Kamis, 19 November 2015

The Cloudy And Rainbow (Part 7)


“Jangan terlalu lelah, ingat pesan Om Rizki.” Naura hanya mengangguk lesu,
“Jadilah anak baik, oke??” lagi – lagi Naura hanya mengangguk lesu dan itu membuat Jihan frustasi sedari tadi Dia berbicara dan hanya direspon dengan gelengan atau anggukan.
“Sekarang kalau ngomong kena denda ya??” tanyanya kesal, Naura menggeleng.
“Ayolah Kau ini kenapa?? Ada masalah??” Naura tersenyum.
“Tidak, Aku tidak apa – apa sudah sana ke kelasmu nanti terlambat,” Jihan mendesah tak mau memaksa Naura untuk bercerita.
“Berceritalah kalau Kau sudah siap,”
“Ya, terima kasih” Jihan hanya mengangguk kemudian berbalik menuju kelasnya. Tepat langkah kelima Jihan meninggalkan Naura, Naura begerak gelisah dan tepat langkah ketujuh Naura memanggil kekasihnya.
“Jihan,” Jihan menoleh membalikkan badannya menatap kekasihnya heran. Pasalnya belum ada sepuluh langkah Dia pergi dan Naura sudah memanggilnya.
“Aku mencintaimu,” Jihan tersenyum kemudian mendesah pelan, merasa heran dengan kekasihnya, sejak tragedi pingsannya Naura kemarin lusa Naura berubah jadi aneh, Jihan tersenyum menghampiri Naura kemudian mendekapnya erat.
“Aku juga mencintaimu,” bisiknya di telinga Naura, Dia tahu Naura tidak baik – baik saja, Naura tak membalas hanya menikmatinya, menikmati kehangatan yang menjalar di dadanya sedikit menyurutkan rasa takut dan gelisah yang sejak kemarin menggelayutinya.
“Percayalah padaku Sayang..” bisik Jihan lembut membuat Naura mengangguk perlahan. Jihan melepas dekapannya mengacak poni Naura. “Aku ke kelas dulu Aku mencintaimu,” Naura mengangguk lesu menatap nanar punggung kekasihnya menghela nafas pendek mencoba menepis ketakutan yang sejak kemarin melanda hatinya, Naura memutuskan untuk tidak masuk kelas dan memilih ke perpustakaan namun niatnya Dia urungkan saat bel masuk berbunyi dengan lemas Naura memasuki kelasnya, kelas yang mungkin akan menjadi neraka untuknya.
Jihan hanya menatap lantai putih yang dipijaknya rasa takut dan khawatir menyeruak di dadanya, Dia tahu betul apa yang membuat Naura tak rela saat Dia beranjak dari sisi Naura, sangat tahu jika gadis itu membutuhkan perlindungannya, perlindungan yang selalu ingin Naura dapat dan perlindungan yang sudah Jihan janjikan sendiri dalam hatinya.
“Kalau Kamu adalah bunga langka paling indah, maka Aku adalah pagar yang akan melindungimu dari segala marabahaya dan saat Aku pergi Kamu pasti akan merasa takut dan Aku tahu itu, tapi Kamu juga harus belajar berjalan tanpaku, Naura” Jihan mendesah memejamkan matanya, bukankah dulu yang tak mampu berjalan sendiri adalah dirinya sehingga Dia meminta Naura untuk menemaninya?? Lalu kenapa Naura harus belajar berjalan tanpanya?? Apa dirinya akan meninggalkan Naura? Dan menjadi orang yang tidak tahu berterima kasih?. Jihan mendesah berat entah kenapa Dia merasa dilema dan takut, dan entah kenapa Dia merasa akan meninggalkan Naura, cepat atau lambat.
            Binta menatap cemas pintu kelas, sebentar lagi bel dan Naura belum menampakkan diri dan Binta menjadi cemas takut jika sesuatu yang buruk telah terjadi, sama seperti Tiga tahun silam saat Naura tergolek lemah karena penyakit sesak nafasnya yang menyerangnya dengan brutal dan membuat sahabat yang paling disayanginya itu tidak bangun selama seminggu.
