Sabtu, 17 Desember 2016

Lost - Part 7

Dewa mengerjapkan matanya berulang kali di pandangnya arah ke sekeliling, ruang tamu rumahnya dan suasana sepi hanya ada suara di dapur dan aroma masakan. Dewa tersenyum lega, ayah dan ibunya pasti sudah pulang dan ayahnya yang membawanya ke dalam. “Akhirnya kamu udah sadar,” suara seseorang membuatnya menoleh, Dia baru sadar kalau suara berisik itu sudah berhenti. Namun bukan itu yang membuatnya terkejut, orang yang menyapanya yang membuatnya terkejut. “Kok kamu??” orang tersebut yang merupakan seorang gadis itu hanya memutar bola matanya sebal, meletakkan nampan berisi semangkuk bubur, segelas air putih dan beberapa butir obat. “Iya, Aku disini aku yang tadi kamu lihat, baru tahu kalau Kamu satu kompleks sama aira,” dewa hanya mengerjapkan matanya polos, memandang sang gadis dengan terkejut, hingga lambaian tangan sang gadis menyadarkannya. “Kamu kenapa??” dewa menggeleng, ingin mengucapkkan terima kasih, namun suaranya seperti tercekat, dan gadis itu menyodorkan air minum ke hadapannya, dewa menerimanya dan langsung meneguknya. “Makasih, Ly..” gadis itu, lyara hanya mengangguk tersenyum manis. “Orang tua kamu kemana??”  dewa menatap kosong arah pintu yang terbuka lebar. “Pergi, gak tahu kemana,, mungkin malam baru pulang,” lyara hanya mangut – mangut. “Owh iya, kata dokter setelah kamu sadar, kamu harus makan habis itu minum obat, asam lambungmu hampir merengut nyawamu tahu,” dewa hanya tersenyum menatap semangkuk bubur di atas penampan. “Makan gih, masa’ harus di suapin??’ mendengar gerutuan lyara membuat dewa terkekeh dan menerima mangkuk yang lyara sodorkan kemudian memakannya dengan lahap. Sedangkan lyara hanya menggeleng – gelengkan kepalanya. “Owh, iya Wa, kata dokter sampai obatnya habis Kamu makan – makanan yang lembut dulu yaa, jangan makan mie instans, kasihan lambung Kamu, tadi nyaris bocor lho, kalau gak cepet – cepet dapat penanganan,” dewa menghentikan aktivitas makannya, menatap lyara dengan tatapan ragu, namun saat melihat sang ayah berada di ambang pintu dewa merasa kalau dunianya akan berakhir. “Wa..?” lyara yang posisinya membelakangi pintu tidak melihat kehadiran Tuan Park di ambang pintu. Saat menoleh gadis yang memiliki lesung pipi itu tersenyum manis. “Ekh.. Om,” sapanya malu – malu. Itu membuat Tuan Park merasa khawatir yang melandanya sejak tadi meluruh, saat melihat beberapa obat dengan bentuk berbeda dan melihat wajah dewa yang pucat alisnya bertaut. “Nak, bisa Kamu ulangi ucapan Kamu yang tadi??” Tuan Park melangkah maju kepada lyara yang terlihat gugup dipandang dingin oleh ayah teman sekelasnya. “Eu..” Lyara kikuk. “Dewa sakit apa?? Kenapa?? Coba ceritakan nak,” lyara menegakkan tubuhnya kemudian membalas tatapan tuan park. “Tadi Saya, main ke rumah sahabat dekat Saya di kompleks ini, lalu Saya jalan – jalan sebentar disini, kemudian tidak sengaja melihat dewa lagi menahan sakit di depan pintu utama,, eeuu.. Saya mencoba berbicara dengannya namun Dia tidak menjawab sama sekali, sepertinya saat itu kesadaran dewa sudah hampir hilang, akhirnya Saya pergi untuk membelikannya obat Magh, dan saat Saya kembali dewa sudah pingsan, itu artinya kondisi dewa sangat tidak baik, lalu Saya menelfon dokter untuk memeriksanya, dan kondisinya memang buruk, lalu..” lyara menggantungkan ucapannya saat melihat seorang wanita seumuran tuan park datang dengan sempoyongan menatapnya tajam, “Siapa Kamu !!” suara teriakan