Dewa
mengerjapkan matanya berulang kali di pandangnya arah ke sekeliling, ruang tamu
rumahnya dan suasana sepi hanya ada suara di dapur dan aroma masakan. Dewa
tersenyum lega, ayah dan ibunya pasti sudah pulang dan ayahnya yang membawanya
ke dalam. “Akhirnya kamu udah sadar,” suara seseorang membuatnya menoleh, Dia
baru sadar kalau suara berisik itu sudah berhenti. Namun bukan itu yang
membuatnya terkejut, orang yang menyapanya yang membuatnya terkejut. “Kok
kamu??” orang tersebut yang merupakan seorang gadis itu hanya memutar bola
matanya sebal, meletakkan nampan berisi semangkuk bubur, segelas air putih dan
beberapa butir obat. “Iya, Aku disini aku yang tadi kamu lihat, baru tahu kalau
Kamu satu kompleks sama aira,” dewa hanya mengerjapkan matanya polos, memandang
sang gadis dengan terkejut, hingga lambaian tangan sang gadis menyadarkannya.
“Kamu kenapa??” dewa menggeleng, ingin mengucapkkan terima kasih, namun
suaranya seperti tercekat, dan gadis itu menyodorkan air minum ke hadapannya,
dewa menerimanya dan langsung meneguknya. “Makasih, Ly..” gadis itu, lyara
hanya mengangguk tersenyum manis. “Orang tua kamu kemana??” dewa menatap kosong arah pintu yang terbuka
lebar. “Pergi, gak tahu kemana,, mungkin malam baru pulang,” lyara hanya mangut
– mangut. “Owh iya, kata dokter setelah kamu sadar, kamu harus makan habis itu
minum obat, asam lambungmu hampir merengut nyawamu tahu,” dewa hanya tersenyum
menatap semangkuk bubur di atas penampan. “Makan gih, masa’ harus di suapin??’
mendengar gerutuan lyara membuat dewa terkekeh dan menerima mangkuk yang lyara
sodorkan kemudian memakannya dengan lahap. Sedangkan lyara hanya menggeleng –
gelengkan kepalanya. “Owh, iya Wa, kata dokter sampai obatnya habis Kamu makan
– makanan yang lembut dulu yaa, jangan makan mie instans, kasihan lambung Kamu,
tadi nyaris bocor lho, kalau gak cepet – cepet dapat penanganan,” dewa
menghentikan aktivitas makannya, menatap lyara dengan tatapan ragu, namun saat
melihat sang ayah berada di ambang pintu dewa merasa kalau dunianya akan berakhir.
“Wa..?” lyara yang posisinya membelakangi pintu tidak melihat kehadiran Tuan
Park di ambang pintu. Saat menoleh gadis yang memiliki lesung pipi itu
tersenyum manis. “Ekh.. Om,” sapanya malu – malu. Itu membuat Tuan Park merasa
khawatir yang melandanya sejak tadi meluruh, saat melihat beberapa obat dengan
bentuk berbeda dan melihat wajah dewa yang pucat alisnya bertaut. “Nak, bisa
Kamu ulangi ucapan Kamu yang tadi??” Tuan Park melangkah maju kepada lyara yang
terlihat gugup dipandang dingin oleh ayah teman sekelasnya. “Eu..” Lyara kikuk.
“Dewa sakit apa?? Kenapa?? Coba ceritakan nak,” lyara menegakkan tubuhnya
kemudian membalas tatapan tuan park. “Tadi Saya, main ke rumah sahabat dekat
Saya di kompleks ini, lalu Saya jalan – jalan sebentar disini, kemudian tidak
sengaja melihat dewa lagi menahan sakit di depan pintu utama,, eeuu.. Saya
mencoba berbicara dengannya namun Dia tidak menjawab sama sekali, sepertinya
saat itu kesadaran dewa sudah hampir hilang, akhirnya Saya pergi untuk
membelikannya obat Magh, dan saat Saya kembali dewa sudah pingsan, itu artinya
kondisi dewa sangat tidak baik, lalu Saya menelfon dokter untuk memeriksanya,
dan kondisinya memang buruk, lalu..” lyara menggantungkan ucapannya saat
melihat seorang wanita seumuran tuan park datang dengan sempoyongan menatapnya
tajam, “Siapa Kamu !!” suara teriakan sang wanita membuat atensi semua orang
beralih, Melisa istri tuan park memandang tajam lyara namun lyara tahu kalau
pandangan wanita itu adalah pandangan kosong. Lyara balas menatap, membuat wanita
itu segera pergi ke kamarnya. Lyara menghela nafas panjang, menatap dewa yang
memandang arah perginya sang ibu, sekarang Dia tahu kenapa wanita itu tidak
pernah menyentuh putra bungsunya. Ponselnya bergetar, dengan segera Dia
mengambilnya dari tas selempang kecilnya, lana mengiriminya pesan. “Eu.. Om,
intinya selama beberapa hari ini, dewa makannya yang lembut – lembut dulu yaa,
jangan makan mie instans, perhatikan juga gizinya, Saya mau pamit ke rumah
sahabat saya lagi, permisi..” lyara menyalami tangan tuan park, kemudian
membungkukkan badan di depan tuan park. “Nak, tunggu, berapa biaya dokternya??”
