Kamis, 19 November 2015

The Cloudy And Rainbow (Part 11)


April 2004
            Jihan membanting tubuhnya di ranjang, entah kenapa Dia mulai bosan dengan semuanya, tentang setiap harinya yang tak pernah berubah, bersama Naura, mencintai Naura, melindungi Naura dan masih banyak lagi dan semuanya hanya tentang Naura. Jihan mendesah saat ponselnya bergetar, pesan dari Naura.
Dari : My Angel Naura
Gx tw knp ak mrsa bsan, jgn mrh dlu ak tx b’mksud mnyinggung,
Bgaimna klo kta tdx b’hubngan appun slma satu hri
Yg plg kuat yg mnag??
Gmana??

Kepada : My Angel Naura
Setuju, sepkat
Jihan tersenyum, ini saatnya uji coba sejauh mana Dia mencintai Naura, dan mulai detik itu selama Dua Puluh Empat jam ke depan Mereka tidak akan berhubungan.
            Naura turun dari sedan yang biasa mengantarnya, kemudian menelusuri koridor menuju kelasnya, Dia mendesah pelan rasanya sangat berbeda jika berjalan sendiri dan Naura harus kuat menjalaninya. Namun semua terasa berat setelah apa yang terjadi hampir Dua tahun belakangan, Naura menghentikan langkahnya menatap nanar ke depan kelasnya, terbayang kebiasaannya bersama Jihan setiap hari mengantar ke kelas berpamitan, berpelukan dan berkata Aku mencintaimu Naura tersenyum itu adalah kenangan manis untuknya dan tidak perlu air mata untuk mengenang itu. Diam – diam Jihan mengikuti, entah kenapa langkah kakinya ingin mengikuti Naura pandangannya juga lurus di mana Naura memandang, untuk hari ini tak ada ucapan Aku mencintaimu tak ada senyuman dan siapa yang tahu jika dalam hati Mereka sama – sama berbisik. “Bagaimana Aku bisa menjalani hari tanpamu,”.
Bel pulang sekolah sudah berbunyi Lima Belas menit yang lalu tapi Jihan masih duduk di motornya di parkiran memastikan gadisnya di jemput orang yang tepat. Jihan bernafas lega saat sedan hitam yang biasa mengantar jemput Naura sudah datang dan Naura masuk kedalamnya dengan aman, kemudian Jihan mengendarai motornya meninggalkan parkiran, menyusul Naura, berharap Naura tidak mendapat masalah di perjalanan. Dan pemandangan ganjil itu membuat Sandra dan Putri mengerenyit heran.
“Lagi musuhan??”
“Gak tahu, mungkin lagi siap – siap, UN kan bentar lagi sekitar Satu atau Dua minggu lagi Mereka akan berpisah,” Putri mengangguk mafhum sudah tidak sabar menanti hari itu.
            Naura menatap kedua orang tuanya sedih, air mata sudah membanjiri pipinya, kebahagiaannya karena mengetahui kedua orang tuanya pulang pupus saat Mereka mengacuhkannya dan malah bertengkar, saling adu mulut dan saling menyalahkan.
“Mau Kamu apa sih Mas???”
“Mau Aku?? Mau Aku adalah Kamu berhenti bekerja dan urusin Naura dengan baik,!!”
“Ya gak bisa lah, usaha Aku lagi berkembang pesat gak bisa ditinggal gitu aja,!!” pertengkaran itu masih berlanjut tubuh Naura merosot di pintu kamarnya, membekap mulutnya menahan isakannya, Naura memeluk lututnya erat Dia butuh seseorang. Jihan menatap nanar pintu gerbang rumah Naura, Dia tahu apa yang terjadi suara Pak Setiawan dan Bu Alya terlalu keras, di ikuti suara benda pecah. Jihan mendesah Naura pasti sedang menangis di dalam sana, menangis bersedih dan menderita gadisnya yang sangat Dia sayang pasti tengah menangis di sana, menangis dan memanggil namanya. Jihan menghela nafas pendek memutuskan untuk pulang. Naura masih menangis memeluk lututnya rasanya terlalu sakit sungguh sakit. Jihan menutup pintu kamarnya tubuhnya merosot di pintu kamarnya memegang dadanya yang terasa sangat sakit, Jihan tidak pernah tahu semenderita apa hidup Naura sebelum ini dan sesering apa gadis itu menangis, perlahan air matanya menetes Jihan menyekanya lembut seakan menyeka air mata yang ada di pipi Naura, kemudian menarik nafas dalam. Naura meraba pipinya entah kenapa Dia merasa ada yang menyeka air matanya lembut padahal sudah jelas air mata masih deras mengalir di pipinya. Untuk Dua Puluh Empat jam Mereka tidak saling berbagi kabar, namun Mereka mampu merasakan apa yang terjadi, mungkin saat ini Dua Puluh Empat jam mungkin esok lusa akan berkali – kali Dua Puluh Empat jam Mereka terpisah atau mungkin selamanya.
