagiaannya, Dia hanya
ingin di anggap, Almira memakan es krimnya dengan air mata kesedihan, rasanya
terlalu sakit.
“Kenapa Tuhan?? Kenapa tak ada yang
menganggapku ada?? Sudah cukup sampai disinikah usiaku?? Jika Kau mau
mengundangku sekarang Aku rela Tuhan.. Aku sudah tidak sanggup dengan
semuanya,” lirihnya tertahan menjatuhkan kedua es krimnya kemudian melangkah
lunglai untuk pulang.
“Dari mana saja
Kamu?? Keluyuran aja kerjaannya, mana hasil ulangan Kamu??” Almira menyerahkan
lembar kertas ulangannya.
“Apa?? Hanya 70?? Nilai apa ini??”
“Maaf, Aku udah berusaha,”
“Pergi ke kamar, ingat gak ada
makan malam dan sarapan, sebelum Kamu dapat nilai seratus,” Almira mengangguk
kemudian melangkah ke kamarnya, Alvin yang saat itu tengah bermain ps dengan
Kakak pertamanya menatap iba kepada Almira. Penjaga UKS itu benar, kondisi Almira
tidak lebih baik, bahkan wajah Almira semakin pucat dan mungkin kondisi Almira
lebih buruk dari sebelumnya.
“Vin, ngelamun ayo lanjut,”
“Aku udahan aja, capek,” Alvin
segera berlalu menuju kamarnya yang kebetulan bersampingan dengan kamar Almira,
sejenak pandangannya tertuju pada kamar adiknya, Alvin mendesah pelan, jujur
Dia sangat khawatir.
Almira merebahkan tubuhnya yang
terasa sangat lemas, tangannya meremas dadanya yang terasa sangat nyeri dan sakit,
nafasnya kembali tersengal, sekujur tubuhnya terasa sangat sakit lelah dan
sakit itu yang dirasakannya, dengan tertatih, Almira bangkit kemudian meraih
botol obat di nakasnya, meminumnya kemudian kembali merebahkan tubuhnya, Dia
butuh istirahat.
Hari
sudah menjelang siang, namun Almira tak juga muncul di sekolah, karena khawatir
Alvin segera kembali untuk memastikan kondisi Almira. Dan mata Alvin membulat
sempurna saat melihat adiknya sudah terpejam dengan wajah sangat pucat dan
bibir memutih terkulai nyaris membiru dan detak jantung yang nyaris hilang di
dekat almari.
“Al bangun Al.. bangun...” tanpa
berfikir panjang, Alvin segera membawa Almira ke rumah sakit.
Alvin duduk gelisah diluar tunggu,
menunggu pintu ruangan berlabel ICU itu terbuka, tubuhnya masih bergetar
khawatir, kondisi saat Dirinya menemukan adiknya masih terbayang dipelupuk
matanya.
“Gimana Dok??”
“Jantung Almira sangat lemah,”
“Bagaimana bisa??”
“Almira sakit jantung, dan mungkin
itu disebabkan oleh tekanan batin sehingga jantung Almira bekerja secara tidak
normal,”
“Lakukan apapun dok, selamatkan
adik saya Dok,, Saya mohon..”
“Kami sudah berusaha, namun kondisi
Almira sudah sangat lemah, harapannya untuk sadarpun sangat tipis,”
“Dok, lakukan apapun dok.. sembuhkan Almira,”
“Kami akan berusaha, saat ini
kondisinya masih koma” Alvin mengacak rambutnya frustasi, air matanya menetes,
Dia tidak menyangka jika Almira memiliki beban seberat itu. Andi melangkah
tergesa menghampiri Alvin yang duduk frustasi, Andi mendapatkan pesan terakhir
dari Almira yang mengatakan bahwa Almira ingin mengakhiri hubungannya dengannya
dan sungguh Andi tak pernah mengharapkan itu terjadi, Dia sudah sangat
mencintai Almira dan sulit untuk melepaskan Almira, Dia tahu bahwa apa yang
dilakukannya selama ini adalah sebuah kesalahan besar, namun itu ada alasannya
dan saat Almira mengiriminya pesan meminta mengakhiri hubungan Mereka Andi
sadar bahwa apapun alasannya, Dirinya sudah mempermainkan hati Almira. Berulang
kali Andi menelfon, mengirim pesan memohon kepada Almira agar mengurungkan
niatnya,dan tak kunjung di balas, hingga akhirnya Dia memutuskan untuk datang
ke rumah Almira namun yang Dia dapati adalah kabar dari asisten rumah tangga Almira
yang mengatakan bahwa Almira masuk rumah sakit.
