Kamis, 19 November 2015

The Cloudy And Rainbow (Part 15 *Last Part*)


Hari perpisahan, ya hari ini adalah acara perpisahan sekolah sekaligus pengumuman dan Naura akan menyelesaikan semuanya hari ini sebelum berangkat ke Yogya.
“Ra, Kamu yakin?? Mau berangkat??”
“Iya, Kamu yakin??”
“San, please deh akh, jangan menjiplak ucapan orang lain,”
“Aku hanya mengamini, menegaskan lagi,” Naura menggelengkan kepalanya melihat tingkah keduanya, Sandra kini menjadi temannya dan Binta sahabatnya.
“Udah, gapapa kok,” lerai Naura, gadis yang saat ini memakai gaun soft pink dengan pernak pernik sama yang pernah dipakainya saat ke rumah Jihan tempo hari itu terlihat sangat cantik. Mereka sengaja menggunakan tema ceria agar tidak terasa muram.
“Ra, sumpah kalau Rehan lihat Kamu cantik kebangetan kaya gini pasti bakal langsung melek,”
“Bukan Cuma Rehan Bin, cowok yang lagi gandeng ceweknyapun pasti bakal noleh,”
“Kalian berlebihan tahu gak, Aku gak lama kok habis ini mau ke Yogya,”
“Sayang banget, Kita harus pisah..”
“Maaf, Kalau kalian mau kemana??”
“Bandung.”
“Bandung?? Keren”
“Lebih kerenan Kamu kali, Paris Aku pengen..” Naura hanya tersenyum, menatap arlojinya kemudian memandang kesekeliling mencari seseorang, setelah menemukan orang yang dicarinya Naura segera menghampirinya.
“Re,” orang yang ternyata Rehan itu menoleh, menatap Naura kagum dari atas sampai bawah kemudian ke atas lagi.
“Re,” panggil Naura sekali lagi dan itu membuat Rehan menoleh.
“Kamu datang?? Aku kira enggak,”
“Datanglah, Aku kan juga sekalian mau pamitan,”
“Pamitan??”
“Iya pamitan sama Kamu, sama yang lainnya,”
“Sayang banget ya??”
“Re, hari ini Kamu tampil kan??”
“Iyalah,”
“Aku boleh minta tolong??”
“Apa??” Naura membisikkan sesuatu di telinga Rehan, sedang Rehan menganggukkan kepalanya tanda mengerti.
“Sip,”
“Makasih,” Rehan tersenyum manis.
            Acara hari itu berjalan dengan meriah dan ceria, banyak penampilan – penampilan luar biasa yang di suguhkan untuk terakhir kalinya, dan mengingat itu membuat Naura sedih. Dia ingat saat pertama kali berkenalan dengan Jihan, saat pertama kali bercanda bersama Jihan, saat Jihan menyatakan perasaannya, saat merayakan ulang tahunnya, saat merayakan ulang tahun Jihan, saat bercanda, saat berbahagia, saat bertemu Bu Salma dan Pak Arif, saat berangkat sekolah bersama Jihan, saat Jihan mengantarnya ke kelas, saat makan dikantin bersama, semuanya begitu membekas di benaknya dan itu membuat air mata Naura menetes.
“Ra, ayo!” panggilan Rehan menyadarkan Naura dari lamunannya, kemudian menyeka air matanya dan tersenyum.
“Kamu yakin gapapa??”
“Gak Re, Aku udah siap” Rehan hanya tersenyum tahu betul dengan apa yang dirasakan Naura, gadis yang hari ini menjadi pusat perhatian semua orang dengan kecantikannya, gadis yang terlihat sangat manis hari ini. Rehan mengamit tangan Naura menuju panggung, gadis itu akan mempersembahkan sesuatu untuk yang terakhir, dan Dia diminta mengiringinya sebelum akhirnya Dia bernyanyi seperti apa yang telah direncanakan. Naura menghela nafas panjang, menatap Rehan, dan Rehan mengangguk.
“Aku tahu, kehadiranku mengganggu tapi Aku ingin membacakan sesuatu, sesuatu yang ingin Aku sampaikan sedari dulu saat pertama kali Aku tahu ada cerita sedih yang menghampiriku,” Naura membuka sebuah lipatan kertas membacanya dengan tangan bergetar dengan suara iringan gitar yang dimainkan oleh Rehan, semua yang melihat dan mendengarnya terdiam, Jihan yang sedari tadi tak bisa berhenti bergerak terdiam ditempatnya memandang nanar gadis yang  masih sangat dicintainya itu, gadis dengan balutan gaun pinknya, gadis yang terlihat sangat cantik dan manis di matanya. Hampir semuanya terdiam mendengar suara lembut Naura, Naura yang membacanya dengan nada bergetar menahan tangis, dengan air mata di pipi. Jihan meraba pipinya menyeka air mata yang tiba – tiba menetes dengan lembut Jihan menyekanya, kemudian memutuskan untuk berlalu. Naura membungkukkan badannya setelah selesai membaca kemudian turun dari panggung dan pergi ke tempat di mana sedannya berada. Sedang Binta, Sandra dan Rehan hanya menghela nafas pendek tersenyum simpul.
            Naura menghela nafas pajang menatap pintu jati bercat coklat dihadapannya, pintu yang sudah sangat akrab dengannya, sekali lagi Naura menoleh ke arah sang Ibu, sedang sang Ibu mengangguk, dengan mantap Naura mengetuk pintu jati tersebut sampai terdengar suara yang sangat dikenalnya.
“Naura...” sapa sang pemilik suara saat membukakan pintu untuk Naura.
“Bunda,”
“Kamu kemana aja sayang??” Bu Salma, sang pemilik suara itu memeluk Naura.
“Maaf, kemarin Naura sakit lagi... owh iya Bun, Aku mau ngenalin seseorang,” Naura menunjuk sang Ibu, bahkan Bu Salma baru sadar jika ada seseorang selain Naura. Bu Alya tersenyum ramah.
“Alya, Ibunya Naura,”
“Salma, Bundanya Jihan, ayo masuk dulu” Mereka mengangguk mengikuti langkah Bu Salma menuju ruang tamu.
“Silahkan duduk, mau minum apa??”
“Akh, tidak usah Bun, Kami terburu – buru”
“Buru – buru,??”
“Iya, Naura mau ke Yogya” kini Bu Alya yang menjawab saat melihat Naura diam saja.
“Owh, Jihan udah tahu??” Naura menggeleng pelan.
“Loh??”
“Nanti Aku SMS aja Bun, Jihan kan sibuk banget.. Naura titip ini aja,” Naura menyerahkan sebuah kotak berwarna hijau muda dengan pita putih di atasnya.
“Ra...”
 “Naura mau pamitan sama Bunda dan minta restu sama Bunda..” Bu Salma mendesah pelan menatap lembut Naura.
“Bilangin juga ke Ayah,” Bu Salma hanya mengangguk pelan mencoba mengerti. Bu Alya tersenyum ramah kepada Bu Salma, kemudian berpamitan.
Bu Salma mendesah pelan menatap kepergian sedan hitam Naura dari pekarangan rumahnya, mungkin ini yang menyebabkan Jihan murung dan pendiam.
            Mata Jihan masih tertuju pada selembar kertas yang diberikan Rehan kepadanya menatapnya dari balik air matanya, masih teringat percakapannya dengan Sang bunda.
“Han, Kamu udah tahu kalau Naura ke Yogya??”
“Yogya?? Enggak,”
“Tadi Naura ke rumah, pamitan sebenarnya ada apa dengan kalian??”
“Kami putus,”
“Sayang sekali, mungkin di Yogya Naura akan mendapat yang lebih baik,ada titipan dari Naura di meja belajar Kamu,”
Setelah itu Jihan tak melanjutkan percakapan itu, Dia bergegas ke kamarnya membuka kertas yang diberikan Rehan padanya. Dan disinilah Dia sekarang terduduk di samping ranjang sembari menggenggam erat kertas berwarna hijau itu.
Aku ingat saat pertama kali Aku berdiri di antara Kalian,
Mengutip indahnya kata – kata yang terucap
Meretas harapan baru
Membuka buku baru,
Di tempat Ku berpijak, Aku merasakan sebuah rasa...
Rasa yang hadir mungkin untuk yang kedua
Rasa yang lagi – lagi menyiksa,
Aku ingat sebuah cerita,
Tentang dewa dan dewi..
Saat dewa telah berkata, bahwa Akulah sang dewi,
Maka...
Aku akan terbang padanya
Saat aroma kamboja menyengat
Menyebarkan duka lara
Sang dewa berkata..
Inilah sebuah cerita
Saat dewi menghilang,
Menebarkan cinta, dewa berkata
Laksanakanlah layaknya Ibu,
Saat dewa berkata, meminta
“Jadilah pendamping hidup matiku.”
Maka matilah sang dewi.

