Jihan menuruni undakan dengan lesu,
kemudian mendudukkan diri di kursi untuk sarapan seperti biasa.
“Tidak menjemput Naura??”
“Tidak,”
“Ajak Naura ke sini lagi nak,” Jihan
mendesah meletakkan sendoknya, kemudian berdiri.
“Naura gak akan pernah berkunjung lagi,
Aku berangkat,”
“Jihan, sarapan dulu nak,” Jihan tidak
menjawab, hanya berlalu begitu saja.
“Yah... Bunda gak pernah lihat Jihan
seperti ini,”
“Karena Jihan mencintai Naura,” Bu Salma
mendesah, kemudian mengangguk pasrah.
Jihan melangkah lunglai
di koridor sekolah semangatnya menurun setelah kejadian kemarin namun entah
kenapa Jihan merasa tidak sedikitpun membenci Naura atau berniat balas
dendam,Dia tidak tahu yang Dia tahu Dia mencintai Naura.
“Han, Kita masih harus prepare lagi
kan??” teguran Hendra membuatnya mengangguk, tersenyum setelah sebelumnya
membayangkan wajah Naura semangatnya kembali seutuhnya. Sandra mendesah melihat
itu dari kejauhan, adik kelasnya itu nampak menderita tanpa Naura di sisinya, dan
itu membuatnya semakin merasa bersalah apalagi hari ini Naura tidak masuk
sekolah entah karena alasan apa, yang Dia tahu Naura menghilang tanpa kabar.
Sandra memutuskan menuju kelasnya, kelas yang sama dengan Naura dapat Dia lihat
aura murung dari teman – teman sekelasnya, ini pasti karena kejadian kemarin.
“Naura... Aku kangen sama Dia, walaupun
suka buat kaum adam berpaling tapi Dia teman yang asyik,”
“Iya bener, dasar anak baru songong itu
gara – gara Dia hubungan best couple Kita hancur,”
“Padahal Kita yakin banget kalau Naura
gak pernah berbuat seperti itu,”
“Bukan Cuma anak baru yang songong itu,
tapi juga cowok bajingan SMA 03 itu, Dia benar – benar tidak tahu cara
mencintai orang,” Sandra menghela nafas pendek saat seisi kelas sibuk
membicarakan kejadian kemarin, mungkin jika kemarin Dia ikut Dia juga akan di
benci teman sekelasnya. Saat menyadari seseorang yang ditunggunya melintas
Sandra segera mencekal tangannya.
“Bin, Aku mau bilang sama Kamu..
Kumohon,” Binta yang baru saja datang hanya mengangguk, gadis yang saat ini
memilih mengucir rambutnya itu tidak tahu apa yang terjadi kemarin, dan hanya
menurut saat Sandra menariknya ke taman belakang sekolah.
“Sebelumnya Aku minta maaf, Aku tahu
Kamu pura – pura menjauhi Naura, tapi kali ini please, hentikan sandiwara Kamu,
Naura butuh Kamu,” dahi Binta mengerenyit tak paham arah pembicaraan Sandra.
“Jihan mutusin Naura,” mata Binta
membola, tak percaya. “Serius??” Sandra mengangguk.
“Iya, dan itu karena di jebak dan
difitnah sama Putri dan Ryan, dan sedikit bantuan dariku bukan sedikit tapi
banyak, Mereka berdua yang melakukan,”
“Kalian benar – benar melakukan itu??
Gak punya hati,”
“Tapi Aku gak ikut pas eksekusi,
kejadian itu terjadi di kantin, dan yang Aku tahu baik Naura maupun Jihan sama
– sama hancur, dan hari ini Naura gak berangkat sekolah, Aku minta sama Kamu
tolong temui Naura.. kemarin Aku udah berusaha memperbaiki tapi ternyata Aku
udah sangat keterlaluan karena Naura terluka sangat parah,”
“Terus apa maksud Kamu gak ikut Mereka
pas eksekusi tapi Kamu yang udah ngrencanain?? Gak mau dibenci??”
“Bukan itu, Aku melihat Naura begitu
bahagia bersama Jihan, tertawa, tersenyum dan gak tahu kenapa Aku akan merasa
sangat bersalah, apalagi Naura gak salah apa – apa sama Aku, Cuma salah paham
gara – gara Kak Gilang dan itu sangat sepele,” Sandra menghela nafas panjang.
