“Jangan terlalu lelah,
ingat pesan Om Rizki.” Naura hanya mengangguk lesu,
“Jadilah anak baik, oke??” lagi – lagi
Naura hanya mengangguk lesu dan itu membuat Jihan frustasi sedari tadi Dia
berbicara dan hanya direspon dengan gelengan atau anggukan.
“Sekarang kalau ngomong kena denda ya??”
tanyanya kesal, Naura menggeleng.
“Ayolah Kau ini kenapa?? Ada masalah??”
Naura tersenyum.
“Tidak, Aku tidak apa – apa sudah sana
ke kelasmu nanti terlambat,” Jihan mendesah tak mau memaksa Naura untuk
bercerita.
“Berceritalah kalau Kau sudah siap,”
“Ya, terima kasih” Jihan hanya
mengangguk kemudian berbalik menuju kelasnya. Tepat langkah kelima Jihan
meninggalkan Naura, Naura begerak gelisah dan tepat langkah ketujuh Naura
memanggil kekasihnya.
“Jihan,” Jihan menoleh membalikkan
badannya menatap kekasihnya heran. Pasalnya belum ada sepuluh langkah Dia pergi
dan Naura sudah memanggilnya.
“Aku mencintaimu,” Jihan tersenyum
kemudian mendesah pelan, merasa heran dengan kekasihnya, sejak tragedi
pingsannya Naura kemarin lusa Naura berubah jadi aneh, Jihan tersenyum
menghampiri Naura kemudian mendekapnya erat.
“Aku juga mencintaimu,” bisiknya di
telinga Naura, Dia tahu Naura tidak baik – baik saja, Naura tak membalas hanya
menikmatinya, menikmati kehangatan yang menjalar di dadanya sedikit menyurutkan
rasa takut dan gelisah yang sejak kemarin menggelayutinya.
“Percayalah padaku Sayang..” bisik Jihan
lembut membuat Naura mengangguk perlahan. Jihan melepas dekapannya mengacak
poni Naura. “Aku ke kelas dulu Aku mencintaimu,” Naura mengangguk lesu menatap
nanar punggung kekasihnya menghela nafas pendek mencoba menepis ketakutan yang
sejak kemarin melanda hatinya, Naura memutuskan untuk tidak masuk kelas dan
memilih ke perpustakaan namun niatnya Dia urungkan saat bel masuk berbunyi dengan
lemas Naura memasuki kelasnya, kelas yang mungkin akan menjadi neraka untuknya.
Jihan hanya menatap lantai putih yang
dipijaknya rasa takut dan khawatir menyeruak di dadanya, Dia tahu betul apa
yang membuat Naura tak rela saat Dia beranjak dari sisi Naura, sangat tahu jika
gadis itu membutuhkan perlindungannya, perlindungan yang selalu ingin Naura
dapat dan perlindungan yang sudah Jihan janjikan sendiri dalam hatinya.
“Kalau Kamu adalah bunga langka paling
indah, maka Aku adalah pagar yang akan melindungimu dari segala marabahaya dan
saat Aku pergi Kamu pasti akan merasa takut dan Aku tahu itu, tapi Kamu juga
harus belajar berjalan tanpaku, Naura” Jihan mendesah memejamkan matanya,
bukankah dulu yang tak mampu berjalan sendiri adalah dirinya sehingga Dia
meminta Naura untuk menemaninya?? Lalu kenapa Naura harus belajar berjalan
tanpanya?? Apa dirinya akan meninggalkan Naura? Dan menjadi orang yang tidak
tahu berterima kasih?. Jihan mendesah berat entah kenapa Dia merasa dilema dan
takut, dan entah kenapa Dia merasa akan meninggalkan Naura, cepat atau lambat.
Binta
menatap cemas pintu kelas, sebentar lagi bel dan Naura belum menampakkan diri
dan Binta menjadi cemas takut jika sesuatu yang buruk telah terjadi, sama
seperti Tiga tahun silam saat Naura tergolek lemah karena penyakit sesak
nafasnya yang menyerangnya dengan brutal dan membuat sahabat yang paling
disayanginya itu tidak bangun selama seminggu.
