Kamis, 19 November 2015

When I Feel Love


            Suasana kelas masih ramai saat seseorang melangkah masuk membaur bersama keramaian yang merusak gendang telinga, menghampiri kesunyian yang tak terusik di pojokan kelas, kemudian duduk disamping kesunyian itu.
“An, nanti sore main Yuk!!”
“Aku sibuk,” Andi sang sunyi itu tak menghadap gadis itu, masih asik bersama kesunyiannya dengan setumpuk tugas. Gadis itu, Almira mendesah sabar.
“Ya sudah, biarkan Aku menemanimu,”
“Itu akan mengganggu,”
“Andi...”
“Pergilah,”
“Baiklah, maaf Aku mengganggumu, Take Care” Andi mengangguk acuh membiarkan Almira, kekasihnya selama beberapa bulan ini pergi dari kelasnya, setelah memastikan jika Almira sudah pergi Andi tersenyum tipis memandang potret seseorang di sela bukunya.
“Aku merindukannya, dan mungkin tak akan pernah bisa melupakannya meskipun Aku sudah bersamamu Al... maafkan Aku” gumamnya dalam hati. Andi menerawang bayangan wajah Almira, saat pertama kali melihat wajah Almira yang sangat mirip dengan masa lalunya yang bahkan sampai saat ini masih segar dalam ingatannya. Andi tersentak saat merasakan ponselnya bergetar dan Dia tersenyum manis saat tahu siapa yang mengiriminya pesan. Almira menyenderkan tubuhnya di dinding kelas, tubuhnya terasa sangat lemas, akhir – akhir ini kesehatannya menurun, dan Dia tahu betul kenapa, sejenak Almira menoleh ke arah kekasihnya berada, tengah tersenyum manis menatap ponselnya, Almira tersenyum tipis air matanya menetes, dengan segera Dia menyekanya kemudian melangkah perlahan dengan tubuh yang terasa sudah sangat lemas, tiba – tiba Dia merasa bahwa bumi bergoyang hingga akhirnya gelap.
            Almira membuka matanya pelan, dan wajah Andi yang tengah sumringah membaca pesan diponselnya yang pertama kali dilihatnya.
“An..”
“Ekh, udah sadar?? Kamu kenapa sih?? Kalau sakit gak usah sekolah, nyusahin aja,”
“Aku tiba – tiba sakit,”
“Kalau sakit ngapain kluyuran?? Jadinya gini kan?? Nyusahin orang, jadilah kaya Rena, Dia gak pernah nyusahin Aku,”
“Aku tahu, maaf boleh Aku meminjam ponselmu?? Aku akan menelfon Ayah untuk menjemputku,”
“Kamu ini, Kamu gak tahu kalau Aku lagi smsan sama Rena?? Nih naik taksi aja,” Andi melempar selembar uang seratus ribu tepat di wajah Almira, kemudian meninggalkan Almira sendiri, Almira mendesah saat samar mendengar percakapan lewat telfon antara Andi dengan Rena, membuat air matanya menetes, rasanya terlalu menyakitkan.
            Almira sedang duduk santai di perpustakaan saat Alvin, sang Kakak yang merupakan Kakak kelasnya itu datang menghampirinya.
“Ada apa Kak??”
“Kamu itu bodoh atau gimana sih?? Liat tuh si Andi lagi jalan sama cewak lain, dan Kamu masih santai – santai disini??”
“Owh Rena, Dia sahabat Andi Kak,”
“Al.. udah cukup kamu dibodohi Mama sama Papa, udah cukup Kamu dibodohi sama Kak Fadli, Kak Rina dan Kakak Al...”
“Aku gapapa kok Kak, toh Kakak masih peduli sama Aku,”
“Al...!!”
“Kenapa?? Buat apa Aku membela Kak, toh Aku juga akan cepat – cepat mati,” nada Almira merendah di akhir ucapannya, membuat Alvin bingung.
“Apa?? Kamu barusan ngomong apa??”
“Gak kok Kak, paling nanti Aku sama Andi akan cepat – cepat putus, dan yang memulai harus mengakhiri,”
“Al...”