“Cih, tebar kemesraan” Binta menoleh saat Putri bersuara dengan nada meremehkan, dahinya mengerenyit bingung.
“Siapa??” tanya Sandra yang duduk di samping Putri.
“Siapa lagi kalau bukan gadis jalang itu,” Binta mengangguk mafhum tahu siapa yang dimaksud teman barunya, dan itu membuat Binta bernafas lega, jika Naura berangkat sekolah maka kondisinya tidak terlalu parah dan Binta tak perlu mencemaskannya lagi. Di sebelah pintu Naura menghela nafas pendek, merogoh sesuatu di tasnya, Dia memasang earphone  di ponsel baru yang Dia minta pada Kakaknya untuk membelikannya di Yogya Dia akan menyumpal telinganya sampai kata – kata yang tidak patut Dia dengar tak akan Dia dengar karena dengan begitu Dia akan merasa lebih baik, Naura menulikan telinganya, membisukan mulutnya, membutakan matanya, dan mengunci hatinya kuat – kuat menebalkan dinding – dinding pertahanan hatinya agar tidak terdobrak.
“Udah berani berangkat neng??” Putri langsung bersuara saat Naura menginjakkan kakinya di ambang pintu kelas dan itu hanya terdengar samar di telinga Naura dan Naura tak membalas langsung duduk dikursinya.
“Kamu budek yaa??” Putri berseru lebih keras, Naura hanya diam membuka tas dan mencari buku biologinya, pelajaran pertama hari ini.
“Woe!! Naura!!” panggil Putri lebih keras, Naura mendesah menoleh kearah dimana Putri berdiri dengan tangan dikedua pinggangnya, rambut Naura yang sengaja digerai menutupi keberadaan earphone dari Putri dan Naura hanya menatap Putri datar.
“Ada apa??” tanyanya malas.
“Ish.. Kamu itu,” Putri menahan kata – katanya menggeram kesal kemudian kembali duduk di bangkunya dengan kesal. Naura mengangkat bahunya acuh kembali melanjutkan aktivitasnya. Binta terdiam heran di kursinya, menatap teman sebangkunya bingung kemudian tersenyum simpul biasanya Naura akan langsung marah jika diperlakukan seperti itu dan mungkin akan langsung menjambak rambut Putri seperti beberapa bulan silam saat Mereka berjalan – jalan berdua dan tidak sengaja menabrak seseorang dan orang itu memaki Naura dan langsung saja Naura menjambak rambut orang tersebut dan langsung dihentikan oleh Jihan yang kebetulan lewat bersama Andre, adiknya dan Naura dicermahi habis – habisan oleh Jihan dan sahabatnya itu hanya berkata.
“Aku tidak suka sama orang yang suka nyolot sama Aku dengan alasan sepele, Aku membenci Mereka tahu,” dan saat mendengar itu Dia, Jihan dan adiknya hanya menghela nafas pasrah, Naura adalah gadis keras kepala.
“Ada apa dengannya sih?? Kenapa Dia jadi aneh??” tanya Putri dan Sandra hanya mengangkat bahunya.
“Aku tidak tahu, mungkin Jihan sudah memantrainya,”
“Mantra apa lagi yang digunakan pria itu??”
“Aku tidak tahu,” pembicaraan Mereka tidak berlanjut karena guru biologi Mereka sudah masuk kelas.
Naura tersenyum puas di tempat duduknya, tadi sebelum Jihan benar – benar meninggalkannya, Jihan memberikan Naura earphone,dan Naura tahu maksudnya Dia menghela nafas mengecilkan volume musik yang disetelnya kemudian melepas earphonenya. Disampingnya binta menyikut lengan Naura kemudian mengacungkan ibu jarinya dan membuat Naura terkekeh kemudian memeluk teman sebangku sekaligus sahabatnya itu.