“Cih, tebar kemesraan” Binta menoleh
saat Putri bersuara dengan nada meremehkan, dahinya mengerenyit bingung.
“Siapa??” tanya Sandra yang duduk di
samping Putri.
“Siapa lagi kalau bukan gadis jalang
itu,” Binta mengangguk mafhum tahu siapa yang dimaksud teman barunya, dan itu
membuat Binta bernafas lega, jika Naura berangkat sekolah maka kondisinya tidak
terlalu parah dan Binta tak perlu mencemaskannya lagi. Di sebelah pintu Naura
menghela nafas pendek, merogoh sesuatu di tasnya, Dia memasang earphone di ponsel baru yang Dia minta pada Kakaknya
untuk membelikannya di Yogya Dia akan menyumpal telinganya sampai kata – kata
yang tidak patut Dia dengar tak akan Dia dengar karena dengan begitu Dia akan
merasa lebih baik, Naura menulikan telinganya, membisukan mulutnya, membutakan
matanya, dan mengunci hatinya kuat – kuat menebalkan dinding – dinding
pertahanan hatinya agar tidak terdobrak.
“Udah berani berangkat neng??” Putri
langsung bersuara saat Naura menginjakkan kakinya di ambang pintu kelas dan itu
hanya terdengar samar di telinga Naura dan Naura tak membalas langsung duduk
dikursinya.
“Kamu budek yaa??” Putri berseru lebih
keras, Naura hanya diam membuka tas dan mencari buku biologinya, pelajaran
pertama hari ini.
“Woe!! Naura!!” panggil Putri lebih
keras, Naura mendesah menoleh kearah dimana Putri berdiri dengan tangan dikedua
pinggangnya, rambut Naura yang sengaja digerai menutupi keberadaan earphone
dari Putri dan Naura hanya menatap Putri datar.
“Ada apa??” tanyanya malas.
“Ish.. Kamu itu,” Putri menahan kata –
katanya menggeram kesal kemudian kembali duduk di bangkunya dengan kesal. Naura
mengangkat bahunya acuh kembali melanjutkan aktivitasnya. Binta terdiam heran
di kursinya, menatap teman sebangkunya bingung kemudian tersenyum simpul
biasanya Naura akan langsung marah jika diperlakukan seperti itu dan mungkin
akan langsung menjambak rambut Putri seperti beberapa bulan silam saat Mereka
berjalan – jalan berdua dan tidak sengaja menabrak seseorang dan orang itu
memaki Naura dan langsung saja Naura menjambak rambut orang tersebut dan
langsung dihentikan oleh Jihan yang kebetulan lewat bersama Andre, adiknya dan
Naura dicermahi habis – habisan oleh Jihan dan sahabatnya itu hanya berkata.
“Aku
tidak suka sama orang yang suka nyolot sama Aku dengan alasan sepele, Aku
membenci Mereka tahu,” dan saat mendengar itu Dia, Jihan
dan adiknya hanya menghela nafas pasrah, Naura adalah gadis keras kepala.
“Ada apa dengannya sih?? Kenapa Dia jadi
aneh??” tanya Putri dan Sandra hanya mengangkat bahunya.
“Aku tidak tahu, mungkin Jihan sudah
memantrainya,”
“Mantra apa lagi yang digunakan pria
itu??”
“Aku tidak tahu,” pembicaraan Mereka
tidak berlanjut karena guru biologi Mereka sudah masuk kelas.
Naura tersenyum puas di tempat duduknya,
tadi sebelum Jihan benar – benar meninggalkannya, Jihan memberikan Naura
earphone,dan Naura tahu maksudnya Dia menghela nafas mengecilkan volume musik
yang disetelnya kemudian melepas earphonenya. Disampingnya binta menyikut
lengan Naura kemudian mengacungkan ibu jarinya dan membuat Naura terkekeh
kemudian memeluk teman sebangku sekaligus sahabatnya itu.