            Naura masih menempelkan gagang telfonnya di telinga mendengar baik – baik apa yang di katakan Auntynya.
“Benarkah?? Anak sahabat Aunty??”
“Iya, mungkin saat kelulusanmu nanti Dia ke Indonesia,”
“Mau ngapain??”
“Liburan katanya, sahabat Aunty nitip sama Aunty,” Naura mengangguk tanda mengerti.
“Terus kenapa Aunty ngasih tahu Aku??”
“Rencananya,  Dia mau Aunty titipin ke Kamu,”
“Kok bisa??”
Aunty sibuk honey,” Naura mendesah pasrah.
“Ya sudahlah, toh masih lama..”
Thanks honey, see you,”
“See You too..” Naura meletakkan gagang telfonnya, wajah gadis yang tadi memerah karena menangis itu tampak lebih segar sekarang, senyum sudah bisa mengembang di bibirnya di genggamannya ada sebuah bingkai foto, bingkai foto itulah yang membuat Naura tersenyum, Naura memandang bingkai foto itu lamat – lamat, kembali tersenyum.
“Kamu lagi apa Jihan??” gumamnya pelan sembari mengelus – elus kaca yang melindungi potret di dalamnya, potretnya bersama Jihan di THR.
Jihan merebahkan tubuhnya di atas ranjang kemudian menghela nafas pendek, tersenyum, perasaannya jauh lebih baik sekarang, itu artinya Naura sudah dalam keadaan baik, tangannya meraih sebuah bingkai foto, kemudian tersenyum, dengan lembut jemarinya mengelus kacanya. “Kamu lagi apa kesayangan??” gumamnya pelan mencium lembut bingkai foto itu, fotonya bersama Naura.
Malam itu Mereka sama - sama memandang bingkai foto kemudian tersenyum, mendesah dan mengenang tentang kisah yang telah berlalu kisah yang telah terjadi hingga akhirnya hari ini, Dua Puluh Empat jam tanpa kabar, tersiksa pasti iya, namun Mereka tak munafik jika Mereka merasa nyaman karena perpisahan yang sebenarnya belum terjadi.
            Pagi ini Jihan sudah berdiri di depan pintu rumah Naura untuk menjemput gadis itu, rasanya Dia sudah sangat rindu dengan kekasihnya itu. Naura yang baru saja membuka pintu sampai terkejut di buatnya dan Jihan hanya terkekeh.
“Hari pertama berangkat bareng??”
“Pertama??”
“Iya pertama,” Naura mengerenyit pasalnya ini bukan yang pertama namun yang ke entah berapa Naura tak sempat menghitungnya.
“Pertama setelah Kita tidak saling berhubungan selama satu abad,”
“Banyak banget??”
“Kamu tahu Aku tersiksa tanpamu, sehari itu bagai berpuluh – puluh abad, terasa sangat lama,” Naura terkekeh pelan membuat Jihan mau tak mau tersenyum.
“Udah yuk berangkat, udah siang” Naura hanya mengagguk membiarkan Jihan mengamit tangannya, hari ini Mereka jalan kaki berdua, tak memikirkan seberapa jauh tujuan Mereka yang penting Mereka tetap bersama, itu sudah cukup untuk mengobati lelah.
“Kamu gak kangen sama Aku??”
“Kangen lah,”
“Kenapa gak mau hubungin Aku??”
“Kamu juga,”
“Terus siapa dong yang kalah??” Naura nampak berfikir sejenak, kemudian tersenyum lebar dan berlari.
“Yang kalah yang belakang !!! wleee..”