“Aku berusaha minta maaf, tapi kondisi Naura benar – benar labil,” Binta
menghela nafas pendek mengusap wajahnya kasar.
“Kamu tahu, Naura punya penyakit sesak
nafas, dan Kamu tahu saat tempo hari Jihan marah sama Naura dan ninggalin Naura
gara – gara Ryan, sesak nafas Naura kambuh.. dan sekarang putus sama Jihan, dan
Aku yakin putusnya bukan dengan baik – baik, Naura bisa mati...”
“Aku tidak tahu,”
“San, kalau Kamu mau berbuat sesuatu
pikir – pikir dulu, Kamu bisa jadi pembunuh,” Sandra membekap mulutnya tak
percaya, Dia tidak tahu jika akan sefatal itu akibatnya.
“Terus sekarang Kita harus apa??”
“Pergi ke rumah Naura,” Sandra
mengangguk tanda setuju.
“Lebih cepat lebih baik,”
Binta
langsung panik saat pelayan di rumah Naura memberitahu jika Naura tidak keluar
kamar sejak kemarin dan ini sudah hampir siang, dengan panik Binta mengetuk
pinta kamar Naura berharap Naura mau mendengarkannya.
“Ra buka pintunya please, Kamu jangan
siksa diri Kamu,” namun sayang di dalam Naura hanya mampu menahan sakitnya,
kemudian akhirnya kegelapan menyergapnya.
“Kita dobrak aja pintunya,” suara yang
tidak fasih bahasa indonesianya itu membuat Binta menyingkir, membiarkan pria
yang lebih tua Dua tahun darinya itu melakukan apa yang Dia mau, pria yang
jelas – jelas belum pernah Binta lihat dan kenal. Binta memanggil supir dan
satpam rumah Naura saat pria yang tidak Dia tahu namanya itu kesulitan
membukanya, dan saat pintu berhasil dibuka mata bulat itu membola melihat
kondisi Naura yang sudah tidak sadarkan diri dengan wajah pucat pasi, sedang
Sandra panik melihat keadaan Naura yang seperti ini.
“Kita harus bawa Naura ke rumah sakit,”
lagi suara dengan bahasa indonesia yang tidak fasih itu mampir di telinga Binta
dan tanpa menunggu jawaban dari Binta ataupun Sandra dan pelayan yang ada di
rumah itu pria berparas blasteran itu menggendong tubuh Naura.
“Pak, Ayo Kita harus ke rumah sakit,”
Mereka terkesiap saat lagi – lagi suara pria itu menyapa, supir segera
menyiapkan mobil pria itu membawa masuk Naura ke dalam ikut mengantar Naura,
sedang Binta dan Sandra memilih menaiki motor Sandra.
Naura
kritis dan hampir saja tidak terselamatkan apabila tidak segera di bawa ke
rumah sakit, dan itu membuat Sandra maupun Binta merasa lega sekaligus
khawatir, lega karena nyawa Naura masih bisa diselamatkan dan khawatir karena
kondisi Naura yang kritis . Binta menarik nafas sebentar kemudian tatapannya
beralih pada pria yang nampak memperhatikan Naura dari pintu ruang rawat Naura.
“Kalau boleh tahu Kamu siapa??” pria itu
menoleh, kemudian tersenyum ramah.
“Aku Rinz,”
“Siapanya Naura??”
“Aku teman barunya, baru datang ke
indonesia kemarin,”
“Teman??”
“Ya, Aunty
Sara yang membawaku kepada Naura,” Binta tersenyum menganggukkan kepalanya Dia
tahu siapa Aunty Sara.
“Kalian siapa??”
“Aku Binta, dan ini Sandra..”
“Owh, kalian satu sekolah??”
“Ya, Kamu ke indonesia ngapain??”
“Holiday,
tapi Naura sakit jadi Aku akan menunggunya sampai sembuh,”
“Rinz, apa Naura sudah mengenalmu
sangat?? Mungkin teman kecilnya,” Rinz menggeleng tersenyum ramah.