“Aku gapapa Kak.. Aku pergi dulu,” Alvin memandang langkah sang adik yang terlihat tergesa, rasanya Dia sangat egois saat membiarkan sang adik di pojok – pojokkan oleh kedua orang tuanya, kedua Kakaknya dan juga dirinya, Almira selalu mengalah dengan Kakak – kakaknya, selalu patuh dengan titah kedua orang tuanya dan sebuah kata yang sempat di dengarnya dari mulut adik bungsunya itu membuatnya merasa ada yang aneh. Mati, itu yang samar di dengarnya dari mulut sang adik. Dan sekarang Almira sedang dipermainkan perasaannya oleh Andi.
“An...” Andi yang tengah bercengkrama dengan Rena menoleh, memutar bola matanya sebal.
“Ada apa??”
“Dipanggil Pak Kepsek,”
“Jangan bohong,”
“Aku gak bohong,”
“Udahlah An.. mungkin Dia bohong dan hanya iri dengan Kita,”
“Tapi An.. Aku gak bohong,”
“Akh sudahlah.. ayo pergi Ren,” Andi mengajak Rena pergi meninggalkan Almira yang mematung lelah, jengah, tatapannya lurus menatap kepergian Andi kekasihnya dengan orang masa lalu Andi, air matanya menetes mengalir melewati pipi yang kian tirus itu, Almira menunduk, menyeka air matanya, tidak, menangis hanya akan menyiksanya.
“Al..”
“Ekh.. Kakak,” Alvin meneliti wajah sang adik, kemudian menggenggam tangan sang adik, merasakan suatu hal yang aneh.
“Kalian udah putus??”
“Belum,”
“Kamu kok makin kurus yaa?? Wajah Kamu juga pucat, Kamu sakit??”
“Gak, Cuma agak pusing dikit, Aku ke kelas dulu Kak,”
“Tunggu Al...”
“Apa lagi Kak??”
“Hari ini Kamu harus pulang tepat waktu, kalau tidak,”
“Aku tahu,”
“Al..mau Kakak antar??”
“Tidak, nanti Papa sama Mama marah lagi,”
“Al.. Kamu itu Adikku,”
“Aku tahu,” Alvin menatap lurus mata adiknya, banyak luka disana, banyak kepedihan disana, dan banyak air mata yang tertahan disana, dengan lembut Alvin membawa Almira ke dalam dekapannya.
“Menangislah.. Kakak tahu Kamu sedih, Kamu terluka,” Almira memejamkan matanya, air matanya menetes dengan deras, rasanya baru kali ini Kakaknya mau memeluknya, Kakak yang bahkan di sekolah tidak mau mengakui bahwa dirinya adalah adiknya kini memeluknya.
“Kakak.... nanti kalau Andi lihat, Dia marah,”
“Aku Kakakmu,”
“Tapi yang semua orang tahu, Kak Alvin adalah Kakak kelasku, gak lebih..” Alvin terpatung, membiarkan Almira menarik diri dari pelukannya. “Maaf Kak.. Aku pergi,” Alvin memandang langkah sang adik yang terlihat lunglai, Almira benar, adiknya benar jika disini Dirinya hanya sebatas Kakak kelas untuk Almira.
            Andi menatap Almira jengah, matanya menampakkan kekesalannya pada Almira.
“Kenapa Kamu gak bilang dari tadi?”
“Aku sudah mengatakannya, tapi Kamu tidak percaya,”
“Sekarang Kamu senang Aku dihukum?? Ya ampun kenapa sih Kamu itu gak bisa kaya Rena, yang gak nyusahin dan ngrepotin orang??”
“Ya sudah, biar Aku yang menggantikan posisimu,”
“Menggantikan posisiku? Benar saja, menjaga diri sendiri aja tidak bisa,”
“Aku yang akan mengerjakan makalah itu,”
“Terserah, begitu lebih baik, Aku pulang dulu udah ditungguin Rena, Take Care ceroboh,” Almira menunduk air matanya kembali menetes, Almira terisak rasanya terlalu sakit, seharusnya Dia bisa cemburu, sebenarnya Andi menganggapnya apa? Kenapa masih peduli dengan Rena yang sudah menjadi masa lalu, sebenarnya siapa kekasih Andi, dirinya?? Atau Rena??. Almira segera berlari saat mengingat sesuatu, Dia terlambat untuk pulang.
