Februari
2003
Lama
termenung dalam kekosongan hati kini Mereka sama – sama saling mengisi dan
melengkapi kata – kata manis penuh cinta menghiasi hari – hari Mereka. Tidak
ada kepedihan, kesakitan hanya ada kebahagiaan yang berderai air mata. Hanya
ada air mata kesedihan yang merasa kalah oleh kebahagiaan dan kesedihan juga
turut berbahagia seperti janji yang telah di ikrarkan Jihan. Februari bulan
romantis, bulan cinta.
Naura tersenyum tipis
melihat pemandangan yang menyesakkan dihadapannya, Jihan tengah bercengkrama
dengan gadis lain dengan jarak yang begitu dekat, Naura memegang dadanya ada
rasa sesak dan sakit di dalamnya disana.. perasaannya terluka.
“Bukankah Aku hanya menuntunnya?
Bukankah seharusnya Aku tidak mencintainya? Bukankah Aku hanya jadi sahabatnya?
Bukankah Aku hanya mencintai Ryan?” matanya terasa panas, air mata meluncur
bebas di pipinya. Ini sakit dan Dirinya tidak pernah merasa sesakit ini tak
pernah bahkan saat dulu Ryan mengabaikannya. Hatinya tak pernah sesakit ini,
tak pernah. Naura segera berbalik arah saat Jihan melihatnya.
Jihan terkejut saat Naura menatapnya
penuh luka, gadisnya terluka dan itu karena Dirinya ada pada jarak yang sangat
dekat dengan teman perempuannya.
“Naura !!” panggilnya saat Jihan melihat
Naura berbalik dan beranjak pergi, Jihan segera menyusul takut jika Naura
berfikir yang tidak – tidak.
“Jihan !! mau kemana?” teriakan temannya
tak membuat Jihan berhenti untuk terus berlari mengejar Naura dan Jihan tahu
kemana kakinya harus melangkah.
“Ra,” panggil Jihan pelan, nafasnya
masih tersengal kemudian mengambil tempat di sisi Naura.
“Ada apa?” tanya Naura tanpa menatap Jihan.
“Jihan minta maaf sama Naura, Jihan tahu
Naura melihat Jihan tadi, Dia hanya teman Jihan, cinta Jihan hanya untuk Naura,”
“Jihan bilang apa sih?”
“Ra,” Jihan memutar tubuh Naura agar
menghadap ke arahnya, hati Jihan mencelos saat melihat jejak air mata di wajah Naura,
tidak Dirinya tidak pernah menginginkan Naura bersedih dengan segera Jihan
menyeka air mata Naura dan entah dorongan apa Jihan mencium kedua kelopak mata Naura.
“Ku mohon jangan menangis,” Naura
terdiam menatap Jihan kosong.
“Jihan, Aku tidak apa – apa, Aku percaya
sama Kamu,” Jihan mendesah pelan matanya menatap wajah terluka Naura.
“Aku serius Ra,”
“Aku lebih serius, Jihan” tatapan Jihan
melunak, tangannya menuntun Naura untuk bersandar di dadanya dan Naura bisa
merasakan detak jantung yang berdebar tak menentu, yang terasa nyaman di
telinganya.
“Aku percaya sama Kamu, Kamu gak suka
Aku percaya sama Kamu??”
“Makasih sayang, I love you” Jihan
membelai rambut Naura lembut.
“Aku juga mencintaimu... Jihan” hening,
hanya suara detak jantung Mereka yang saling beradu dan suara desir angin yang
berhembus. Jihan merenung sejenak, merasa beruntung memiliki kekasih seperti Naura,
kemudian tersenyum simpul, Jihan ingin menghapus ekspresi terluka itu dari
wajah Naura, gadisnya, Nauranya.
Naura
menatap arlojinya jengah, merasa heran dengan Jihan yang tak kunjung datang.
“Jihan kemana sih?” tanyanya kepada
siapapun dan Dia tak mendapat jawaban. Terang saja hari sudah sore sekolah
sudah sepi dan ponselnya lagi – lagi mati. Senyum Naura mengembang saat melihat
Jihan dengan motor bebeknya, tangannya Dia sidekapkan di dada pura – pura
kesal.
“Yah.. jangan ngambek dong,” Naura tak
membalas, jujur Naura ingin tertawa saat melihat ekspresi memelas Jihan.
“Ra..” Naura memalingkan wajahnya.
“Ra..”
“Naura sayangku...”
“Gak usah gombal, Kamu tahu Aku hampir
lumutan nungguin Kamu tahu gak,!”
“Tapi sekarang gak kan?” Naura
mendengus, merasa sangat kesal.
“Aku ngomong bener kan ?? toh sekarang
kamu gak lumutan,” Jihan berkata sembari menaik turunkan alisnya.
“Ayolah.. maafkan Aku Nauraku..”
“Gak !!”
“Yah... yaudah kalau gitu..” Naura
terkejut saat tiba – tiba Jihan mencium pipinya, matanya membola pipinya terasa
panas.
“Ikh..!!” Naura mencubit pinggang Jihan
“Kamu nakal yaa... lancang banget sih?”
“Haha.. biarin! Aku paling suka kalau
liat pipi Kamu merah kaya tomat, haha... Ampun sakit ! sakit Ra,!”