Jihan
memegang perutnya yang terasa sangat kaku, sedari tadi Jihan hanya tertawa di
kantin, di hadapan Naura yang menatapnya malas.
“Aku sungguh tidak bisa membayangkan wajahnya Ra..” Naura
kembali mendesah sebal. Jihan berhenti tertawa saat menyadari bahwa sedari tadi
Naura tidak ikut tertawa bersamanya dan malah
menatapnya malas.
“Kenapa?? Itu sangat lucu sayang..”
“Lihat, Mereka seperti ingin menelanmu
bulat – bulat,” Jihan menoleh kesekeliling kemudian tersenyum malu, dan mau tak
mau mengundang tawa Naura.
“Kini giliran Kamu yang akan ditelan
bulat – bulat,” Jihan tertawa, tangannya menggenggam erat tangan kekasihnya.
Jihan tertawa tapi matanya menatap gelisah masa depan, hatinya terus berandai
tentang masa depan, merapal tentang ketakutannya, merapal tentang
kegelisahannya, terus merapal tentang kemungkinan – kemungkinan nanti.
Pertanyaan itu akan segera terjawab Jihan, hitunglah jarimu maka ketakutanmu
itu akan ada artinya.
BRAAKK!!
Suara gebrakan meja yang keras
menghentikan tawa Mereka, dan sejenak menghentikan Jihan dari bayangan masa
depannya. Mereka menoleh, di meja tak jauh dari Mereka Putri berdiri dengan
wajah masam dan tidak tahu kapan sampai dihadapan Mereka dan menyiramkan air
berwarna kuning yang manis di atas kepala Naura, membuat mahkota indah Naura
lengket dan menebarkan bau jeruk yang manis.
“Apa – apan Kamu!!” Jihan marah, tidak
terima Naura diperlakukan seperti itu.
“Apa?? Aku tidak punya urusan denganmu
Jihan sayang,..” Jihan berdecih merasa jijik dengan panggilan itu. “Aku hanya
punya urusan dengan gadis jalang ini,” Putri menjambak rambut Naura dan membuat
Naura mengaduh, Jihan tidak terima segera menampar Putri.
“Jihan..” Putri berkata lirih melepaskan
tangannya dari rambut Naura, sedang Naura kembali merapikan rambutnya.
“Sekarang Kita Cuma sebatas Kakak dan
Adik kelas gak lebih,”
“Kamu jahat !! kenapa Kamu milih gadis
ini haa?? Dengar kalian semua gadis ini Naura yang kalian kenal ini adalah
gadis perusak hubungan orang lain!!! dan gadis perebut kekasih orang!!! berhati
– hatilah dengan pasangan kalian!!” Naura menatap tak percaya pada Putri,
menggeleng remeh.
“Jaga MULUT KAMU !!!” Jihan berteriak
marah, tidak terima. “AKU MEMUTUSKANMU KARENA KAMU SELINGKUH !!! ingat??”
menyadari keadaan yang memanas Naura segera menarik Jihan untuk pergi tidak mau
jika Jihan berubah menjadi singa liar yang buas, dan Naura tidak pernah melihat
Jihan lepas kendali atas dirinya seperti ini.
“Lepasin Naura !!!! Lepas !!!” Jihan
kalap membuat Naura panik, apalagi saat Jihan pelan menghampiri Putri dan
menepis jarak diantara Mereka, membuat dada Naura terasa terbakar.
“JIHAN!!”
“DIAM NAURA !! AKU SANGAT MARAH!!!!”
Naura memejamkan matanya tak pernah melihat Jihan yang lepas kendali. Dan mata
Naura membola saat Putri mencium bibir Jihan dan membuat Naura semakin panas.
“Jihan !!!” Naura berlari tak tahan
melihatnya, Jihan yang masih mematung tak percaya langsung menampar Putri dan
mengejar Naura, namun tangannya dicekal olah Putri yang langsung mendekapnya
erat.
“Mau kemana?? Aku tahu Kamu rindu sama
Aku,”
“Lepasin Put,!!”
“Kenapa harus lepas?? Kalau masih
disini,” Jihan mendorong tubuh Putri kasar.