sang wanita membuat atensi semua orang beralih, Melisa istri tuan park memandang tajam lyara namun lyara tahu kalau pandangan wanita itu adalah pandangan kosong. Lyara balas menatap, membuat wanita itu segera pergi ke kamarnya. Lyara menghela nafas panjang, menatap dewa yang memandang arah perginya sang ibu, sekarang Dia tahu kenapa wanita itu tidak pernah menyentuh putra bungsunya. Ponselnya bergetar, dengan segera Dia mengambilnya dari tas selempang kecilnya, lana mengiriminya pesan. “Eu.. Om, intinya selama beberapa hari ini, dewa makannya yang lembut – lembut dulu yaa, jangan makan mie instans, perhatikan juga gizinya, Saya mau pamit ke rumah sahabat saya lagi, permisi..” lyara menyalami tangan tuan park, kemudian membungkukkan badan di depan tuan park. “Nak, tunggu, berapa biaya dokternya??” lyara tersenyum. “Dokter itu Om Saya, jadi diskon 100%,” setelah mengatakan itu, dan membuat dewa dan tuan park tercengang, lyara langsung berlari kecil ke rumah aira. Dewa menatap kepergian lyara dengan kecewa, kemudian menatap sang Ayah takut. Tuan park, menatap putra bungsunya yang terlihat sangat pucat. “Minum obatnya, besok Papa carikan pembantu untuk melayanimu,” dewa menggeleng, Dia tahu betul kenapa sang Ayah tidak menyewa pembantu di semarang. “Gak usah Pa, nanti dewa beli bubur sendiri aja, di sini pasti banyak yang jual,” tuan park menatap dewa tajam. “Papa yang akan belikan, dan libur sekolah Tiga hari.. ini perintah, papa mau mandi dulu.. jangan lupa obatnya diminum,” dewa mengerjapkan matanya berulang kali, merasa terkejut dengan sikap sang ayah. Dan satu yang mengganjal, kenapa sang ibu yang tadinya menatap tajam lyara, langsung ke kamarnya saat lyara balas menatapnya??. Ada apa dengan lyara??, kenapa lyara terlihat berbeda?? Memikirkan itu membuat kepalanya pening, dewa memutuskan segera meminum obatnya dan membereskan semuanya, Dia ingin beristirahat sebentar sejenak melupakan masalah kehidupannya yang begitu rumit.
            Lana berkacak pinggang menatap lyara tajam, entahlah setidaknya itu adalah ekspresi kakak perempuannya saat kesal karena ada yang mengganggunya. Sedangkan yang ditatap terkekeh, merasa lucu dengan ekspresi lana. Sedangkan lana mengerenyit, heran kenapa lyara bisa mentertawakannya. “Kenapa malah ketawa??” lyara menggeleng menatap lana dengan tatapan yang tidak bisa di artikan, melihat lyara kembali terkekeh membuat lana mendengus sebal. “Jalan – jalan kemana saja?? Heum?” lyara mendesah, menatap lana dengan mata riang. “Aku bertemu dewa tadi, Aku gak nyangka kalau dalam hidup ini banyak sekali kebetulan, kamu yang kebetulan satu kompleks sama kak lusi, dan dewa yang satu kompleks dengan aira, akh.. jangan – jangan Bastian  satu kompleks dengan dea??” lana memutar bola matanya kesal, sifat kekanak – kanakan lyara kambuh lagi. “Jangan memasang wajah seperti itu, tadi dewa sakit jadi Aku menjenguknya, karena dewa adalah teman maka, Aku tidak bisa terburu – buru,benar kan??” lana terdiam, tiba – tiba ada yang bergejolak dalam hatinya. Lyara menghela nafas panjang, melirik jam tangannya. “Kak hamdi pasti khawatir, ayo Kita pulang, aira sudah tidur bukan??” lana mengangguk. “Ya, dan tadi asisten rumah tangganya baru pulang, mungkin Dia bisa berbicara kepada kedua orang tua aira” Lyara mengangguk saja, sorotan matanya mendadak kelam.
Sinar senja mengiringi langkah lana dan lyara, tangan mereka saling bertautan tanpa mereka sadari. “Lan..”
“Hm..”
