Kamis, 19 November 2015

Awan Kalbu (Sang Pelindung Hati) *Bagian 2*


Danu tersenyum sendiri di depan tv, sampai-sampai acara yang tengah ditontonnya menertawakannya. “Aku bahagia banget, sumpah ini adalah hari terbaik,!!”
Batinnya senang, Dia berhenti sebentar dari aksi gilanya kemudian  kembali tersenyum sendiri.
“Danu..” panggil Bu Maryam pada anak semata wayangnya namun tak digubris oleh Danu yang asik dengan dunianya. Bu Maryam yang sudah kesal langsung duduk disamping Danu dan membuat Danu terkejut,
“Bunda!!!” soraknya bahagia.dan langsung memeluk Bu Maryam erat
“Bun, Bunda tahu gak?? Aku seneng banget hari ini, tadi Aku ngobrol terus bercanda dan Aku tahu dan mendengar namanya langsung darinya Wirda Bun, namanya Wirda !! Bunda gak tau kan betapa bahagianya Aku?” Bu Maryam melepas pelukan Danu pelan kemudian tersenyum membelai surai hitam Danu.
“Kamu gak lupa minum obatnya kan?”
“Hehe.. lagian obatnya ada di depanku, andai satu minggu lagi Danu mati pun Danu gak akan menyesal asal Danu bisa terus sama Wirda, Danu gak keberatan”
“Danu..”
“Hehe,”
“Ya sudah ke meja makan yuk!, makanannya udah siap sebentar lagi Ayah juga pulang”
“Ayo!!” Mereka bangkit, Bu Maryam merangkul Danu, senyum Mereka Merekah tapi sedetik kemudian dadanya merasa sangat sakit seperti ditusuk pedang,pandangannya buram, Danu mengerjapkan matanya nafasnya juga tersengal.
“Uhuk.. uhuk !! ergh..” Danu mengerang pelan, ini lebih sakit dari biasanya,
“Danu!!Kamu kenapa??”
“Sakit Bun,”
“Ya Allah Kamu kambuh nak !! Bi Inem !! Bi Inem!!” Bu Maryam mengeratkan pelukannya mulutnya berteriak memanggil pembantunya berharap bisa membantunya menangani Danu, tak lama Bi Inem datang dengan tergopoh dan langsung membantu Bu Maryam merangkul Danu menuju kamar Danu.
Pak Zaky menatap istrinya dan anaknya bergantian menghela nafas sebentar, setelah menyuntikkan obat penenang Danu tertidur, Pak Zaky semakin frustasi saat tahu obat Danu tak berefek, itu artinya penyakit Danu semakin parah.
“Ayah apa gak berlebihan?”
“Kondisi Danu semakin kritis Bun, Dia harus segera mendapat donor jantung minggu ini,”
“Apa sudah dapat?”
“Sudah, tapi tidak ada kepastian karna si pendonor masih hidup, si pendonor juga  penderita kanker hati dan kondisinya sama-sama kritis,”
“Jadi.. gimana Yah?”
“Kita pasrahkan semua sama Allah, kalau boleh tahu siapa Wirda?”
“Gadis pujaan Danu enam tahun belakangan, anaknya Pak Permana,”
“Pak Permana? Tetangga depan?”
“Iya,” Pak Zaky terdiam sesaat mengingat sesuatu
“Yah,”
“Ayah mau mandi dulu, udah siap kan airnya?”
“Udah,” Bu Maryam hanya menatap kepergian suaminya bingung, tatapannya beralih kepada Danu yang kini terlelap begitu damai.
“Bangunlah kembali esok pagi nak, temui Wirda” setelah menyelimuti Danu dan mematikan lampu Bu Maryam keluar kamar.