            Almira menatap tiang bendera jengah, hari masih pagi, tapi Dia sudah mendapatkan hukuman karena terlambat dan tidak mengerjakan tugas. Tadi malam Almira hanya mengerjakan makalah milik Andi, Almira memegang perutnya yang terasa sakit, Dia belum makan sejak kemarin.
“Al...”
“Kak Alvin..” Alvin menyeret Almira ke pinggir langsung menyodorkan sebotol air mineral dan sebungkus roti.
“Aku tahu Kamu lapar,”
“Kakak...”
“Kenapa???” Alvin menoleh mendapati Andi tengah menatapnya tajam.
“Bagus ya Al... tadi pagi Kamu udah buat malu Aku dengan datang terlambat dan tidak mengerjakan tugas, dan membiarkan Aku dihina, pacarnya Ketua OSIS kok pemalas dan bodoh, Kamu suka Aku dikaya’ gituin?? Jawab !! dan sekarang Kamu dengan asik – asikan bermesraan sama Kakak kelas, Kamu anggap Aku apa sih Al...”
“Maaf, tapi..”
“Aku marah sama Kamu !!! muak !!!” Andi menepis kasar tangan Almira membuat Almira tersungkur, Almira memegang dadanya yang terasa sangat sulit untuk bernafas.
“Huk...hh” Almira mencoba bangkit namun tidak sanggup, sakit diperutnya semakin bertindak anarkis. Alvin yang melihat itu menghampiri adiknya.
“Al... Kamu gapapa kan??” Almira menggeleng, namun Alvin tidak percaya begitu saja saat melihat Almira menahan sakit, dengan wajah penuh keringat dingin dan nafas tersengal.
“Aku gapapa Kak,”
“Al.. Kita ke UKS sekarang,” Alvin menggendong tubuh Almira yang terasa ringan menuju UKS, meminta bantuan. Alvin menatap Almira yang masih meringis menahan sakit, Dia tahu kenapa adiknya begitu kesakitan.
“Al... Yang kuat yaa.. atur nafas Kamu,” air mata Almira menetes, Almira menangis membuatnya semakin susah untuk bernafas.
“Bu.. tolong Adik saya,”
“Bukannya Saya tidak mau menolong, tapi...” Alvin mengusap wajahnya kasar menatap Almira yang masih berusaha mengatur nafasnya.
“Ada apa sebenarnya??”
“Kamu tidak tahu ya?? Kalau Almira sering dibully sama teman – temannya, bahkan Almira sering dihukum karena tidak mengerjakan tugasnya, karena sibuk dengan tugas teman – temannya, Saya kasihan Saya ingin menolong tapi Saya tidak mau kehilangan pekerjaan Saya, maafkan Saya,”
“K..ak, Ak..u Gapapa kok, udah lumayan,” Alvin terdiam, tidak mengerti dengan jalan pikiran adiknya, dengan kesabaran adiknya, bahkan Almira tidak pernah bercerita padanya jika disekolah dibully, membuatnya semakin merasa bersalah.
“Kakak antar Kamu pulang,”
“Tidak nanti Papa marah, Aku akan ikut pelajaran,”
“Al...”
“Ku mohon, Aku pergi ke kelas dulu,” Alvin hanya mendesah pelan.
“Seharusnya Dia istirahat saja, kondisinya gak jauh lebih baik dari tadi,” Alvin hanya diam, tak membalas.
            Almira sedang memohon – mohon kepada Andi untuk menemaninya jalan – jalan satu jam saja sebelum akhirnya nanti Almira akan mengakhiri hubungan yang menurutnya sudah tidak sehat ini.
“Aku mohon An.. sore ini aja, sekali ini aja, Satu jam Saja An.. setelah itu terserah Kamu,”
“Aku banyak tugas Al..”
“Aku mohon An, kali ini aja,”
“Oke, Oke !! Kita berangkat sekarang,” Almira tersenyum manis meskipun ada perih lebih mendominasi.
Almira tersenyum manis, saat ini dirinya tengah berjalan – jalan di taman bersama Andi, senyum merekah dibibirnya.
“An.. makasih Aku bahagia banget hari ini bisa jalan sama Kamu,”
“Ya,”
“An.. beli es krim yuk,!!” Andi mengangguk malas, membiarkan Almira melangkah lebih dahulu menuju penjual es krim untuk membeli es krim.