“Apa Kau sudah meminum obatmu?” setelah lana menatap lyara sejenak, lana segera membawa lyara untuk berlari, kemudian berhenti dan tertawa nafasnya terengah. “Dasar bodoh !! ayo Kita bergegas,!” lana mengangguk sesekali menggoda lyara. Entahlah, Dia hanya merasa kalau lyara membutuhkan sedikit hiburan dan kebahagiaan. Mungkin karena lana mencintai lyara, mungkin karena lana menyayangi lyara, mungkin karena lana tidak ingin kehilangan lyara. Dan mungkin itu yang membuat lana tidak ingin melihat lyara bersedih. Lana tertawa dalam hati, faktanya bisa jadi Dia yang akan membuat gadis mungil itu menangis dan bersedih, ingatannya kembali saat lyara pergi dan meninggalkannya dan aira. “Lana.... Aku kesepian, maukah Kamu menemaniku??” dan kembali mengingat kebodohannya saat Dia mengangguk. Di tatapnya dalam mata lyara yang bersinar terang, bibirnya yang membentuk kurva saat tertawa membuatnya merasa teduh juga gelisah. Kemudian lana menarik lyara dalam dekapannya. Bias senja kota semarang, menjadi saksi betapa hangatnya dekapan lana untuk lyara. Dan bagaimana tenangnya lyara menikmatinya, kehangatan yang menjalar begitu saja, dan lyara tidak ingin kehilangan semuanya, semua yang sudah ada dalam dekapannya. Lyara tidak tahu, kalau sebenarnya lana ingin meminta maaf, maaf karena sudah memberikan harapan terlalu banyak, maaf karena mungkin esok lana tidak lagi bisa mendekapnya seperti ini, maaf untuk cinta yang tak pernah terucap dan terungkap di depannya, maaf untuk pengkhianatan tanpa di sengajanya, sungguh, meskipun raga lana kini menjadi milik orang lain, tapi hati, jiwa dan pikiran lana hanya untuk lyara. Lyara sesungguhnya lana ingin meminta maaf padamu. “Kamu tahu, Aku seneng banget, hari ini,”
“Kenapa??” lana menelan ludah pahitnya. “Akhirnya Aku bisa jadian sama aira, Kau tahu?? Dia yang buat Aku jatuh cinta untuk yang pertama, dan Aku bahagia.. Aku traktir Kamu malam ini,” sedangkan lyara yang masih dalam dekapan lana merasa kalau apa yang ada di hadapannya buram, lyara memejamkan matanya beningnya menetes di pipi putihnya. Dengan segera Dia menyekanya. “Ku kira Kau mencintaiku, Lana..” lyara segera melepaskan diri dari dekapan lana. “Hey.. Kau menangis??” lyara mencoba tersenyum, menggeleng pelan. “Aku bahagia, karena Kamu bahagia.. ciee, akhirnya Kamu bisa ngrasain apa itu cinta,” lana tersenyum manis, memasang wajah bahagianya, meskipun dalam hatinya berteriak. “Aku berharap Kamu bilang kalau kamu sakit, sakit karena kamu mencintaiku, kamu cemburu.. karena sesungguhnya hanya kamu yang mampu buatku jatuh cinta,”. lana menyeka air mata lyara. “Dasar cengeng !!”
“Biarin, ! udah hampir malam, ayo !! Kita harus bergegas !!” lyara melangkah terlebih dahulu, sembari terus berusaha menahan air matanya. Sedangkan lana menghela nafas panjang, wajahnya juga terlihat muram. Akh, andai saja lyara mempunyai spion, pastilah Dia bisa melihat saat lana menyeka air matanya sendiri.
            Hamdi menatap heran lyara yang menjadi sangat pendiam, sejak pergi bersama lana tanpa pamit dan pulang saat langit sudah menggelap, lyara masih betah mengunci mulutnya, hanya berbicara saat ditanya, selebihnya lyara hanya fokus menatap novel yang tengah di bacanya dengan telinga tersumpal earphone, tidak terganggu sama sekali dengan suara berisik dias dan lusi yang tertawa keras, mungkin karena lyara sedang tidak ingin di ganggu. Sedangkan lana sendiri sudah menghilang di balik kamar, karena hari ini dias, lana, lusi dan lyara akan menginap. Lana sudah masuk kamar sedari tadi, sedangkan lyara masih betah duduk di ayunan belakang rumahnya. Hamdi menghela nafas panjang, saat udara dingin menusuk pori – pori kulitnya, di lihatnya lyara tidak memakai baju hangat. Hanya baju lengan pendek dan celana jins yang menempel di tubuh lyara. Hamdi beranjak menuju kamarnya kemudian mengambilkan sebuah selimut. “Selimut buat siapa??” hamdi menghentikan langkahnya, kemudian tersenyum menatap lusi. “Lyara, sepertinya gadis nakal itu sedang tidak enak badan, Aku akan menyuruhnya tidur lebih awal,” lusi hanya mengangguk, meskipun diam – diam dalam hatinya ada rasa kecewa yang menjalar. Hamdi menepuk bahu lyara pelan, kemudian melepas earphone di telinga lyara pelan, namun lyara masih diam, menatap halaman yang tengah di bacanya, hamdi mengerenyit, lyara tidak membaca novelnya. “Ly..” lyara terlihat tersentak, memegang dadanya, kemudian menyadari sebuah selimut menyelimutinya. “Udah malam, angin malam gak baik buat kamu, tidur yuk !! Kakak nyanyiin lagu yang bagus malam ini, besok harus jemput Ayah dan Ibu kan??” lyara hanya mengangguk, mendahului hamdi yang menghela nafas panjang, masih menerka – nerka apa yang terjadi dengan lyara.



To Be Continue
#Khichand_Lee