“Kamu gila !! Kamu benar – benar
GILA!!!” setelah berhasil lepas dari Putri, Jihan langsung berlari mencari
Naura dan mendapati Naura sedang membersihkan rambutnya dengan air mata
berlinangan di pipi, tidak Jihan tak pernah mengharapkan kekasihnya memasang
ekspresi seperti itu, Dia benar – benar menyesal.
“Maaf, Aku benar – benar minta
maaf,”Jihan menatap cemas Naura yang kini tengah mencuci rambutnya. Naura tak
membalas masih telaten mencuci rambutnya.
“Mereka keterlaluan, dan Aku gak bisa
nerima gitu aja,” Naura mendesah menerima handuk yang disodorkan Jihan kemudian
menggosok – gosokkan rambutnya yang basah.
“Aku tahu, kalau Kamu masih sayang sama
Putri,” Jihan mendesah frustasi.
“Gak gitu Ra, Aku benar – benar benci
kepada Mereka, dan gak sedikitpun sayang pada Putri,” Naura tersenyum sinis
masih berusaha menyisir rambutnya yang sangat panjang, agak susah.
“Biar Kubantu,” Naura mengangguk
membiarkan Jihan membantu menyisir rambutnya, meskipun sebenarnya Dia masih
merasa sangat kesal sekaligus cemburu
“Kenapa Kamu berfikir seperti itu??
Kenapa Kamu beranggapan kalau Aku masih cinta sama Putri?? Semuanya hanya masa
lalu Ra..gak lebih,”
Naura tak menjawab masih menatap Jihan
yang menyisir rambutnya di cermin, kemudian menunduk, bahunya bergetar cemburu
itu rasanya terlalu sakit. Jihan membalikkan tubuh Naura, kemudian mendekapnya
Naura memberontak memukul dada Jihan dengan kepalan tangannya, Dia merasa
sangat di khianati dan hancur.
“Pukul Aku sepuas Kamu Ra, asal Kamu mau
maafin Aku,”
“Kamu gak tahu Jihan, kalau Aku merasa
sangat tersakiti, Aku cemburu Jihan, cemburu dan bahkan Aku tak tahu kalau
cemburu itu sesakit ini rasanya, Kamu jahat Jihan, jahat.. Kamu membiarkan
Bunga langka ini menjadi rapuh, Kamu membiarkan bunga langka yang lemah ini
menjadi kesakitan,” Naura masih menangis sembari memukul dada Jihan
mengeluarkan amarahnya. “Aku cemburu Jihan, karena Aku cinta sama Kamu,” Jihan
tak membalas, rasanya terlalu sakit melihat Naura yang seperti ini, Dia semakin
mendekap erat Naura membiarkan Naura menangis di dadanya.
“Maaf..” hanya itu yang dapat Dia
katakan, selebihnya hanya hati yang saling berbicara.
“Kamu jahat Jihan..” Naura melepas
dekapan Jihan mendorongnya agar menjauh darinya, kemudian berlari meninggalkan
Jihan, tak tinggal diam Jihan mengejar.
“RA!!!! Dengerin penjelasan Aku Ra..
ayolah Aku butuh Naura yang bisa mendengarkan penjelasan,!” Naura tak
menggubrisnya masih terus berlari, menghiraukan Jihan yang kewalahan
mengejarnya.
“Kamu pikir Cuma Kamu yang
merasakannya!! Aku juga sakit Ra!! Sakit yang menusuk,!! Kamu lupa !!!?? Apa
Kamu lupa kalau Aku mencintaimu dan tetap mencintaimu???” langkah Naura
terhenti, membuat Jihan bernafas lega.
“Aku mencintaimu Ra, Aku benar – benar
minta maaf dan menyesal Ra... maafkan Aku Ra, Kumohon maafkan Aku, akan Aku
turuti semua permintaan Kamu Ra, meskipun itu harus bersujud di kakimu agar
Kamu mau memaafkanku,” Naura balik badan menatap nanar Jihan yang sudah jatuh
terduduk tak jauh di hadapannya. Naura segera mendekap Jihan, membuat Jihan
nyaris terjungkal.
