April
2004
Jihan
membanting tubuhnya di ranjang, entah kenapa Dia mulai bosan dengan semuanya,
tentang setiap harinya yang tak pernah berubah, bersama Naura, mencintai Naura,
melindungi Naura dan masih banyak lagi dan semuanya hanya tentang Naura. Jihan
mendesah saat ponselnya bergetar, pesan dari Naura.
Dari
: My Angel Naura
Gx
tw knp ak mrsa bsan, jgn mrh dlu ak tx b’mksud mnyinggung,
Bgaimna
klo kta tdx b’hubngan appun slma satu hri
Yg
plg kuat yg mnag??
Gmana??
Kepada
: My Angel Naura
Setuju,
sepkat
Jihan tersenyum, ini saatnya uji coba
sejauh mana Dia mencintai Naura, dan mulai detik itu selama Dua Puluh Empat jam
ke depan Mereka tidak akan berhubungan.
Naura
turun dari sedan yang biasa mengantarnya, kemudian menelusuri koridor menuju
kelasnya, Dia mendesah pelan rasanya sangat berbeda jika berjalan sendiri dan
Naura harus kuat menjalaninya. Namun semua terasa berat setelah apa yang
terjadi hampir Dua tahun belakangan, Naura menghentikan langkahnya menatap
nanar ke depan kelasnya, terbayang kebiasaannya bersama Jihan setiap hari
mengantar ke kelas berpamitan, berpelukan dan berkata Aku mencintaimu Naura
tersenyum itu adalah kenangan manis untuknya dan tidak perlu air mata untuk
mengenang itu. Diam – diam Jihan mengikuti, entah kenapa langkah kakinya ingin
mengikuti Naura pandangannya juga lurus di mana Naura memandang, untuk hari ini
tak ada ucapan Aku mencintaimu tak ada senyuman dan siapa yang tahu jika dalam
hati Mereka sama – sama berbisik. “Bagaimana
Aku bisa menjalani hari tanpamu,”.
Bel pulang sekolah sudah berbunyi Lima
Belas menit yang lalu tapi Jihan masih duduk di motornya di parkiran memastikan
gadisnya di jemput orang yang tepat. Jihan bernafas lega saat sedan hitam yang
biasa mengantar jemput Naura sudah datang dan Naura masuk kedalamnya dengan
aman, kemudian Jihan mengendarai motornya meninggalkan parkiran, menyusul
Naura, berharap Naura tidak mendapat masalah di perjalanan. Dan pemandangan
ganjil itu membuat Sandra dan Putri mengerenyit heran.
“Lagi musuhan??”
“Gak tahu, mungkin lagi siap – siap, UN
kan bentar lagi sekitar Satu atau Dua minggu lagi Mereka akan berpisah,” Putri
mengangguk mafhum sudah tidak sabar menanti hari itu.
Naura
menatap kedua orang tuanya sedih, air mata sudah membanjiri pipinya,
kebahagiaannya karena mengetahui kedua orang tuanya pulang pupus saat Mereka
mengacuhkannya dan malah bertengkar, saling adu mulut dan saling menyalahkan.
“Mau Kamu apa sih Mas???”
“Mau Aku?? Mau Aku adalah Kamu berhenti
bekerja dan urusin Naura dengan baik,!!”
“Ya gak bisa lah, usaha Aku lagi
berkembang pesat gak bisa ditinggal gitu aja,!!” pertengkaran itu masih
berlanjut tubuh Naura merosot di pintu kamarnya, membekap mulutnya menahan
isakannya, Naura memeluk lututnya erat Dia butuh seseorang. Jihan menatap nanar
pintu gerbang rumah Naura, Dia tahu apa yang terjadi suara Pak Setiawan dan Bu
Alya terlalu keras, di ikuti suara benda pecah. Jihan mendesah Naura pasti
sedang menangis di dalam sana, menangis bersedih dan menderita gadisnya yang
sangat Dia sayang pasti tengah menangis di sana, menangis dan memanggil
namanya. Jihan menghela nafas pendek memutuskan untuk pulang. Naura masih
menangis memeluk lututnya rasanya terlalu sakit sungguh sakit. Jihan menutup
pintu kamarnya tubuhnya merosot di pintu kamarnya memegang dadanya yang terasa
sangat sakit, Jihan tidak pernah tahu semenderita apa hidup Naura sebelum ini
dan sesering apa gadis itu menangis, perlahan air matanya menetes Jihan
menyekanya lembut seakan menyeka air mata yang ada di pipi Naura, kemudian
menarik nafas dalam. Naura meraba pipinya entah kenapa Dia merasa ada yang
menyeka air matanya lembut padahal sudah jelas air mata masih deras mengalir di
pipinya. Untuk Dua Puluh Empat jam Mereka tidak saling berbagi kabar, namun
Mereka mampu merasakan apa yang terjadi, mungkin saat ini Dua Puluh Empat jam
mungkin esok lusa akan berkali – kali Dua Puluh Empat jam Mereka terpisah atau
mungkin selamanya.
