Desember
2014
Zaka masih termenung
menatap kosong ke arah luar jendela, kemudian menghela nafas pendek, rasanya
terlalu berat dan sampai saat ini pun sebuah penyesalan masih berbekas
dibenaknya. Pemandangan di luar jendela sebenarnya indah, hanya saja jika naik
kereta pemandangan yang indah itu terlalu singkat untuk dinikmati, tidak bisa
leluasa untuk menikmati anugerah Tuhan yang indah. Rasanya terlalu menyesakkan
sama seperti masa lalunya. Zaka tersenyum tipis menerawang kembali cerita
kemarin.
“Direktur,” teguran seseorang membuatnya
menoleh kemudian tersenyum ramah.
“Ada Apa??”
“Ada yang ingin bertemu dengan Anda,” Zaka
mengerenyit heran, kenapa masih ada orang yang ingin menemuinya bahkan disaat
Dia berada di kereta untuk menikmati liburannya di kampung halaman.
“Siapa??”
“Dia bilang teman lama Tuan,”
“Biarkan Dia menemuiku,” Zaka kembali
memandang kosong ke arah jendela, Dia merogoh sakunya dan mengeluarkan sesuatu,
sebuah potret usang.
“Ibu, maaf.. jika Aku tak bisa membawa
pulang Adik,” gumamnya pelan kemudian mendesah pelan, memejamkan matanya
sejenak.
“Kecil,” teguran seseorang membuat Zaka
membuka matanya, ada seseorang yang tengah menatapnya dengan cengiran khasnya, Zaka
mengamatinya sebentar.
“Ekh, kecil, jangan menyusahkan dirimu
dengan mengingatku,, hanya Aku yang memanggilmu kecil”
“Kecil??” seseorang yang merupakan
seorang pria seumuran dengan Zaka itu mengangguk.
“Kau tidak amnesia kan??” Zaka
menggeleng, “Akh Aku lupa Kau kan kecil yang pikun,” Zaka tersenyum sumringah,
hanya ada satu orang yang memanggilnya dengan panggilan menyebalkan seperti
itu.
“Andre??” Zaka memeluk pria di
hadapannya. “Sahabatku...” pria bernama Andre itu terkekeh.
“Sudah jadi direktur Kau sekarang??”
“Begitulah,”
“Dimana adikmu??” Zaka menunduk kemudian
mendesah pelan.
“Dia sudah meninggal,”
“Meninggal?? Jangan bercanda,”
“Aldo meninggal saat rehabilitasi,” Andre
ikut menunduk.
“Sayang sekali, padahal Kau sudah bisa
memenuhi apapun kebutuhannya sekarang, Aku turut berduka cita,”
“Ya, terima kasih.. Aku menyesal Dre,”
“Menyesal??” Zaka mengangguk menerawang
ke masa lalunya.
Juli
2007
Zaka baru saja
menjejakkan kakinya di Jakarta saat itu Dia bercita – cita untuk meneruskan
kuliahnya di jakarta dan mencari penghidupan dikota metropolitan itu.
“Kak, panas,” Zaka mendesah mengacak rambut
adiknya gemas,
“Kita langsung ke rumah Tante Mala,”
“Lebih cepat lebih baik, ayo Kak!!” Zaka
tersenyum menggeleng – gelengkan kepalanya melihat semangat adiknya yang sangat
tinggi.
Waktu
itu Aku tidak tahu kalau Jakarta yang di mataku luar biasa menjadi suatu
bencana, Aku tidak tahu kalau semangat dan kepolosan Aldo akan berubah drastis,
saat menapaki kehidupan keras Jakarta, Aku kira Tante Mala baik ternyata Tante
Mala berlaku sangat buruk pada Kami dan Aldo yang polos perlahan menjadi ganas,
saat Aldo mengeluh ingin pulang Aku ingin tetap tinggal karena Aku tidak tahu
kalau Aldo menderita.
“Kak, ayo pulang.. Aldo gak betah
disini,”
“Kalau mau pulang, pulang sendiri aja
sana !! Kakak banyak kerjaan,”
“Kakak egois !!!” Aldo berlari dengan
emosi, sebenarnya Dia ingin berbicara banyak tentang nasibnya, Aldo tak terima
dengan semuanya dan ingin segera pulang ke rumah dan bertemu ibunya, namun Dia
tidak tahu harus kemana.
Baru
satu tahun Zaka tinggal di jakarta, dan karena keuletannya Zaka membuka usaha
sendiri dan pergi dari rumah Tantenya.
“Untuk sementara Kita tinggal disini
dulu, Al” Aldo mengangguk malas, mengiyakan saja.
“Gue pindah gak Kak??”
“Gak usah, nanggung sekolah deket kok,”
“Lo kan udah kaya?? Gue mau minta motor
boleh??” mata Zaka membola saat mendengar ucapan Aldo yang tak sopan.
“Dimana sopan santunmu Al??”
“Di sepatu mungkin??” karena marah, Zaka
menampar pipi Aldo.
“Siapa yang ngajarin sama Kamu hah??”