“Kalau ada yang merendahkanmu, apalagi
Aku yang merendahkanmu, itu sama aja Aku ngrendahin diri Aku sendiri,” Jihan
termenung sesaat. “Aku memaafkanmu,” Mereka sama – sama Diam, koridor terasa
sepi meski telinga masih mendengar gemuruhnya rasa yang bergejolak.
“Arghhh
sial!!!” Putri menggerutu kesal, saat melihat Naura dan Jihan berpelukan,
bangkit dan bergandengan menuju kamar mandi.
“Kenapa sulit sekali memisahkan
Mereka??”
“Lain kali pasti berhasil,”
“Ini udah kedua kalinya San, dan lihat
Mereka hanya bertengkar sebentar lalu berbaikan ya ampun, padahal dulu Jihan
sangat temperamen dan Aku yang selalu mengalah, tapi kenapa sekarang berbeda??”
“Kita jalanin rencana berikutnya,”
“Semoga yang ini berhasil,”
“Semoga,”
Naura
kembali ke kelas di antar Jihan, matanya masih terlihat sembab dan memerah
karena menangis tadi dan Naura menarik nafas lega saat Putri belum kembali dari
kantin, itu berarti aman. Naura melangkah santai menghampiri Binta yang tengah
duduk dikursinya, Binta yang menyadari kehadiran Naura menoleh kemudian
tersenyum, matanya menatap heran pada teman sekelasnya yang memandang Naura dan
mendengus mencium sesuatu, wangi rambut Naura yang basah.
“Ra.. sumpah rambut Kamu wangi banget,
kaya ada manis – manisnya gitu,” celetukkan teman sekelasnya membuat Naura
terkekeh.
“Jihan belum jauh dari sini lho..”
“Aku dengar itu sayang!!” suara Jihan
membuat Mereka lemas, kemudian sama – sama menatap kepergian Jihan lamat –
lamat setelah memastikan Jihan sudah pergi Mereka kembali berbincang dengan
Naura.
“Kalian terlihat seperti orang bodoh
tahu gak, gak ingat yang dirumah?? Ekh, ada apa dengan matamu??”
“Ekh ini?? Aku baru saja menangis karena
cemburu,” Binta mengerenyit saat mendengar jawaban Naura yang terdengar polos
ditelinganya.
“Bin, Kamu tidak ke kantin?? Aku tidak
melihatmu tadi?”
“Aku sedang malas keluar, tadi Aku
keluar sebentar untuk membeli minum lalu kembali ke kelas” Naura menganguk
mafhum.
“Hari ini juga ada ulangan kimia,”
“Aku tahu itu, apa Kamu mau belajar??
Aku bisa pergi,”
“Kamu ini, mau pergi kemana?? Tempat
dudukmu kan disebelahku,” Naura terkekeh kecil kemudian duduk dikursinya.
Ryan
menatap Putri yang tengah menangis tersedu, Sandra duduk disampingnya mencoba
menenangkan teman barunya.
“Rasanya sangat sakit Yan, San..”
“Sudahlah, cepat atau lambat Mereka juga
pasti akan berpisah,”
“Pokoknya Aku harus menghancurkan hidup
Naura,”
“Itu sulit, kehidupan Naura tidak
seperti apa yang Kita bayangkan bahkan sifatnya berubah akhir – akhir ini sejak
Dia tidak masuk sekolah sehari,”
“Yang Aku tahu, Naura itu sangat
cengeng, dan sensitif”
“Dan Dia tidak bisa mengontrol emosinya,
apalagi saat Kamu menjambak rambutnya Kamu pasti akan langsung di serang secara
brutal olehnya,”
“Tapi pada kenyataannya enggak San,
niatku membuat Jihan ilfil kacau,”
“Mungkin Jihan sudah pernah melihatnya,”
“Bagaimana??” pertanyaan Putri hanya
dihadiahi gelengan oleh Sandra dan Ryan.
To Be Continued
#Khichand_Lee
Tidak ada komentar:
Posting Komentar