lyara tersenyum. “Dokter itu Om Saya, jadi diskon 100%,” setelah mengatakan
itu, dan membuat dewa dan tuan park tercengang, lyara langsung berlari kecil ke
rumah aira. Dewa menatap kepergian lyara dengan kecewa, kemudian menatap sang
Ayah takut. Tuan park, menatap putra bungsunya yang terlihat sangat pucat.
“Minum obatnya, besok Papa carikan pembantu untuk melayanimu,” dewa menggeleng,
Dia tahu betul kenapa sang Ayah tidak menyewa pembantu di semarang. “Gak usah
Pa, nanti dewa beli bubur sendiri aja, di sini pasti banyak yang jual,” tuan
park menatap dewa tajam. “Papa yang akan belikan, dan libur sekolah Tiga hari..
ini perintah, papa mau mandi dulu.. jangan lupa obatnya diminum,” dewa
mengerjapkan matanya berulang kali, merasa terkejut dengan sikap sang ayah. Dan
satu yang mengganjal, kenapa sang ibu yang tadinya menatap tajam lyara,
langsung ke kamarnya saat lyara balas menatapnya??. Ada apa dengan lyara??,
kenapa lyara terlihat berbeda?? Memikirkan itu membuat kepalanya pening, dewa
memutuskan segera meminum obatnya dan membereskan semuanya, Dia ingin
beristirahat sebentar sejenak melupakan masalah kehidupannya yang begitu rumit.
Lana berkacak pinggang menatap lyara
tajam, entahlah setidaknya itu adalah ekspresi kakak perempuannya saat kesal
karena ada yang mengganggunya. Sedangkan yang ditatap terkekeh, merasa lucu
dengan ekspresi lana. Sedangkan lana mengerenyit, heran kenapa lyara bisa
mentertawakannya. “Kenapa malah ketawa??” lyara menggeleng menatap lana dengan
tatapan yang tidak bisa di artikan, melihat lyara kembali terkekeh membuat lana
mendengus sebal. “Jalan – jalan kemana saja?? Heum?” lyara mendesah, menatap
lana dengan mata riang. “Aku bertemu dewa tadi, Aku gak nyangka kalau dalam
hidup ini banyak sekali kebetulan, kamu yang kebetulan satu kompleks sama kak
lusi, dan dewa yang satu kompleks dengan aira, akh.. jangan – jangan
Bastian satu kompleks dengan dea??” lana
memutar bola matanya kesal, sifat kekanak – kanakan lyara kambuh lagi. “Jangan
memasang wajah seperti itu, tadi dewa sakit jadi Aku menjenguknya, karena dewa
adalah teman maka, Aku tidak bisa terburu – buru,benar kan??” lana terdiam,
tiba – tiba ada yang bergejolak dalam hatinya. Lyara menghela nafas panjang,
melirik jam tangannya. “Kak hamdi pasti khawatir, ayo Kita pulang, aira sudah
tidur bukan??” lana mengangguk. “Ya, dan tadi asisten rumah tangganya baru
pulang, mungkin Dia bisa berbicara kepada kedua orang tua aira” Lyara mengangguk
saja, sorotan matanya mendadak kelam.
Sinar
senja mengiringi langkah lana dan lyara, tangan mereka saling bertautan tanpa
mereka sadari. “Lan..”
“Hm..”
“Apa
Kau sudah meminum obatmu?” setelah lana menatap lyara sejenak, lana segera
membawa lyara untuk berlari, kemudian berhenti dan tertawa nafasnya terengah.
“Dasar bodoh !! ayo Kita bergegas,!” lana mengangguk sesekali menggoda lyara.
Entahlah, Dia hanya merasa kalau lyara membutuhkan sedikit hiburan dan
kebahagiaan. Mungkin karena lana mencintai lyara, mungkin karena lana
menyayangi lyara, mungkin karena lana tidak ingin kehilangan lyara. Dan mungkin
itu yang membuat lana tidak ingin melihat lyara bersedih. Lana tertawa dalam
hati, faktanya bisa jadi Dia yang akan membuat gadis mungil itu menangis dan
bersedih, ingatannya kembali saat lyara pergi dan meninggalkannya dan aira. “Lana.... Aku kesepian,
maukah Kamu menemaniku??”