“Naura...!!!” Jihan menggeram kesal mengejar Naura yang sudah jauh di depan, Naura hanya tertawa melihat Jihan yang nampak kewalahan mengejarnya. Mentari yang baru saja hadir tersenyum melihatnya melihat tawa keduanya. Naura menjerit saat Jihan berhasil menyusulnya dan langsung menggelitiki pinggangnya, Mereka tertawa bahagia sejenak Naura melupakan masalah keluarganya, melupakan bayang – bayang tentang perpisahan, melupakan semua pengandaiannya, karena sekarang Dia sadar bahagia adalah saat menikmati hari ini, menjalani hari ini dan membuat hari ini menjadi lebih baik dari kemarin, membuat hari ini berjalan indah dan sempurna dengan senyum yang selalu merekah, Naura sadar ketakutan akan masa depan dengan semua pengandaiannya tak akan membuatnya bahagia malah akan membuatnya takut menjalani setiap harinya. Jihan masih melancarkan aksinya bahagia menurutnya adalah bagaimana Dia mampu membuat orang disekelilingnya tersenyum, membuat orang yang disayangnya tertawa, dengan gemas Jihan mengangkat tubuh Naura  membawanya lari kemudian berputar – putar, sejenak Jihan merasa berada di negeri dongeng menari dan berlari bersama sang Putri di taman yang sejuk dengan bunga warna – warni diiringi suara air terjun. Mereka bahagia meskipun sesaat, karena kelak akan ada yang lebih membahagiakan dari itu. Namun apa yang sedang terjadi cukup membuat orang yang melihatnya merasa iri, membuat orang yang melihatnya menggenggam lebih erat tangan pasangannya, membuat orang yang melihatnya malu karena telah menodai cintanya, membuat orang yang melihatnya menangis rindu karena kekasihnya telah pergi untuk selamanya, membuat orang yang melihatnya tertawa, dan membuat orang yang melihatnya ingin ikut berbahagia bersama, menari bersama, terakhir membuat orang yang melihatnya merasa mantap dengan kekasihnya dan mempersuntingnya, meski hanya sesaat tapi cukup membuat Jihan maupun Naura atau bahkan orang yang melihatnya merasa beruntung, pagi itu berjuta ekspresi tercipta, karena sebuah cinta dan cinta yang lain yang telah layupun ikut tumbuh bersama matahari yang tak akan berhenti menyapa.
Sadar menjadi tontonan, Jihan menurunkan Naura dapat terlihat dengan jelas rona merah di pipi Naura, akh.. gadis itu sedang malu apalagi melihat tatapan orang – orang di sekelilingnya, Jihan menyodorkan tangannya dan Naura menyambutnya dengan senang hati, Mereka berjalan bergandengan, sesekali meloncat bersama lalu tertawa, dunia serasa milik berdua. Bukankah Albert Einstein pernah berkata bahwa gravitasi tidak bertanggung jawab dengan orang yang jatuh cinta, sepertinya itu masih berlaku.
            Jihan dan Naura memasuki gerbang tepat saat bel berbunyi dan itu membuat Mereka tertawa, dengan gemas Jihan mencubit pipi Naura, Naura hanya tertawa senang. Dengan lembut Jihan merangkul Naura mengantar Naura menuju kelas seperti biasa, Jihan mencium kening Naura sebelum pergi dan itu membuat pipi Naura memerah, Jihan terkekeh pelan rasanya Dia belum puas menatap gadisnya rindu itu belum terbayar.
“Aku kangen banget sama Kamu tahu,”
“Aku juga,”
“Aku pengen bolos,”
“Gak bisa dong,” Jihan mendesah kesal, berjalan lunglai.
“Aku mencintaimu !!” teriakan Naura membuat Jihan tersenyum, berbalik dan langsung memeluk Naura erat. “Aku juga mencintaimu,” bisik Jihan lirih Naura mengangguk.
“Pergilah..”
“Oke cantik,” Naura terkekeh menggeleng – gelengkan kepalanya, kemudian masuk ke kelasnya.
            Tangan Putri mengepal melihat itu, sedang dahi seisi kelas kecuali Putri dan Sandra mengerenyit melihat kedatangan Naura.
“Yaelah Ra, padahal Aku udah merayakan jomblomu lho,”
“Kok bisa??”
“Aku kira Kamu sama Jihan udah putus,” Naura hanya terkekeh pelan, entah kenapa Dia merasa ingin selalu tertawa.
“Tidak, Re...”
“Padahal Kita double R,”
“Apanya yang double R??” tanya teman sebangkunya Oji heran.
“Kalian manggil Aku Re, terus manggil Naura Ra.. jadinya ReRa, eh buka Tapi Rare, ekh kok aneh yaa.. pokoknya double R deh,” Naura terkekeh, sedang temannya Rehan dan teman sebangkunya Oji masih asik adu mulut, dengan santai Naura duduk di kursinya.
“Udah Re.. nanti kalau tiba – tiba Jihan nongol kaya kemarin gimana??” Rehan menghela nafas mengangguk lemas.
“Pupus harapanku.. putus asa diriku ingin memilikimu..” Rehan bersenandung lagu dadakannya entah lagunya siapa dan seisi kelas hanya tertawa menyorakinya. Jihan tersenyum tipis saat samar mendengar percakapan Mereka, Jihan menghela nafas pendek mempercepat langkahnya.