“Bukan, Aku lahir di Jerman dan besar di
Prancis tapi Aku cinta indonesia tempat kelahiran Ibuku, dan Aku belajar bahasa
indonesia dari Ibu,” Binta dan Sandra mengangguk mafhum.
“Sepertinya Kalian lelah, ini juga sudah
sore Kalian harus pulang,”
“Tidak Rinz, Naura sahabatku..”
“Aku tahu, tapi percuma dokter tidak
mengizinkan Kita menjenguknya,”
“Kau akan tetap disini??” Rinz menggaruk
tengkuknya yang tak gatal, membuat wajah tampan blasteran itu nampak lucu dan
menggemaskan.
“Aku tidak tahu jalan pulang, sedang pak
supir sudah pulang,” jawaban yang dilontarkan dengan malu – malu itu membuat
Binta dan Sandra terkekeh.
“Akan Aku hubungi Mereka untuk
menjemputmu,”
“Terima kasih,”
“Sama – sama Rinz,”
Rinz
memandang wajah Naura lemas, sudah sehari gadis itu dirawat dan tidak kunjung
membaik, dan membuka matanya membuat Rinz khawatir. Rinz sudah memberitahu
kondisi Naura kepada Sara dan Sara hanya mempu menatap keponakannya iba.
“Maaf Rinz, liburanmu tertunda,” Sara
masih membelai rambut keponakannya lembut, menatap wajah pucat itu iba, Dia
baru tahu jika Kakaknya yang tidak lain adalah Ibu Naura bercerai dengan
suaminya.
“Tidak Aunty, Aku tahu ini pasti beban berat buat Naura, bagaimanapun juga
tidak ada anak yang ingin orang tuanya bercerai dan memutuskan silaturahmi
seperti ini,” Sara tersenyum kemudian menatap wajah keponakannya sendu,
keponakannya yang belum bangun sejak kemarin.
“Aunty,
apa Naura punya special boy friend??”
“Memangnya kenapa??”
“Aku melihat sebuah bingkai foto, foto
Naura bersama seorang pria,”
“Ya, laki – laki itu bernama Jihan,”
“Kenapa Dia tidak datang??” Sara terdiam
baru menyadari kealpaan Jihan.
Ryan
termenung di bangku taman belakang SMPnya dulu sembari menghisap rokoknya,
ucapan Naura masih terngiang di otaknya, berputar – putar menghantuinya. Ryan
mendesah melempar asal rokok yang belum habis separuhnya itu, menerawang ke
sekeliling, disinilah Dia banyak menyimpan kenangan bersama Naura, kenangan
dimana Dia tertawa dan bercanda bersama Naura, dan ditempat inilah Naura
menangis karenanya, karena Dirinya lebih memilih sahabat Naura dari pada Naura
membuat gadis itu sakit hati dan patah hati.
“Seseorang
tidak akan pernah tega menyakiti hati orang yang di cintainya...” kata
– kata itu masih berputar di otaknya. Ryan sadar jika selama ini Dia hanya
menyakiti gadis itu, di saat gadis yang Dia akui sangat dicintainya itu bahagia
bersama orang lain justru Dia malah menghancurkannya dan Dia harus menerima
kenyataan bahwa Dia mencintai orang lain.
“
...dan saat ini hati yang tidak ingin Kamu sakiti adalah hati Putri,..”
Putri, nama itu adalah nama yang mengisi hari – harinya selama bersekolah di
SMA N 03 tempat sekolahnya sekarang, nama seorang gadis yang selalu ingin Dia
lindungi, yang tidak akan dibiarkannya tergores sedikitpun, yang tidak akan
membiarkan seorangpun menyakitinya. Naura benar, dirinya telah memilih hati
lain, dan perasaannya kepada Naura hanya perasaan seorang laki – laki yang
terobsesi dengan seorang gadis, hanya perasaan ingin memiliki karena apa yang
diucapkan Naura benar bahwa seseorang tidak akan pernah tega menyakiti hati
orang yang dicintainya. Bukan hanya itu mungkin orang itu akan melakukan apapun
demi orang yang dicintainya, meskipun itu harus rela melepaskan.
To Be Continued
#Khichand_Lee
Tidak ada komentar:
Posting Komentar