Kamis, 19 November 2015

Ketika Hari Ini Lebih Baik Dari Kemarin


Desember 2014

Zaka masih termenung menatap kosong ke arah luar jendela, kemudian menghela nafas pendek, rasanya terlalu berat dan sampai saat ini pun sebuah penyesalan masih berbekas dibenaknya. Pemandangan di luar jendela sebenarnya indah, hanya saja jika naik kereta pemandangan yang indah itu terlalu singkat untuk dinikmati, tidak bisa leluasa untuk menikmati anugerah Tuhan yang indah. Rasanya terlalu menyesakkan sama seperti masa lalunya. Zaka tersenyum tipis menerawang kembali cerita kemarin.
“Direktur,” teguran seseorang membuatnya menoleh kemudian tersenyum ramah.
“Ada Apa??”
“Ada yang ingin bertemu dengan Anda,” Zaka mengerenyit heran, kenapa masih ada orang yang ingin menemuinya bahkan disaat Dia berada di kereta untuk menikmati liburannya di kampung halaman.
“Siapa??”
“Dia bilang teman lama Tuan,”
“Biarkan Dia menemuiku,” Zaka kembali memandang kosong ke arah jendela, Dia merogoh sakunya dan mengeluarkan sesuatu, sebuah potret usang.
“Ibu, maaf.. jika Aku tak bisa membawa pulang Adik,” gumamnya pelan kemudian mendesah pelan, memejamkan matanya sejenak.
“Kecil,” teguran seseorang membuat Zaka membuka matanya, ada seseorang yang tengah menatapnya dengan cengiran khasnya, Zaka mengamatinya sebentar.
“Ekh, kecil, jangan menyusahkan dirimu dengan mengingatku,, hanya Aku yang memanggilmu kecil”
“Kecil??” seseorang yang merupakan seorang pria seumuran dengan Zaka itu mengangguk.
“Kau tidak amnesia kan??” Zaka menggeleng, “Akh Aku lupa Kau kan kecil yang pikun,” Zaka tersenyum sumringah, hanya ada satu orang yang memanggilnya dengan panggilan menyebalkan seperti itu.
“Andre??” Zaka memeluk pria di hadapannya. “Sahabatku...” pria bernama Andre itu terkekeh.
“Sudah jadi direktur Kau sekarang??”
“Begitulah,”
“Dimana adikmu??” Zaka menunduk kemudian mendesah pelan.
“Dia sudah meninggal,”
“Meninggal?? Jangan bercanda,”
“Aldo meninggal saat rehabilitasi,” Andre ikut menunduk.
“Sayang sekali, padahal Kau sudah bisa memenuhi apapun kebutuhannya sekarang, Aku turut berduka cita,”
“Ya, terima kasih.. Aku menyesal Dre,”
“Menyesal??” Zaka mengangguk menerawang ke masa lalunya.

