Kamis, 19 November 2015

The Cloudy And Rainbow (Part 3)


Februari 2003
            Lama termenung dalam kekosongan hati kini Mereka sama – sama saling mengisi dan melengkapi kata – kata manis penuh cinta menghiasi hari – hari Mereka. Tidak ada kepedihan, kesakitan hanya ada kebahagiaan yang berderai air mata. Hanya ada air mata kesedihan yang merasa kalah oleh kebahagiaan dan kesedihan juga turut berbahagia seperti janji yang telah di ikrarkan Jihan. Februari bulan romantis, bulan cinta.
Naura tersenyum tipis melihat pemandangan yang menyesakkan dihadapannya, Jihan tengah bercengkrama dengan gadis lain dengan jarak yang begitu dekat, Naura memegang dadanya ada rasa sesak dan sakit di dalamnya disana.. perasaannya terluka.
“Bukankah Aku hanya menuntunnya? Bukankah seharusnya Aku tidak mencintainya? Bukankah Aku hanya jadi sahabatnya? Bukankah Aku hanya mencintai Ryan?” matanya terasa panas, air mata meluncur bebas di pipinya. Ini sakit dan Dirinya tidak pernah merasa sesakit ini tak pernah bahkan saat dulu Ryan mengabaikannya. Hatinya tak pernah sesakit ini, tak pernah. Naura segera berbalik arah saat Jihan melihatnya.
Jihan terkejut saat Naura menatapnya penuh luka, gadisnya terluka dan itu karena Dirinya ada pada jarak yang sangat dekat dengan teman perempuannya.
“Naura !!” panggilnya saat Jihan melihat Naura berbalik dan beranjak pergi, Jihan segera menyusul takut jika Naura berfikir yang tidak – tidak.
“Jihan !! mau kemana?” teriakan temannya tak membuat Jihan berhenti untuk terus berlari mengejar Naura dan Jihan tahu kemana kakinya harus melangkah.
“Ra,” panggil Jihan pelan, nafasnya masih tersengal kemudian mengambil tempat di sisi Naura.
“Ada apa?” tanya Naura tanpa menatap Jihan.
“Jihan minta maaf sama Naura, Jihan tahu Naura melihat Jihan tadi, Dia hanya teman Jihan, cinta Jihan hanya untuk Naura,”
“Jihan bilang apa sih?”
“Ra,” Jihan memutar tubuh Naura agar menghadap ke arahnya, hati Jihan mencelos saat melihat jejak air mata di wajah Naura, tidak Dirinya tidak pernah menginginkan Naura bersedih dengan segera Jihan menyeka air mata Naura dan entah dorongan apa Jihan mencium kedua kelopak mata Naura.
“Ku mohon jangan menangis,” Naura terdiam menatap Jihan kosong.
“Jihan, Aku tidak apa – apa, Aku percaya sama Kamu,” Jihan mendesah pelan matanya menatap wajah terluka Naura.
 “Aku serius Ra,”
“Aku lebih serius, Jihan” tatapan Jihan melunak, tangannya menuntun Naura untuk bersandar di dadanya dan Naura bisa merasakan detak jantung yang berdebar tak menentu, yang terasa nyaman di telinganya.
“Aku percaya sama Kamu, Kamu gak suka Aku percaya sama Kamu??”
“Makasih sayang, I love you” Jihan membelai rambut Naura lembut.
“Aku juga mencintaimu... Jihan” hening, hanya suara detak jantung Mereka yang saling beradu dan suara desir angin yang berhembus. Jihan merenung sejenak, merasa beruntung memiliki kekasih seperti Naura, kemudian tersenyum simpul, Jihan ingin menghapus ekspresi terluka itu dari wajah Naura, gadisnya, Nauranya.
            Naura menatap arlojinya jengah, merasa heran dengan Jihan yang tak kunjung datang.
“Jihan kemana sih?” tanyanya kepada siapapun dan Dia tak mendapat jawaban. Terang saja hari sudah sore sekolah sudah sepi dan ponselnya lagi – lagi mati. Senyum Naura mengembang saat melihat Jihan dengan motor bebeknya, tangannya Dia sidekapkan di dada pura – pura kesal.
“Yah.. jangan ngambek dong,” Naura tak membalas, jujur Naura ingin tertawa saat melihat ekspresi memelas Jihan.
“Ra..” Naura memalingkan wajahnya.
“Ra..”
“Naura sayangku...”
“Gak usah gombal, Kamu tahu Aku hampir lumutan nungguin Kamu tahu gak,!”
“Tapi sekarang gak kan?” Naura mendengus, merasa sangat kesal.
“Aku ngomong bener kan ?? toh sekarang kamu gak lumutan,” Jihan berkata sembari menaik turunkan alisnya.
“Ayolah.. maafkan Aku Nauraku..”
“Gak !!”
“Yah... yaudah kalau gitu..” Naura terkejut saat tiba – tiba Jihan mencium pipinya, matanya membola pipinya terasa panas.
“Ikh..!!” Naura mencubit pinggang Jihan “Kamu nakal yaa... lancang banget sih?”
“Haha.. biarin! Aku paling suka kalau liat pipi Kamu merah kaya tomat, haha... Ampun sakit ! sakit Ra,!”