“Biarin, biar tahu rasa,!” Jihan
menggenggam tangan Naura menatap gadisnya lembut.
“Udah sayang.. sakit tahu,” Naura tak membalas
“Selamat ulang tahun cintaku, Nauraku,
sayangku..” pipi Naura semakin memerah, bibirnya melengkungkan senyuman manis.
“Semoga hubungan Kita langgeng, Kamu jadi semakin dewasa dan cinta sama Aku,” Naura
mengangguk, air matanya menetes.
“Ekh, kok nangis?”
“Aku bahagia, sangat bahagia..makasih Jihan”
Jihan mendekap Naura erat, Naura semakin mengeratkan pelukannya bahunya
bergetar menahan tangis, Jihan juga mendekap erat Naura, air matanya menetes
meskipun bibirnya melengkungkan senyum.
“Kamu nangis Jihan?”
“Gak kok,”
“Bohong,”
“Kamu juga nangis kan?” Mereka
melepaskan pelukan Mereka, Jihan meraih tangan Naura menggenggamnya.
“Kita telah disatukan atas nama cinta,
hati Kita udah bersatu saat Kamu nangis Aku juga ikut menangis, saat Kamu
bahagia Aku juga ikut bahagia, saat Kamu sakit Aku juga sakit, saat hati Kamu
terluka hatiku juga terluka, saat ada seseorang yang nyakitin Kamu maka Aku
juga ikut sakit, saat Kamu menderita Aku juga menderita, begitu sebaliknya jika
Aku bahagia Kamu bahagia dan seterusnya.. selamanya akan begitu,”
“Makasih, Jihan” Mereka kembali
berpelukan erat, seakan hari itu adalah hari terakhir Mereka bersama, batin
Mereka sama – sama takut, takut kehilangan orang yang saat ini ada di dekapan
Mereka.
“Gak
capek apa berdiri terus? Duduk yuk !” Mereka melepaskan pelukan Mereka kemudian
terkekeh dan duduk di teras kelas.
“Owh iya, Aku ada sesuatu buat Kamu,” Jihan
bangkit menuju motornya mengambil tas kresek yang Dia simpan di stang motornya,
lalu kembali menghampiri Naura dan menyerahkannya kepada Naura. Dengan heran Naura
menerimanya kemudian membukanya.
“Juara satu lomba mewarnai? Kamu telat
gara – gara ikut lomba mewarnai?”
“Kamu yang menang”
“Aku? Kapan Aku ikut lomba mewarnai?”
“Kalau baca itu jangan nanggung, di
bawahnya masih ada tuh, juara satu mewarnai hidup Jihan,”
“Haa..?” Naura melongo “Maksudnya??”
“Selama ini hidup Aku memiliki warna –
warna indah karena kehadiran Kamu, dan Aku merasa Kamu pantas mendapatkannya,
buka dong..”
“Tunggu – tunggu, jadi... maksudnya
apa?”
“Naura sayangku, selama ini Kamu udah
jadi pelangi buat Aku, menghiasi hari – hariku dan Aku ingin memberimu hadiah,
jangan lihat harganya yaa.. lihat dari siapa Kamu mendapatkannya,” Naura
tertegun sesaat kemudian membuka bungkus berisi kotak sepatu itu, kemudian
tersenyum saat melihat isi kotak sepatunya. Ada Tiga benda disana, sebuah
bingkai foto yang terdapat potret Naura dan Jihan berlatar belakang taman hiburan.
“Ini foto Kita di THR?”
“Iya, baguskan?” Naura mengangguk,
jemarinya meraba hiasan – hiasan timbul di sekeliling bingkai.
“Suka?” Naura mengangguk meletakkan
kembali bingkai foto tersebut, kemudian mengambil benda yang kedua, sebuah jam
beker berbentuk lambang hati berwarna
hijau.
“Kok hijau? Gak pink?”
“Hijau itu warna kesuburan, Aku berharap
cinta Kita akan tumbuh subur dan selalu seperti itu,”
“Aku jug, sekarang cinta itu mulai
tumbuh subur,” Jihan terkekeh mengacak rambut Naura dan mau tak mau membuat Naura
ikut terkekeh, Naura meletakkan kembali jam wekernya kemudian mengambil benda
terakhir dahi Naura berkerut, heran.
“Celengan?”
“Ya. Ada Dua satu di Kamu satu lagi di
Aku, bingkainya juga.. terus kuncinya juga ada Dua, dan Kita tukar jadi..” Jihan
merogoh sakunya dan mengeluarkan isinya. “Gantelan...” mata Naura berbinar.
“Lucu banget..”
“Suka?”
“Banget,” Jihan tersenyum merangkul bahu
Naura,
“Kalau Kita mau sesuatu Kita ambil dari
celengan ini, Kita kumpulin sama – sama, Kita pikul sama – sama,” Naura
mengangguk menatap Jihan yang juga tengah menatapnya.
“Makasih buat semuanya,” Jihan tersenyum
manis.
“Sama – sama,” Mereka tersenyum bahagia
dengan telaten Naura memasukkan lagi benda – bendanya dengan rapi dan
membungkusnya lagi.
“Udah hampir malam, pulang yuk!”
“Ayo,” tangan Mereka saling bertautan,
Mereka bahagia yaa bahagia.
To Be Continued
#Khichand_Lee
Tidak ada komentar:
Posting Komentar