            Jihan memegang perutnya yang terasa sangat kaku, sedari tadi Jihan hanya tertawa di kantin, di hadapan Naura yang menatapnya malas.
“Aku sungguh tidak  bisa membayangkan wajahnya Ra..” Naura kembali mendesah sebal. Jihan berhenti tertawa saat menyadari bahwa sedari tadi Naura tidak ikut tertawa bersamanya dan malah  menatapnya malas.
“Kenapa?? Itu sangat lucu sayang..”
“Lihat, Mereka seperti ingin menelanmu bulat – bulat,” Jihan menoleh kesekeliling kemudian tersenyum malu, dan mau tak mau mengundang tawa Naura.
“Kini giliran Kamu yang akan ditelan bulat – bulat,” Jihan tertawa, tangannya menggenggam erat tangan kekasihnya. Jihan tertawa tapi matanya menatap gelisah masa depan, hatinya terus berandai tentang masa depan, merapal tentang ketakutannya, merapal tentang kegelisahannya, terus merapal tentang kemungkinan – kemungkinan nanti. Pertanyaan itu akan segera terjawab Jihan, hitunglah jarimu maka ketakutanmu itu akan ada artinya.
BRAAKK!!
Suara gebrakan meja yang keras menghentikan tawa Mereka, dan sejenak menghentikan Jihan dari bayangan masa depannya. Mereka menoleh, di meja tak jauh dari Mereka Putri berdiri dengan wajah masam dan tidak tahu kapan sampai dihadapan Mereka dan menyiramkan air berwarna kuning yang manis di atas kepala Naura, membuat mahkota indah Naura lengket dan menebarkan bau jeruk yang manis.
“Apa – apan Kamu!!” Jihan marah, tidak terima Naura diperlakukan seperti itu.
“Apa?? Aku tidak punya urusan denganmu Jihan sayang,..” Jihan berdecih merasa jijik dengan panggilan itu. “Aku hanya punya urusan dengan gadis jalang ini,” Putri menjambak rambut Naura dan membuat Naura mengaduh, Jihan tidak terima segera menampar Putri.
“Jihan..” Putri berkata lirih melepaskan tangannya dari rambut Naura, sedang Naura kembali merapikan rambutnya.
“Sekarang Kita Cuma sebatas Kakak dan Adik kelas gak lebih,”
“Kamu jahat !! kenapa Kamu milih gadis ini haa?? Dengar kalian semua gadis ini Naura yang kalian kenal ini adalah gadis perusak hubungan orang lain!!! dan gadis perebut kekasih orang!!! berhati – hatilah dengan pasangan kalian!!” Naura menatap tak percaya pada Putri, menggeleng remeh.
“Jaga MULUT KAMU !!!” Jihan berteriak marah, tidak terima. “AKU MEMUTUSKANMU KARENA KAMU SELINGKUH !!! ingat??” menyadari keadaan yang memanas Naura segera menarik Jihan untuk pergi tidak mau jika Jihan berubah menjadi singa liar yang buas, dan Naura tidak pernah melihat Jihan lepas kendali atas dirinya seperti ini.
“Lepasin Naura !!!! Lepas !!!” Jihan kalap membuat Naura panik, apalagi saat Jihan pelan menghampiri Putri dan menepis jarak diantara Mereka, membuat dada Naura terasa terbakar.
“JIHAN!!”
“DIAM NAURA !! AKU SANGAT MARAH!!!!” Naura memejamkan matanya tak pernah melihat Jihan yang lepas kendali. Dan mata Naura membola saat Putri mencium bibir Jihan dan membuat Naura semakin panas.
“Jihan !!!” Naura berlari tak tahan melihatnya, Jihan yang masih mematung tak percaya langsung menampar Putri dan mengejar Naura, namun tangannya dicekal olah Putri yang langsung mendekapnya erat.
“Mau kemana?? Aku tahu Kamu rindu sama Aku,”
“Lepasin Put,!!”
“Kenapa harus lepas?? Kalau masih disini,” Jihan mendorong tubuh Putri kasar.