dan kembali mengingat kebodohannya saat Dia mengangguk. Di tatapnya dalam mata
lyara yang bersinar terang, bibirnya yang membentuk kurva saat tertawa
membuatnya merasa teduh juga gelisah. Kemudian lana menarik lyara dalam
dekapannya. Bias senja kota semarang, menjadi saksi betapa hangatnya dekapan
lana untuk lyara. Dan bagaimana tenangnya lyara menikmatinya, kehangatan yang
menjalar begitu saja, dan lyara tidak ingin kehilangan semuanya, semua yang
sudah ada dalam dekapannya. Lyara tidak tahu, kalau sebenarnya lana ingin
meminta maaf, maaf karena sudah memberikan harapan terlalu banyak, maaf karena
mungkin esok lana tidak lagi bisa mendekapnya seperti ini, maaf untuk cinta
yang tak pernah terucap dan terungkap di depannya, maaf untuk pengkhianatan
tanpa di sengajanya, sungguh, meskipun raga lana kini menjadi milik orang lain,
tapi hati, jiwa dan pikiran lana hanya untuk lyara. Lyara sesungguhnya lana
ingin meminta maaf padamu. “Kamu tahu, Aku seneng banget, hari ini,”
“Kenapa??”
lana menelan ludah pahitnya. “Akhirnya Aku bisa jadian sama aira, Kau tahu??
Dia yang buat Aku jatuh cinta untuk yang pertama, dan Aku bahagia.. Aku traktir
Kamu malam ini,” sedangkan lyara yang masih dalam dekapan lana merasa kalau apa
yang ada di hadapannya buram, lyara memejamkan matanya beningnya menetes di
pipi putihnya. Dengan segera Dia menyekanya. “Ku kira
Kau mencintaiku, Lana..”
lyara segera melepaskan diri dari dekapan lana. “Hey.. Kau menangis??” lyara
mencoba tersenyum, menggeleng pelan. “Aku bahagia, karena Kamu bahagia.. ciee,
akhirnya Kamu bisa ngrasain apa itu cinta,” lana tersenyum manis, memasang
wajah bahagianya, meskipun dalam hatinya berteriak. “Aku
berharap Kamu bilang kalau kamu sakit, sakit karena kamu mencintaiku, kamu
cemburu.. karena sesungguhnya hanya kamu yang mampu buatku jatuh cinta,”. lana menyeka air mata lyara. “Dasar cengeng !!”
“Biarin,
! udah hampir malam, ayo !! Kita harus bergegas !!” lyara melangkah terlebih
dahulu, sembari terus berusaha menahan air matanya. Sedangkan lana menghela
nafas panjang, wajahnya juga terlihat muram. Akh, andai saja lyara mempunyai
spion, pastilah Dia bisa melihat saat lana menyeka air matanya sendiri.
Hamdi menatap heran lyara yang
menjadi sangat pendiam, sejak pergi bersama lana tanpa pamit dan pulang saat
langit sudah menggelap, lyara masih betah mengunci mulutnya, hanya berbicara
saat ditanya, selebihnya lyara hanya fokus menatap novel yang tengah di bacanya
dengan telinga tersumpal earphone, tidak terganggu sama sekali dengan suara
berisik dias dan lusi yang tertawa keras, mungkin karena lyara sedang tidak
ingin di ganggu. Sedangkan lana sendiri sudah menghilang di balik kamar, karena
hari ini dias, lana, lusi dan lyara akan menginap. Lana sudah masuk kamar
sedari tadi, sedangkan lyara masih betah duduk di ayunan belakang rumahnya.
Hamdi menghela nafas panjang, saat udara dingin menusuk pori – pori kulitnya,
di lihatnya lyara tidak memakai baju hangat. Hanya baju lengan pendek dan
celana jins yang menempel di tubuh lyara. Hamdi beranjak menuju kamarnya
kemudian mengambilkan sebuah selimut. “Selimut buat siapa??” hamdi menghentikan
langkahnya, kemudian tersenyum menatap lusi. “Lyara, sepertinya gadis nakal itu
sedang tidak enak badan, Aku akan menyuruhnya tidur lebih awal,” lusi hanya
mengangguk, meskipun diam – diam dalam hatinya ada rasa kecewa yang menjalar.
Hamdi menepuk bahu lyara pelan, kemudian melepas earphone di telinga lyara
pelan, namun lyara masih diam, menatap halaman yang tengah di bacanya, hamdi
mengerenyit, lyara tidak membaca novelnya. “Ly..” lyara terlihat tersentak,
memegang dadanya, kemudian menyadari sebuah selimut menyelimutinya. “Udah
malam, angin malam gak baik buat kamu, tidur yuk !! Kakak nyanyiin lagu yang
bagus malam ini, besok harus jemput Ayah dan Ibu kan??”
lyara hanya mengangguk, mendahului hamdi yang menghela nafas panjang, masih
menerka – nerka apa yang terjadi dengan lyara.