“Kak Alvin..”
“Andi??”
“Almira dimana??” Alvin hanya diam,
tak berani berucap.
“Kak..”
“Almira koma, jantungnya sangat
lemah...” mata Andi membola tak percaya.
“Maksudnya??”
“Selama ini Almira sakit, dan
bodohnya Aku sebagai Kakak kandungnya gak tahu kalau Almira begitu menderita,
bahkan yang Aku lihat Almira bahagia saat bersamamu, meskipun Kamu udah
berulang kali menyakitinya,”
“Kakak Kandung?? Bukannya Kakak
Cuma..”
“Kakak kelas, ya Kakak kelas.. Aku
tak mau mengakuinya sebagai adik, dan tempo hari saat Kamu melihatku berdua
bersama Almira, saat itu Aku tahu kalau Almira sakit, dan sejak melihat Almira
menangis saat Kamu pergi meninggalkannya, dan saat melihat Almira selalu
tersenyum dan bahagia saat Bersamamu, Aku sadar bahwa yang selama ini Aku
lakukan adalah kesalahan besar, seharusnya Aku membelanya, menjadi sandarannya,
namun pada kenyataannya Dia menanggungnya sendiri,”
“Almira.. Aku mencintainya??”
“Cinta?? Kalau cinta kenapa Kamu menyakitinya?
Kenapa membanding – bandingkan Almira dengan Rena, kenapa lebih memilih
menghabiskan waktu bersama Rena dari pada sama Almira,”
“Karena.. aku hanya ingin tahu
apakah Almira akan cemburu atau tidak,”
“Cemburu itu jelas, tapi bukan gitu
caranya, Almira tetap cemburu tapi Dia tidak mengumbarnya,”
“Kenapa Almira tidak
mengatakannya??”
“Karena Almira berfikir jika diam
lebih baik dari pada kehilangan Kamu,” percakapan Mereka terpotong saat pintu
ruangan terbuka untuk kedua kalinya. Beberapa orang keluar dengan raut wajah
menyesal.
“Kami sudah berusaha, Tapi Almira
sudah tidak bisa diselamatkan,” tubuh Andi mematung, dengan sigap Andi berlari
ke dalam dan menemukan kekasihnya sudah terbujur kaku, dengan bergetar Andi
membuka kain yang menutupi wajah Almira.
“Al... Kita masih punya waktu
setengah jam lagi untuk kemarin, bangun Al.. bangun Kita ulangi dari awal, saat
Aku merasakan cinta dari Kamu Al.. Ku mohon bangun Al.. Kamu Cuma lagi tidur
kan?? Bangun sayang.. bangun..” Andi terus mengguncang tubuh Almira, memanggil
nama kekasihnya berharap kekasihnya itu menjawab kemudian memeluknya.
“Al... maafin Kakak,”. Alvin jatuh
terduduk, lututnya terasa lemas, air mata menetes deras di pipinya, sungguh
saat itu Dia memohon, kali ini saja Tuhan memberikan kesempatan kedua kepadanya
namun Penyesalan tinggalah penyesalan. Hidupmu,, sudah menyatu bersama hidupku,
Almira.
When i feel love,
i am happy, and pleasure,
despite the fact that grief is being hugged..
Saat aku merasakan cinta,
Aku senang dan bahagia
Meskipun sebenarnya kesedihan sedang memelukku..
The End
#Khichand_Lee
Tidak ada komentar:
Posting Komentar