“Kamu gila !! Kamu benar – benar GILA!!!” setelah berhasil lepas dari Putri, Jihan langsung berlari mencari Naura dan mendapati Naura sedang membersihkan rambutnya dengan air mata berlinangan di pipi, tidak Jihan tak pernah mengharapkan kekasihnya memasang ekspresi seperti itu, Dia benar – benar menyesal.
“Maaf, Aku benar – benar minta maaf,”Jihan menatap cemas Naura yang kini tengah mencuci rambutnya. Naura tak membalas masih telaten mencuci rambutnya.
“Mereka keterlaluan, dan Aku gak bisa nerima gitu aja,” Naura mendesah menerima handuk yang disodorkan Jihan kemudian menggosok – gosokkan rambutnya yang basah.
“Aku tahu, kalau Kamu masih sayang sama Putri,” Jihan mendesah frustasi.
“Gak gitu Ra, Aku benar – benar benci kepada Mereka, dan gak sedikitpun sayang pada Putri,” Naura tersenyum sinis masih berusaha menyisir rambutnya yang sangat panjang, agak susah.
“Biar Kubantu,” Naura mengangguk membiarkan Jihan membantu menyisir rambutnya, meskipun sebenarnya Dia masih merasa sangat kesal sekaligus cemburu
“Kenapa Kamu berfikir seperti itu?? Kenapa Kamu beranggapan kalau Aku masih cinta sama Putri?? Semuanya hanya masa lalu Ra..gak lebih,”
Naura tak menjawab masih menatap Jihan yang menyisir rambutnya di cermin, kemudian menunduk, bahunya bergetar cemburu itu rasanya terlalu sakit. Jihan membalikkan tubuh Naura, kemudian mendekapnya Naura memberontak memukul dada Jihan dengan kepalan tangannya, Dia merasa sangat di khianati dan hancur.
“Pukul Aku sepuas Kamu Ra, asal Kamu mau maafin Aku,”
“Kamu gak tahu Jihan, kalau Aku merasa sangat tersakiti, Aku cemburu Jihan, cemburu dan bahkan Aku tak tahu kalau cemburu itu sesakit ini rasanya, Kamu jahat Jihan, jahat.. Kamu membiarkan Bunga langka ini menjadi rapuh, Kamu membiarkan bunga langka yang lemah ini menjadi kesakitan,” Naura masih menangis sembari memukul dada Jihan mengeluarkan amarahnya. “Aku cemburu Jihan, karena Aku cinta sama Kamu,” Jihan tak membalas, rasanya terlalu sakit melihat Naura yang seperti ini, Dia semakin mendekap erat Naura membiarkan Naura menangis di dadanya.
“Maaf..” hanya itu yang dapat Dia katakan, selebihnya hanya hati yang saling berbicara.
“Kamu jahat Jihan..” Naura melepas dekapan Jihan mendorongnya agar menjauh darinya, kemudian berlari meninggalkan Jihan, tak tinggal diam Jihan mengejar.
“RA!!!! Dengerin penjelasan Aku Ra.. ayolah Aku butuh Naura yang bisa mendengarkan penjelasan,!” Naura tak menggubrisnya masih terus berlari, menghiraukan Jihan yang kewalahan mengejarnya.
“Kamu pikir Cuma Kamu yang merasakannya!! Aku juga sakit Ra!! Sakit yang menusuk,!! Kamu lupa !!!?? Apa Kamu lupa kalau Aku mencintaimu dan tetap mencintaimu???” langkah Naura terhenti, membuat Jihan bernafas lega.
“Aku mencintaimu Ra, Aku benar – benar minta maaf dan menyesal Ra... maafkan Aku Ra, Kumohon maafkan Aku, akan Aku turuti semua permintaan Kamu Ra, meskipun itu harus bersujud di kakimu agar Kamu mau memaafkanku,” Naura balik badan menatap nanar Jihan yang sudah jatuh terduduk tak jauh di hadapannya. Naura segera mendekap Jihan, membuat Jihan nyaris terjungkal.