“Pak, es krim coklat 2”
“Iya neng,”
“An.. Kamu kenapa sih?? Kok gelisah gitu??” tanya Almira dengan 2 es krim ditangannya.
“Ini Rena kaya’nya lagi butuh Aku banget, maaf banget yaa Aku pulang dulu,”
“Terus es krimnya??”
“Buat Kamu aja, Kamu bisa pulang sendiri kan??” wajah ceria Almira berganti wajah kecewa, menatap nanar punggung kekasihnya yang semakin menjauh, air mata menetes di pipinya, rasanya Dia baru saja merasakan kebahagiaan, namun sekarang hanya sedih yang menguasainya, sesungguhnya Dia tak meminta apapun dari siapapun, Dia hanya butuh kebahagiaannya, Dia hanya ingin di anggap, Almira memakan es krimnya dengan air mata kesedihan, rasanya terlalu sakit.
“Kenapa Tuhan?? Kenapa tak ada yang menganggapku ada?? Sudah cukup sampai disinikah usiaku?? Jika Kau mau mengundangku sekarang Aku rela Tuhan.. Aku sudah tidak sanggup dengan semuanya,” lirihnya tertahan menjatuhkan kedua es krimnya kemudian melangkah lunglai untuk pulang.

“Dari mana saja Kamu?? Keluyuran aja kerjaannya, mana hasil ulangan Kamu??” Almira menyerahkan lembar kertas ulangannya.
“Apa?? Hanya 70?? Nilai apa ini??”
“Maaf, Aku udah berusaha,”
“Pergi ke kamar, ingat gak ada makan malam dan sarapan, sebelum Kamu dapat nilai seratus,” Almira mengangguk kemudian melangkah ke kamarnya, Alvin yang saat itu tengah bermain ps dengan Kakak pertamanya menatap iba kepada Almira. Penjaga UKS itu benar, kondisi Almira tidak lebih baik, bahkan wajah Almira semakin pucat dan mungkin kondisi Almira lebih buruk dari sebelumnya.
“Vin, ngelamun ayo lanjut,”
“Aku udahan aja, capek,” Alvin segera berlalu menuju kamarnya yang kebetulan bersampingan dengan kamar Almira, sejenak pandangannya tertuju pada kamar adiknya, Alvin mendesah pelan, jujur Dia sangat khawatir.
Almira merebahkan tubuhnya yang terasa sangat lemas, tangannya meremas dadanya yang terasa sangat nyeri dan sakit, nafasnya kembali tersengal, sekujur tubuhnya terasa sangat sakit lelah dan sakit itu yang dirasakannya, dengan tertatih, Almira bangkit kemudian meraih botol obat di nakasnya, meminumnya kemudian kembali merebahkan tubuhnya, Dia butuh istirahat.
            Hari sudah menjelang siang, namun Almira tak juga muncul di sekolah, karena khawatir Alvin segera kembali untuk memastikan kondisi Almira. Dan mata Alvin membulat sempurna saat melihat adiknya sudah terpejam dengan wajah sangat pucat dan bibir memutih terkulai nyaris membiru dan detak jantung yang nyaris hilang di dekat almari.
“Al bangun Al.. bangun...” tanpa berfikir panjang, Alvin segera membawa Almira ke rumah sakit.
Alvin duduk gelisah diluar tunggu, menunggu pintu ruangan berlabel ICU itu terbuka, tubuhnya masih bergetar khawatir, kondisi saat Dirinya menemukan adiknya masih terbayang dipelupuk matanya.
“Gimana Dok??”
“Jantung Almira sangat lemah,”
“Bagaimana bisa??”
“Almira sakit jantung, dan mungkin itu disebabkan oleh tekanan batin sehingga jantung Almira bekerja secara tidak normal,”
“Lakukan apapun dok, selamatkan adik saya Dok,, Saya mohon..”