Aku
sangat marah saat itu, saat Aldo berkata tidak sopan dan Aldo pergi dari rumah
dan tak kembali selama seminggu, dan bodohnya Aku tak mempedulikannya hanya
kerja, kerja uang dan uang.. yang Aku pedulikan dan Aku gak tahu apa yang
terjadi sama Aldo, Aku dipanggil ke sekolahnya dan Mereka berkata Aldo tidak
masuk sekolah seminggu dan Aku sangat murka.
“Sudah seminggu Aldo gak berangkat?? Gak
mungkin pak,”
“Tapi kenyataannya begitu Pak, adik
Bapak tidak masuk sekolah selama satu minggu,” Zaka mengepalkan tangannya, Dia
merasa sangat marah.
Aldo hanya menunduk kesal, mendengarkan
apa yang dikatakan Kakaknya.
“Kamu itu gak tahu diri tahu gak, Kakak
kerja keras buat nyekolahin Kamu, dan Kamu malah main – main gak jelas?? Mulai
sekarang Kakak akan antar jemput Kamu,”
“Gak perlu Kak, Gue udah besar Gue bisa
sendiri,”
“Kamu bilang apa tho?? Kakak bener –
bener kecewa sama Kamu!!!”
“Aku lebih kecewa sama Kakak!!” Aldo
melangkah pergi meninggalkan Kakaknya yang di selubungi amarah. “Aldo !! Aldo
!! mau kemana Kamu !!!” Zaka mengusap wajahnya kasar, merasa sangat kesal. Zaka
duduk di sofa, meremas rambutnya frustasi tak terasa air matanya
menetes,”Maafin Kakak Al..”
Esok harinya Zaka mendapati Aldo masih
tidur di kamarnya, Zaka mendesah lega kemudian mengecup dahi adiknya penuh
kasih.
“Bangun Al..” bisiknya pelan kemudian
berlalu. Setelah memastikan Kakaknya pergi Aldo bangkit menatap pintu kamarnya
nanar.
“Aku sayang sama Kakak, aarghh..” Aldo
meremas kepalanya yang terasa sangat sakit, Aldo kembali merebahkan tubuhnya
kembali, tangannya meremas seprai ranjangnya kuat – kuat.
Suatu
hari Aku di panggil kembali ke sekolah Aldo, dan kali ini Mereka bilang bahwa Aldo
ketahuan merokok dan berkelahi sesampainya di rumah Aku Cuma diam.
“Jangan ulangi lagi,” pesan Zaka sembari
mengompres luka lebam di wajah Aldo. Aldo hanya diam membiarkan Zaka melakukan
apa yang dimau.
“Istirahatlah.. Insya Allah lusa Kita
pulang,” Aldo mendongak tersenyum lebar menatap Kakaknya.
“Kamu pasti rindu Ibu,” Aldo mengangguk,
tapi kemudian meringis saat merasakan tubuhnya menggigil, kepalanya terasa
berat kemudian gelap menguasai pandangannya.
Waktu
itu Aku benar – benar gak nyangka, kalau setahun terakhir Aldo ketergantungan
sama narkoba, dan kala itu obat jahanam itu merusak beberapa organ tubuh Aldo
saat Dia sadar Aku langsung memeluknya dan meminta maaf padanya, dan
menawarkannya untuk direhabilitasi, dan Aldo menyetujuinya.
“Tapi Aku ingin ke pulang sebentar,
bukannya Kakak udah janji??” Zaka mengangguk menyetujui permintaan adiknya.
“Kami pulang dan menemui kedua orang tua
Kami dan murkalah Ayah pada Aku dan Aldo saat Aldo kambuh dan aku berkata jujur
Kami di usir, dan Ibu berkata padaku bahwa Aku harus membawa pulang Aldo dan
itu tak pernah terjadi, Aldo meninggal dalam perawatan dan saat itu Aku
berjanji bahwa Aku tidak akan mendewakan uang lagi.” Andre mengelus pundak Zaka
mencoba menguatkan.
“Dia anak yang hebat sebenarnya,
lingkungan yang tidak mendukungnya,”
“Aku kurang tepat memilih tempat yang
baik, dan sekarang hanya penyesalan yang tertinggal,”
“Sebenarnya Aldo tidak berubah Zak, Aldo
tetaplah Aldo, Aldo yang polos dan Aldo adikmu yang selalu bersemangat jauh
dari orang tua itu berat Zak,”
“Ya, dan sebenarnya Aldo belum cukup
mampu kala itu,”
“Sudahlah, yang terpenting Kamu pulang
membawa kebahagiaan,” direktur muda itu mengangguk mantap.
“Sudah hampir Enam tahun tidak bertemu
dan sekarang Kau jadi orang sukses,” Zaka hanya tersenyum, kemudian sepasang
sahabat lama itu bercengkrama, tepat di sisi Zaka seseorang duduk sembari
melihat Zaka tertawa, Zaka Kakak kebanggaannya.
The End
#Khichand_Lee
Tidak ada komentar:
Posting Komentar