Naura
masih menempelkan gagang telfonnya di telinga mendengar baik – baik apa yang di
katakan Auntynya.
“Benarkah?? Anak sahabat Aunty??”
“Iya, mungkin saat kelulusanmu nanti Dia
ke Indonesia,”
“Mau ngapain??”
“Liburan katanya, sahabat Aunty nitip sama Aunty,” Naura mengangguk tanda mengerti.
“Terus kenapa Aunty ngasih tahu Aku??”
“Rencananya, Dia mau Aunty
titipin ke Kamu,”
“Kok bisa??”
“Aunty
sibuk honey,” Naura mendesah pasrah.
“Ya sudahlah, toh masih lama..”
“Thanks
honey, see you,”
“See
You too..” Naura meletakkan gagang telfonnya, wajah gadis yang
tadi memerah karena menangis itu tampak lebih segar sekarang, senyum sudah bisa
mengembang di bibirnya di genggamannya ada sebuah bingkai foto, bingkai foto
itulah yang membuat Naura tersenyum, Naura memandang bingkai foto itu lamat –
lamat, kembali tersenyum.
“Kamu lagi apa Jihan??” gumamnya pelan
sembari mengelus – elus kaca yang melindungi potret di dalamnya, potretnya
bersama Jihan di THR.
Jihan merebahkan tubuhnya di atas
ranjang kemudian menghela nafas pendek, tersenyum, perasaannya jauh lebih baik
sekarang, itu artinya Naura sudah dalam keadaan baik, tangannya meraih sebuah
bingkai foto, kemudian tersenyum, dengan lembut jemarinya mengelus kacanya.
“Kamu lagi apa kesayangan??” gumamnya pelan mencium lembut bingkai foto itu,
fotonya bersama Naura.
Malam itu Mereka sama - sama memandang
bingkai foto kemudian tersenyum, mendesah dan mengenang tentang kisah yang
telah berlalu kisah yang telah terjadi hingga akhirnya hari ini, Dua Puluh
Empat jam tanpa kabar, tersiksa pasti iya, namun Mereka tak munafik jika Mereka
merasa nyaman karena perpisahan yang sebenarnya belum terjadi.
Pagi
ini Jihan sudah berdiri di depan pintu rumah Naura untuk menjemput gadis itu,
rasanya Dia sudah sangat rindu dengan kekasihnya itu. Naura yang baru saja
membuka pintu sampai terkejut di buatnya dan Jihan hanya terkekeh.
“Hari pertama berangkat bareng??”
“Pertama??”
“Iya pertama,” Naura mengerenyit
pasalnya ini bukan yang pertama namun yang ke entah berapa Naura tak sempat
menghitungnya.
“Pertama setelah Kita tidak saling
berhubungan selama satu abad,”
“Banyak banget??”
“Kamu tahu Aku tersiksa tanpamu, sehari
itu bagai berpuluh – puluh abad, terasa sangat lama,” Naura terkekeh pelan
membuat Jihan mau tak mau tersenyum.
“Udah yuk berangkat, udah siang” Naura
hanya mengagguk membiarkan Jihan mengamit tangannya, hari ini Mereka jalan kaki
berdua, tak memikirkan seberapa jauh tujuan Mereka yang penting Mereka tetap
bersama, itu sudah cukup untuk mengobati lelah.
“Kamu gak kangen sama Aku??”
“Kangen lah,”
“Kenapa gak mau hubungin Aku??”
“Kamu juga,”
“Terus siapa dong yang kalah??” Naura
nampak berfikir sejenak, kemudian tersenyum lebar dan berlari.
“Yang kalah yang belakang !!! wleee..”
“Naura...!!!” Jihan menggeram kesal
mengejar Naura yang sudah jauh di depan, Naura hanya tertawa melihat Jihan yang
nampak kewalahan mengejarnya. Mentari yang baru saja hadir tersenyum melihatnya
melihat tawa keduanya. Naura menjerit saat Jihan berhasil menyusulnya dan
langsung menggelitiki pinggangnya, Mereka tertawa bahagia sejenak Naura
melupakan masalah keluarganya, melupakan bayang – bayang tentang perpisahan,
melupakan semua pengandaiannya, karena sekarang Dia sadar bahagia adalah saat menikmati
hari ini, menjalani hari ini dan membuat hari ini menjadi lebih baik dari
kemarin, membuat hari ini berjalan indah dan sempurna dengan senyum yang selalu
merekah, Naura sadar ketakutan akan masa depan dengan semua pengandaiannya tak
akan membuatnya bahagia malah akan membuatnya takut menjalani setiap harinya.