“Pupus harapanku, putus asa diriku ingin memilikimu..” senandung yang tadi didengarnya dari Rehan masih berputar – putar di kepalanya entah kenapa Dia merasa tersindir dengan sepenggal lirik itu, padahal sudah jelas saat ini Dia bersama Naura namun entah kenapa Dia merasa khawatir, Jihan mendesah menggeleng – gelengkan kepalanya mencoba fokus.
            UN hari terakhir sedang berlangsung dengan penuh perhatian Jihan tidak mengganggu Naura barang sedetikpun dari awal hingga akhir, Dia memilih mengurusi acara sekolah yang sebentar lagi akan di adakan dan hari ini Jihan berniat untuk jalan – jalan bersama Naura, dengan tidak sabaran Jihan menunggu di parkiran menanti Naura.
“Hai,” Jihan menoleh mendapati Naura tengah tersenyum lebar padanya, dengan cepat Jihan memeluknya erat dan memutar tubuhnya dan itu membuat Naura menjerit.
“Tiga hari tanpa Kamu itu hampa tahu..” Naura terkekeh mencubit gemas hidung mencung Jihan membuat Jihan mau tak mau ikut terkekeh, perlahan Jihan menurunkan tubuh Naura.
“Berat juga Kamu yaa..” pipi Naura memerah reflek memukul lengan Jihan membuat Jihan mengaduh kemudian tertawa. Putri dan Sandra yang melihatnya merasa iri.
“Sabar, dalam hitungan jam dan hari Mereka akan putus,”
“Tapi Aku ragu Put,”
“Ragu??”
“Naura pasti akan berat jika memutuskan Jihan, lihat Mereka begitu bahagia dan entah kenapa Aku merasa berdosa apabila memisahkan Mereka,”
“Maksud Kamu?? Kamu juga sama kaya Mereka..”
“Bukan gitu Put,”
“Gak, kalau Kamu gak mau bantu Aku bisa sendiri,” Putri meninggalkan Sandra sendiri yang mendesah kesal entah kenapa selalu timbul rasa bersalah saat melihat Naura dan Jihan sedang bahagia, Sandra menghela nafas pendek memilih mundur dari medan.
“Makanya kalau lagi nangis jangan banyakan makan,” Naura cemberut menyidekapkan kedua tangannya di depan dada.
“Kenapa?? Emang kenyataannya begitu,”
“Tubuh Kamu aja yang lembek,”
“Ngremehin, oke kalau gitu Aku pulang dulu..”
“Lah kok Kamu sih yang ngambek, kan yang lagi ngambek Aku,” Jihan hanya terkekeh mengacak rambut Naura gemas.
“Iya deh Aku ngalah,”
“Gitu dong, boleh diterusin gak ngambeknya??”
“Gak boleh,”
“Ya udah,”
“Kok ya udah??”
“Gapapa, emmm.. Jihan bisa gak?? Seharian ini Kamu luangin waktu buat Aku.. jalan kaki”
“Apa sih yang gak buat Kamu, udah cantik gini juga,”
“Kita pulang sekarang, tapi mampir butiknya Aunty dulu ya?” Jihan hanya mengangguk mengajak Naura menuju motornya, Motor kado ulang tahun dari Pak Arif itu melaju diantara sibuknya suasana kota kala itu, dengan manja Naura menyelendehkan kepalanya di punggung Jihan memejamkan matanya, menikmati perjalanan kali ini, Jihan tersenyum meraih tangan Naura membiarkan Naura memeluk pinggangnya erat. Untuk kali ini Dia memohon, meminta jangan ada perpisahan di antara Mereka.
            Hari ini Mereka menghabiskan waktu berjalan – jalan menikmati suasana kota, pergi main ke mall, main timezone dan masih banyak lagi sampai memilih dan membeli baju baru atau boneka, pergi ke THR dan terakhir pasar malam. Seharian bersama membuat Mereka merasa terbang tinggi, memeluk erat dan tertawa lepas, bahagia sempurna dengan kata – kata manis tentang cinta atau menciptakan kebahagiaan bagi siapapun yang melihatnya namun entah kenapa terasa singkat dan membuat Mereka seakan tidak ingin terpisah seakan jika kelak Mereka berpisah akan ada banyak kenangan yang akan di ingat, membuat bibir tersenyum dengan air mata di pipi, naif, memang karena Mereka saling mencintai.
“Malam sayang..”
“Malam juga,”  Jihan meninggalkan rumah Naura, sedang Naura menyeka air mata yang tiba – tiba menetes. “Malam Sayang, mimpi indah” Naura menghela nafas pendek kemudian memasuki rumah.

To Be Continued
#Khichand_Lee

Tidak ada komentar:

Posting Komentar