“Kami sudah berusaha, namun kondisi Almira sudah sangat lemah, harapannya untuk sadarpun sangat tipis,”
“Dok, lakukan apapun dok..  sembuhkan Almira,”
“Kami akan berusaha, saat ini kondisinya masih koma” Alvin mengacak rambutnya frustasi, air matanya menetes, Dia tidak menyangka jika Almira memiliki beban seberat itu. Andi melangkah tergesa menghampiri Alvin yang duduk frustasi, Andi mendapatkan pesan terakhir dari Almira yang mengatakan bahwa Almira ingin mengakhiri hubungannya dengannya dan sungguh Andi tak pernah mengharapkan itu terjadi, Dia sudah sangat mencintai Almira dan sulit untuk melepaskan Almira, Dia tahu bahwa apa yang dilakukannya selama ini adalah sebuah kesalahan besar, namun itu ada alasannya dan saat Almira mengiriminya pesan meminta mengakhiri hubungan Mereka Andi sadar bahwa apapun alasannya, Dirinya sudah mempermainkan hati Almira. Berulang kali Andi menelfon, mengirim pesan memohon kepada Almira agar mengurungkan niatnya,dan tak kunjung di balas, hingga akhirnya Dia memutuskan untuk datang ke rumah Almira namun yang Dia dapati adalah kabar dari asisten rumah tangga Almira yang mengatakan bahwa Almira masuk rumah sakit.
“Kak Alvin..”
“Andi??”
“Almira dimana??” Alvin hanya diam, tak berani berucap.
“Kak..”
“Almira koma, jantungnya sangat lemah...” mata Andi membola tak percaya.
“Maksudnya??”
“Selama ini Almira sakit, dan bodohnya Aku sebagai Kakak kandungnya gak tahu kalau Almira begitu menderita, bahkan yang Aku lihat Almira bahagia saat bersamamu, meskipun Kamu udah berulang kali menyakitinya,”
“Kakak Kandung?? Bukannya Kakak Cuma..”
“Kakak kelas, ya Kakak kelas.. Aku tak mau mengakuinya sebagai adik, dan tempo hari saat Kamu melihatku berdua bersama Almira, saat itu Aku tahu kalau Almira sakit, dan sejak melihat Almira menangis saat Kamu pergi meninggalkannya, dan saat melihat Almira selalu tersenyum dan bahagia saat Bersamamu, Aku sadar bahwa yang selama ini Aku lakukan adalah kesalahan besar, seharusnya Aku membelanya, menjadi sandarannya, namun pada kenyataannya Dia menanggungnya sendiri,”
“Almira.. Aku mencintainya??”
“Cinta?? Kalau cinta kenapa Kamu menyakitinya? Kenapa membanding – bandingkan Almira dengan Rena, kenapa lebih memilih menghabiskan waktu bersama Rena dari pada sama Almira,”
“Karena.. aku hanya ingin tahu apakah Almira akan cemburu atau tidak,”
“Cemburu itu jelas, tapi bukan gitu caranya, Almira tetap cemburu tapi Dia tidak mengumbarnya,”
“Kenapa Almira tidak mengatakannya??”
“Karena Almira berfikir jika diam lebih baik dari pada kehilangan Kamu,” percakapan Mereka terpotong saat pintu ruangan terbuka untuk kedua kalinya. Beberapa orang keluar dengan raut wajah menyesal.
“Kami sudah berusaha, Tapi Almira sudah tidak bisa diselamatkan,” tubuh Andi mematung, dengan sigap Andi berlari ke dalam dan menemukan kekasihnya sudah terbujur kaku, dengan bergetar Andi membuka kain yang menutupi wajah Almira.
“Al... Kita masih punya waktu setengah jam lagi untuk kemarin, bangun Al.. bangun Kita ulangi dari awal, saat Aku merasakan cinta dari Kamu Al.. Ku mohon bangun Al.. Kamu Cuma lagi tidur kan?? Bangun sayang.. bangun..” Andi terus mengguncang tubuh Almira, memanggil nama kekasihnya berharap kekasihnya itu menjawab kemudian memeluknya.
“Al... maafin Kakak,”. Alvin jatuh terduduk, lututnya terasa lemas, air mata menetes deras di pipinya, sungguh saat itu Dia memohon, kali ini saja Tuhan memberikan kesempatan kedua kepadanya namun Penyesalan tinggalah penyesalan. Hidupmu,, sudah menyatu bersama hidupku, Almira.

When i feel love,
i am happy, and pleasure,
despite the fact that grief is being hugged..
Saat aku merasakan cinta,
Aku senang dan bahagia
Meskipun sebenarnya kesedihan sedang memelukku..


The End

#Khichand_Lee

Tidak ada komentar:

Posting Komentar