“Biarin, biar tahu rasa,!” Jihan menggenggam tangan Naura menatap gadisnya lembut.
“Udah sayang.. sakit tahu,” Naura tak membalas
“Selamat ulang tahun cintaku, Nauraku, sayangku..” pipi Naura semakin memerah, bibirnya melengkungkan senyuman manis. “Semoga hubungan Kita langgeng, Kamu jadi semakin dewasa dan cinta sama Aku,” Naura mengangguk, air matanya menetes.
“Ekh, kok nangis?”
“Aku bahagia, sangat bahagia..makasih Jihan” Jihan mendekap Naura erat, Naura semakin mengeratkan pelukannya bahunya bergetar menahan tangis, Jihan juga mendekap erat Naura, air matanya menetes meskipun bibirnya melengkungkan senyum.
“Kamu nangis Jihan?”
“Gak kok,”
“Bohong,”
“Kamu juga nangis kan?” Mereka melepaskan pelukan Mereka, Jihan meraih tangan Naura menggenggamnya.
“Kita telah disatukan atas nama cinta, hati Kita udah bersatu saat Kamu nangis Aku juga ikut menangis, saat Kamu bahagia Aku juga ikut bahagia, saat Kamu sakit Aku juga sakit, saat hati Kamu terluka hatiku juga terluka, saat ada seseorang yang nyakitin Kamu maka Aku juga ikut sakit, saat Kamu menderita Aku juga menderita, begitu sebaliknya jika Aku bahagia Kamu bahagia dan seterusnya.. selamanya akan begitu,”
“Makasih, Jihan” Mereka kembali berpelukan erat, seakan hari itu adalah hari terakhir Mereka bersama, batin Mereka sama – sama takut, takut kehilangan orang yang saat ini ada di dekapan Mereka.
            “Gak capek apa berdiri terus? Duduk yuk !” Mereka melepaskan pelukan Mereka kemudian terkekeh dan  duduk di teras kelas.
“Owh iya, Aku ada sesuatu buat Kamu,” Jihan bangkit menuju motornya mengambil tas kresek yang Dia simpan di stang motornya, lalu kembali menghampiri Naura dan menyerahkannya kepada Naura. Dengan heran Naura menerimanya kemudian membukanya.
“Juara satu lomba mewarnai? Kamu telat gara – gara ikut lomba mewarnai?”
“Kamu yang menang”
“Aku? Kapan Aku ikut lomba mewarnai?”
“Kalau baca itu jangan nanggung, di bawahnya masih ada tuh, juara satu mewarnai hidup Jihan,”
“Haa..?” Naura melongo “Maksudnya??”
“Selama ini hidup Aku memiliki warna – warna indah karena kehadiran Kamu, dan Aku merasa Kamu pantas mendapatkannya, buka dong..”
“Tunggu – tunggu, jadi... maksudnya apa?”
“Naura sayangku, selama ini Kamu udah jadi pelangi buat Aku, menghiasi hari – hariku dan Aku ingin memberimu hadiah, jangan lihat harganya yaa.. lihat dari siapa Kamu mendapatkannya,” Naura tertegun sesaat kemudian membuka bungkus berisi kotak sepatu itu, kemudian tersenyum saat melihat isi kotak sepatunya. Ada Tiga benda disana, sebuah bingkai foto yang terdapat potret Naura dan Jihan berlatar belakang taman hiburan.
“Ini foto Kita di THR?”
“Iya, baguskan?” Naura mengangguk, jemarinya meraba hiasan – hiasan timbul di sekeliling bingkai.
“Suka?” Naura mengangguk meletakkan kembali bingkai foto tersebut, kemudian mengambil benda yang kedua, sebuah jam beker berbentuk  lambang hati berwarna hijau.
“Kok hijau? Gak pink?”
“Hijau itu warna kesuburan, Aku berharap cinta Kita akan tumbuh subur dan selalu seperti itu,”
“Aku jug, sekarang cinta itu mulai tumbuh subur,” Jihan terkekeh mengacak rambut Naura dan mau tak mau membuat Naura ikut terkekeh, Naura meletakkan kembali jam wekernya kemudian mengambil benda terakhir dahi Naura berkerut, heran.
“Celengan?”
“Ya. Ada Dua satu di Kamu satu lagi di Aku, bingkainya juga.. terus kuncinya juga ada Dua, dan Kita tukar jadi..” Jihan merogoh sakunya dan mengeluarkan isinya. “Gantelan...” mata Naura berbinar.
“Lucu banget..”
“Suka?”
“Banget,” Jihan tersenyum merangkul bahu Naura,
“Kalau Kita mau sesuatu Kita ambil dari celengan ini, Kita kumpulin sama – sama, Kita pikul sama – sama,” Naura mengangguk menatap Jihan yang juga tengah menatapnya.
“Makasih buat semuanya,” Jihan tersenyum manis.
“Sama – sama,” Mereka tersenyum bahagia dengan telaten Naura memasukkan lagi benda – bendanya dengan rapi dan membungkusnya lagi.
“Udah hampir malam, pulang yuk!”
“Ayo,” tangan Mereka saling bertautan, Mereka bahagia yaa bahagia.

To Be Continued
#Khichand_Lee

Tidak ada komentar:

Posting Komentar