Juli 2007
            Zaka baru saja menjejakkan kakinya di Jakarta saat itu Dia bercita – cita untuk meneruskan kuliahnya di jakarta dan mencari penghidupan dikota metropolitan itu.
“Kak, panas,” Zaka mendesah mengacak rambut adiknya gemas,
“Kita langsung ke rumah Tante Mala,”
“Lebih cepat lebih baik, ayo Kak!!” Zaka tersenyum menggeleng – gelengkan kepalanya melihat semangat adiknya yang sangat tinggi.
Waktu itu Aku tidak tahu kalau Jakarta yang di mataku luar biasa menjadi suatu bencana, Aku tidak tahu kalau semangat dan kepolosan Aldo akan berubah drastis, saat menapaki kehidupan keras Jakarta, Aku kira Tante Mala baik ternyata Tante Mala berlaku sangat buruk pada Kami dan Aldo yang polos perlahan menjadi ganas, saat Aldo mengeluh ingin pulang Aku ingin tetap tinggal karena Aku tidak tahu kalau Aldo menderita.
“Kak, ayo pulang.. Aldo gak betah disini,”
“Kalau mau pulang, pulang sendiri aja sana !! Kakak banyak kerjaan,”
“Kakak egois !!!” Aldo berlari dengan emosi, sebenarnya Dia ingin berbicara banyak tentang nasibnya, Aldo tak terima dengan semuanya dan ingin segera pulang ke rumah dan bertemu ibunya, namun Dia tidak tahu harus kemana.
            Baru satu tahun Zaka tinggal di jakarta, dan karena keuletannya Zaka membuka usaha sendiri dan pergi dari rumah Tantenya.
“Untuk sementara Kita tinggal disini dulu, Al” Aldo mengangguk malas, mengiyakan saja.
“Gue pindah gak Kak??”
“Gak usah, nanggung sekolah deket kok,”
“Lo kan udah kaya?? Gue mau minta motor boleh??” mata Zaka membola saat mendengar ucapan Aldo yang tak sopan.
“Dimana sopan santunmu Al??”
“Di sepatu mungkin??” karena marah, Zaka menampar pipi Aldo.
“Siapa yang ngajarin sama Kamu hah??”
Aku sangat marah saat itu, saat Aldo berkata tidak sopan dan Aldo pergi dari rumah dan tak kembali selama seminggu, dan bodohnya Aku tak mempedulikannya hanya kerja, kerja uang dan uang.. yang Aku pedulikan dan Aku gak tahu apa yang terjadi sama Aldo, Aku dipanggil ke sekolahnya dan Mereka berkata Aldo tidak masuk sekolah seminggu dan Aku sangat murka.
“Sudah seminggu Aldo gak berangkat?? Gak mungkin pak,”
“Tapi kenyataannya begitu Pak, adik Bapak tidak masuk sekolah selama satu minggu,” Zaka mengepalkan tangannya, Dia merasa sangat marah.
Aldo hanya menunduk kesal, mendengarkan apa yang dikatakan Kakaknya.
“Kamu itu gak tahu diri tahu gak, Kakak kerja keras buat nyekolahin Kamu, dan Kamu malah main – main gak jelas?? Mulai sekarang Kakak akan antar jemput Kamu,”
“Gak perlu Kak, Gue udah besar Gue bisa sendiri,”
“Kamu bilang apa tho?? Kakak bener – bener kecewa sama Kamu!!!”
“Aku lebih kecewa sama Kakak!!” Aldo melangkah pergi meninggalkan Kakaknya yang di selubungi amarah. “Aldo !! Aldo !! mau kemana Kamu !!!” Zaka mengusap wajahnya kasar, merasa sangat kesal. Zaka duduk di sofa, meremas rambutnya frustasi tak terasa air matanya menetes,”Maafin Kakak Al..”
Esok harinya Zaka mendapati Aldo masih tidur di kamarnya, Zaka mendesah lega kemudian mengecup dahi adiknya penuh kasih.
“Bangun Al..” bisiknya pelan kemudian berlalu. Setelah memastikan Kakaknya pergi Aldo bangkit menatap pintu kamarnya nanar.
“Aku sayang sama Kakak, aarghh..” Aldo meremas kepalanya yang terasa sangat sakit, Aldo kembali merebahkan tubuhnya kembali, tangannya meremas seprai ranjangnya kuat – kuat.
Suatu hari Aku di panggil kembali ke sekolah Aldo, dan kali ini Mereka bilang bahwa Aldo ketahuan merokok dan berkelahi sesampainya di rumah Aku Cuma diam.
“Jangan ulangi lagi,” pesan Zaka sembari mengompres luka lebam di wajah Aldo. Aldo hanya diam membiarkan Zaka melakukan apa yang dimau.
“Istirahatlah.. Insya Allah lusa Kita pulang,” Aldo mendongak tersenyum lebar menatap Kakaknya.
“Kamu pasti rindu Ibu,” Aldo mengangguk, tapi kemudian meringis saat merasakan tubuhnya menggigil, kepalanya terasa berat kemudian gelap menguasai pandangannya.
Waktu itu Aku benar – benar gak nyangka, kalau setahun terakhir Aldo ketergantungan sama narkoba, dan kala itu obat jahanam itu merusak beberapa organ tubuh Aldo saat Dia sadar Aku langsung memeluknya dan meminta maaf padanya, dan menawarkannya untuk direhabilitasi, dan Aldo menyetujuinya.
“Tapi Aku ingin ke pulang sebentar, bukannya Kakak udah janji??” Zaka mengangguk menyetujui permintaan adiknya.

“Kami pulang dan menemui kedua orang tua Kami dan murkalah Ayah pada Aku dan Aldo saat Aldo kambuh dan aku berkata jujur Kami di usir, dan Ibu berkata padaku bahwa Aku harus membawa pulang Aldo dan itu tak pernah terjadi, Aldo meninggal dalam perawatan dan saat itu Aku berjanji bahwa Aku tidak akan mendewakan uang lagi.” Andre mengelus pundak Zaka mencoba menguatkan.
“Dia anak yang hebat sebenarnya, lingkungan yang tidak mendukungnya,”
“Aku kurang tepat memilih tempat yang baik, dan sekarang hanya penyesalan yang tertinggal,”
“Sebenarnya Aldo tidak berubah Zak, Aldo tetaplah Aldo, Aldo yang polos dan Aldo adikmu yang selalu bersemangat jauh dari orang tua itu berat Zak,”
“Ya, dan sebenarnya Aldo belum cukup mampu kala itu,”
“Sudahlah, yang terpenting Kamu pulang membawa kebahagiaan,” direktur muda itu mengangguk mantap.
“Sudah hampir Enam tahun tidak bertemu dan sekarang Kau jadi orang sukses,” Zaka hanya tersenyum, kemudian sepasang sahabat lama itu bercengkrama, tepat di sisi Zaka seseorang duduk sembari melihat Zaka tertawa, Zaka Kakak kebanggaannya.

The End
#Khichand_Lee

Tidak ada komentar:

Posting Komentar