Jihan masih melancarkan aksinya bahagia menurutnya adalah bagaimana Dia mampu
membuat orang disekelilingnya tersenyum, membuat orang yang disayangnya
tertawa, dengan gemas Jihan mengangkat tubuh Naura membawanya lari kemudian berputar – putar,
sejenak Jihan merasa berada di negeri dongeng menari dan berlari bersama sang
Putri di taman yang sejuk dengan bunga warna – warni diiringi suara air terjun.
Mereka bahagia meskipun sesaat, karena kelak akan ada yang lebih membahagiakan
dari itu. Namun apa yang sedang terjadi cukup membuat orang yang melihatnya
merasa iri, membuat orang yang melihatnya menggenggam lebih erat tangan
pasangannya, membuat orang yang melihatnya malu karena telah menodai cintanya,
membuat orang yang melihatnya menangis rindu karena kekasihnya telah pergi
untuk selamanya, membuat orang yang melihatnya tertawa, dan membuat orang yang
melihatnya ingin ikut berbahagia bersama, menari bersama, terakhir membuat
orang yang melihatnya merasa mantap dengan kekasihnya dan mempersuntingnya,
meski hanya sesaat tapi cukup membuat Jihan maupun Naura atau bahkan orang yang
melihatnya merasa beruntung, pagi itu berjuta ekspresi tercipta, karena sebuah
cinta dan cinta yang lain yang telah layupun ikut tumbuh bersama matahari yang
tak akan berhenti menyapa.
Sadar menjadi tontonan, Jihan menurunkan
Naura dapat terlihat dengan jelas rona merah di pipi Naura, akh.. gadis itu
sedang malu apalagi melihat tatapan orang – orang di sekelilingnya, Jihan menyodorkan
tangannya dan Naura menyambutnya dengan senang hati, Mereka berjalan
bergandengan, sesekali meloncat bersama lalu tertawa, dunia serasa milik
berdua. Bukankah Albert Einstein
pernah berkata bahwa gravitasi tidak bertanggung jawab dengan orang yang jatuh
cinta, sepertinya itu masih berlaku.
Jihan
dan Naura memasuki gerbang tepat saat bel berbunyi dan itu membuat Mereka
tertawa, dengan gemas Jihan mencubit pipi Naura, Naura hanya tertawa senang.
Dengan lembut Jihan merangkul Naura mengantar Naura menuju kelas seperti biasa,
Jihan mencium kening Naura sebelum pergi dan itu membuat pipi Naura memerah,
Jihan terkekeh pelan rasanya Dia belum puas menatap gadisnya rindu itu belum
terbayar.
“Aku kangen banget sama Kamu tahu,”
“Aku juga,”
“Aku pengen bolos,”
“Gak bisa dong,” Jihan mendesah kesal,
berjalan lunglai.
“Aku mencintaimu !!” teriakan Naura
membuat Jihan tersenyum, berbalik dan langsung memeluk Naura erat. “Aku juga
mencintaimu,” bisik Jihan lirih Naura mengangguk.
“Pergilah..”
“Oke cantik,” Naura terkekeh menggeleng
– gelengkan kepalanya, kemudian masuk ke kelasnya.
Tangan
Putri mengepal melihat itu, sedang dahi seisi kelas kecuali Putri dan Sandra
mengerenyit melihat kedatangan Naura.
“Yaelah Ra, padahal Aku udah merayakan
jomblomu lho,”
“Kok bisa??”
“Aku kira Kamu sama Jihan udah putus,”
Naura hanya terkekeh pelan, entah kenapa Dia merasa ingin selalu tertawa.
“Tidak, Re...”
“Padahal Kita double R,”
“Apanya yang double R??” tanya teman
sebangkunya Oji heran.
“Kalian manggil Aku Re, terus manggil
Naura Ra.. jadinya ReRa, eh buka Tapi Rare, ekh kok aneh yaa.. pokoknya double
R deh,” Naura terkekeh, sedang temannya Rehan dan teman sebangkunya Oji masih
asik adu mulut, dengan santai Naura duduk di kursinya.
“Udah Re.. nanti kalau tiba – tiba Jihan
nongol kaya kemarin gimana??” Rehan menghela nafas mengangguk lemas.
“Pupus harapanku.. putus asa diriku
ingin memilikimu..” Rehan bersenandung lagu dadakannya entah lagunya siapa dan
seisi kelas hanya tertawa menyorakinya. Jihan tersenyum tipis saat samar mendengar
percakapan Mereka, Jihan menghela nafas pendek mempercepat langkahnya.