“Kalau ada yang merendahkanmu, apalagi Aku yang merendahkanmu, itu sama aja Aku ngrendahin diri Aku sendiri,” Jihan termenung sesaat. “Aku memaafkanmu,” Mereka sama – sama Diam, koridor terasa sepi meski telinga masih mendengar gemuruhnya rasa yang bergejolak.
            “Arghhh sial!!!” Putri menggerutu kesal, saat melihat Naura dan Jihan berpelukan, bangkit dan bergandengan menuju kamar mandi.
“Kenapa sulit sekali memisahkan Mereka??”
“Lain kali pasti berhasil,”
“Ini udah kedua kalinya San, dan lihat Mereka hanya bertengkar sebentar lalu berbaikan ya ampun, padahal dulu Jihan sangat temperamen dan Aku yang selalu mengalah, tapi kenapa sekarang berbeda??”
“Kita jalanin rencana berikutnya,”
“Semoga yang ini berhasil,”
“Semoga,”
            Naura kembali ke kelas di antar Jihan, matanya masih terlihat sembab dan memerah karena menangis tadi dan Naura menarik nafas lega saat Putri belum kembali dari kantin, itu berarti aman. Naura melangkah santai menghampiri Binta yang tengah duduk dikursinya, Binta yang menyadari kehadiran Naura menoleh kemudian tersenyum, matanya menatap heran pada teman sekelasnya yang memandang Naura dan mendengus mencium sesuatu, wangi rambut Naura yang basah.
“Ra.. sumpah rambut Kamu wangi banget, kaya ada manis – manisnya gitu,” celetukkan teman sekelasnya membuat Naura terkekeh.
“Jihan belum jauh dari sini lho..”
“Aku dengar itu sayang!!” suara Jihan membuat Mereka lemas, kemudian sama – sama menatap kepergian Jihan lamat – lamat setelah memastikan Jihan sudah pergi Mereka kembali berbincang dengan Naura.
“Kalian terlihat seperti orang bodoh tahu gak, gak ingat yang dirumah?? Ekh, ada apa dengan matamu??”
“Ekh ini?? Aku baru saja menangis karena cemburu,” Binta mengerenyit saat mendengar jawaban Naura yang terdengar polos ditelinganya.
“Bin, Kamu tidak ke kantin?? Aku tidak melihatmu tadi?”
“Aku sedang malas keluar, tadi Aku keluar sebentar untuk membeli minum lalu kembali ke kelas” Naura menganguk mafhum.
“Hari ini juga ada ulangan kimia,”
“Aku tahu itu, apa Kamu mau belajar?? Aku bisa pergi,”
“Kamu ini, mau pergi kemana?? Tempat dudukmu kan disebelahku,” Naura terkekeh kecil kemudian duduk dikursinya.
            Ryan menatap Putri yang tengah menangis tersedu, Sandra duduk disampingnya mencoba menenangkan teman barunya.
“Rasanya sangat sakit Yan, San..”
“Sudahlah, cepat atau lambat Mereka juga pasti akan berpisah,”
“Pokoknya Aku harus menghancurkan hidup Naura,”
“Itu sulit, kehidupan Naura tidak seperti apa yang Kita bayangkan bahkan sifatnya berubah akhir – akhir ini sejak Dia tidak masuk sekolah sehari,”
“Yang Aku tahu, Naura itu sangat cengeng, dan sensitif”
“Dan Dia tidak bisa mengontrol emosinya, apalagi saat Kamu menjambak rambutnya Kamu pasti akan langsung di serang secara brutal olehnya,”
“Tapi pada kenyataannya enggak San, niatku membuat Jihan ilfil kacau,”
“Mungkin Jihan sudah pernah melihatnya,”
“Bagaimana??” pertanyaan Putri hanya dihadiahi gelengan oleh Sandra dan Ryan.

To Be Continued
#Khichand_Lee

Tidak ada komentar:

Posting Komentar