Aku membacakan sebuah cerita,
Bukan, bukan tentang dewa – dewi
Ini tentang kita,
Kita yang merajut rasa dalam asa
Kita yang bersatu, berjalan beriringan
Dan,
Telah lama Kita bersama,
Melewati Awan dan pelangi
Bergandengan melagukan syair cinta,
Menembus awan yang berjajar
Memuja kekasih dengan hujan
Saat angin membawa terbang
Disitulah cinta dipertanyakan

Saat melangkah di pelangi
Kita bergandengan melewatinya,

Saat terhempas badai,
Kita bergandengan melewatinya
Saat luka tergores dan jasad rapuh
Disitulah cinta bersemayam
Saat tangan bertautan, mengikrarkan janji
Disitulah cinta mulai dipertanyakan
Saat jarak membentang
Disitulah cinta terasa menyakitkan
Seperti dewa dewi
Bersumpah sehidup semati
Matilah sang dewi, di pangkuan sang dewa
Dan air mata membangkitkannya

Aku tak bodoh, hanya saja Aku kurang beruntung
Pupus harapanku, putus asa diriku ingin milikimu...
            Untuk saat ini baik Jihan maupun Naura masih menyimpan kuat nama orang yang sangat dicintainya, Naura menerawang ke arah luar jendela mobil, menerawang langit yang menampakkan awan hitam dengan pelanginya. Sedang Jihan masih terdiam di tempatnya memandang ke arah luar jendela kamarnya yang tirainya menari – nari membelai lembut bingkai foto yang berada di meja, foto Naura dan Jihan sedang bersama, di luar sana awan hitam berdampingan dengan pelangi, tangannya memegang sebuah earphone, saksi bisu kisah cintanya bersama Naura.
Ryan termenung di sampingnya Putri juga terdiam, Ryan menghela nafas panjang kegalauan hatinya membuatnya bimbang, Mereka hanya mampu terdiam menyadari kesalahan fatal yang telah Mereka lakukan, menghancurkan sebuah cinta demi keegoisan Mereka masing – masing.
 Kisah Mereka belum berakhir masih banyak perjalanan yang akan Mereka lalui, hingga mungkin takdir akan mempertemukan Mereka kembali dalam suasana berbeda.

End
#Khichand_Lee

Tidak ada komentar:

Posting Komentar