“Pupus
harapanku, putus asa diriku ingin memilikimu..”
senandung yang tadi didengarnya dari Rehan masih berputar – putar di kepalanya
entah kenapa Dia merasa tersindir dengan sepenggal lirik itu, padahal sudah
jelas saat ini Dia bersama Naura namun entah kenapa Dia merasa khawatir, Jihan
mendesah menggeleng – gelengkan kepalanya mencoba fokus.
UN
hari terakhir sedang berlangsung dengan penuh perhatian Jihan tidak mengganggu
Naura barang sedetikpun dari awal hingga akhir, Dia memilih mengurusi acara
sekolah yang sebentar lagi akan di adakan dan hari ini Jihan berniat untuk
jalan – jalan bersama Naura, dengan tidak sabaran Jihan menunggu di parkiran
menanti Naura.
“Hai,” Jihan menoleh mendapati Naura
tengah tersenyum lebar padanya, dengan cepat Jihan memeluknya erat dan memutar
tubuhnya dan itu membuat Naura menjerit.
“Tiga hari tanpa Kamu itu hampa tahu..”
Naura terkekeh mencubit gemas hidung mencung Jihan membuat Jihan mau tak mau
ikut terkekeh, perlahan Jihan menurunkan tubuh Naura.
“Berat juga Kamu yaa..” pipi Naura
memerah reflek memukul lengan Jihan membuat Jihan mengaduh kemudian tertawa.
Putri dan Sandra yang melihatnya merasa iri.
“Sabar, dalam hitungan jam dan hari
Mereka akan putus,”
“Tapi Aku ragu Put,”
“Ragu??”
“Naura pasti akan berat jika memutuskan
Jihan, lihat Mereka begitu bahagia dan entah kenapa Aku merasa berdosa apabila
memisahkan Mereka,”
“Maksud Kamu?? Kamu juga sama kaya
Mereka..”
“Bukan gitu Put,”
“Gak, kalau Kamu gak mau bantu Aku bisa
sendiri,” Putri meninggalkan Sandra sendiri yang mendesah kesal entah kenapa
selalu timbul rasa bersalah saat melihat Naura dan Jihan sedang bahagia, Sandra
menghela nafas pendek memilih mundur dari medan.
“Makanya kalau lagi nangis jangan
banyakan makan,” Naura cemberut menyidekapkan kedua tangannya di depan dada.
“Kenapa?? Emang kenyataannya begitu,”
“Tubuh Kamu aja yang lembek,”
“Ngremehin, oke kalau gitu Aku pulang
dulu..”
“Lah kok Kamu sih yang ngambek, kan yang
lagi ngambek Aku,” Jihan hanya terkekeh mengacak rambut Naura gemas.
“Iya deh Aku ngalah,”
“Gitu dong, boleh diterusin gak
ngambeknya??”
“Gak boleh,”
“Ya udah,”
“Kok ya udah??”
“Gapapa, emmm.. Jihan bisa gak??
Seharian ini Kamu luangin waktu buat Aku.. jalan kaki”
“Apa sih yang gak buat Kamu, udah cantik
gini juga,”
“Kita pulang sekarang, tapi mampir
butiknya Aunty dulu ya?” Jihan hanya
mengangguk mengajak Naura menuju motornya, Motor kado ulang tahun dari Pak Arif
itu melaju diantara sibuknya suasana kota kala itu, dengan manja Naura
menyelendehkan kepalanya di punggung Jihan memejamkan matanya, menikmati
perjalanan kali ini, Jihan tersenyum meraih tangan Naura membiarkan Naura
memeluk pinggangnya erat. Untuk kali ini Dia memohon, meminta jangan ada
perpisahan di antara Mereka.
Hari
ini Mereka menghabiskan waktu berjalan – jalan menikmati suasana kota, pergi
main ke mall, main timezone dan masih banyak lagi sampai memilih dan membeli
baju baru atau boneka, pergi ke THR dan terakhir pasar malam. Seharian bersama
membuat Mereka merasa terbang tinggi, memeluk erat dan tertawa lepas, bahagia
sempurna dengan kata – kata manis tentang cinta atau menciptakan kebahagiaan
bagi siapapun yang melihatnya namun entah kenapa terasa singkat dan membuat
Mereka seakan tidak ingin terpisah seakan jika kelak Mereka berpisah akan ada
banyak kenangan yang akan di ingat, membuat bibir tersenyum dengan air mata di
pipi, naif, memang karena Mereka saling mencintai.
“Malam sayang..”
“Malam juga,” Jihan meninggalkan rumah Naura, sedang Naura
menyeka air mata yang tiba – tiba menetes. “Malam Sayang, mimpi indah” Naura
menghela nafas pendek kemudian memasuki rumah.
To Be Continued
#Khichand_Lee
Tidak ada komentar:
Posting Komentar