Senin, 6 Oktober 2014
            Zayn gelisah sendiri di sekolah, pasalnya sikap Wirda jadi berubah sangat cuek dengannya dan Ia jadi serba salah dan semakin takut, mulai dari tidak mau dijemput, di sapa tidak menoleh membuatnya jadi serba salah, hatinya terus bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi dengan Wirda dan apa yang salah dengannya, dan Dia tak menemukanya.
“Zayn,” panggilan yang dirindukannya itu mengalihkan perhatiannya, mungkin Wirda akan menjelaskan semuanya dan ini hanya sandiwara berharap semuanya hanya sandiwara karna sesungguhnya Dia tak mampu berdiri sendiri tanpa Wirda yang jelas Dia berharap ini sandiwara dalam merayakan universary hubungan Mereka yang ke-3 dan dengan penuh harap Zayn tersenyum manis menyambut kedatangan Wirda.
“Kita putus, Aku udah bosan sama Kamu..”
Zayn membeku, bukan! Bukan ini yang Dia bayangkan dan harapkan, Dia berharap Wirda melontarkan kata-kata manis dan mengucapkan selamat universary lalu tersenyum sangat manis padanya, meminta maaf dengan perbuatannya bukan ini, dengan kata-kata yang sangat menghancurkan hatinya, Dia merasa hatinya hancur berkeping-keping dan serasa ditusuk pedang yang karatan, sakit perih sampai-sampai Dia merasa tak bernyawa, Dia telah jatuh ke dalam jurang paling curam di dunia ini.
“M..maksud Kamu? Emang Aku salah apa?”
“Gak ada yang salah kok, Aku yang salah.. intinya Kita udah gak punya hubungan apa-apa lagi,” setelah mengucapkan itu Wirda pergi dari hadapan Zayn, rasanya Dia tak mampu memandang wajah Zayn, Dia akan merasa sangat bersalah jika melihat tatapan penuh luka itu dan Dia tak akan sanggup meninggalkan Zayn untuk waktu yang sangat lama, Wirda memegang dadanya yang terasa perih turut merasakan luka yang dirasakan oleh Zayn, sebagian darah,hati dan jiwa Mereka sudah bersatu dan Mereka sama-sama merasakan sakit yang amat dalam. Tubuh Zayn merosot di dinding koridor, Zayn mengacak-acak rambutnya ketakutannya benar-benar telah terjadi dan terrealisasi dan ini sangat menyakitkan, Dia memegang dadanya kuat-kuat sakit sangat sakit setelah semua yang Mereka lewati dan berakhir seperti ini tak terasa air matanya menetes Dia tak peduli jika ada yang melihat yang Dia ingin adalah kelegaan berharap Wirda turut merasakan kesakitannya dan mengurungkan niatnya, biarlah jika ada yang bilang Dia lelaki cengeng, laki-laki pantang untuk menangis tapi laki-laki juga manusia yang juga bisa menangis. Dia mengerang, berteriak meluapkan emosinya tak peduli orang berkata apa, karna Dia merasa sendiri saat ini di dunia kegelapan tanpa ada setitik cahaya.
“Disini sakit Wir.. sakit banget..” lirihnya tertahan karna tangisnya.
Hal paling membahagiakan menurutnya adalah saat bisa memiliki sang pujaan, dan hal yang paling menyakitkan menurutnya adalah saat ditinggalkan sang pujaan pergi.
Tak jauh dari posisi Zayn, tubuh Wirda juga merosot di dinding, Dia juga menangis, terisak merasa tak sanggup menahan kesakitannya merasa tak mampu lagi berdiri tanpa Zayn, kekuatannya. Jujur sebenarnya Dia tak mau, tapi keadaan yang memaksanya keadaan yang membuatnya harus meninggalkan Zayn untuk….. selamanya, seumur hidup Zayn, kenyataannya bukan hanya Zayn yang Dia tinggalkan, keluarganya juga teman-temannya semuanya.
“Maaf.. Zayn maaf .. Aku tau Kamu sakit, Aku juga sakit,” lirihnya benar-benar lirih sangat lirih, yang terdengar samar oleh sang bayu.
Hal yang paling membuatnya berat dan sakit adalah saat Dia harus benar-benar pergi dari semua yang disayangnya, untuk waktu yang sangat lama.
Kisah Mereka telah berakhir…
            Zayn gelisah diatas motornya, menunggu seseorang Dia butuh penjelasan. Dia segera menghampiri sosok yang ditunggunya. “Wir!!” panggilnya agak merasa canggung, pasalnya matanya masih bengkak dan memerah karna menangis dan melihat Wirda yang hanya menunduk tanpa mau memandangnya.
“Aku antar Kamu pulang,”
“Tapi..”
“Kita tetap teman kan?” Wirda menimbang, setelah apa yang dilakukannya Zayn masih berbaik hati padanya, Dia semakin merasa sangat bersalah dengan ragu Wirda mengangguk. Perjalanan Mereka hanya diliputi keheningan, tak ada satupun yang membuka suara tidak seperti biasanya yang dipenuhi canda tawa kini semua terasa hambar dan kosong Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Vario Zayn berhenti didepan gerbang rumah Wirda, perjalanan yang hening itu terasa sangat lama dan Mereka sama-sama bernafas lega.
“Wir,” panggil Zayn ragu
“Ya,”
“Aku butuh penjelasan,”
“Penjelasan apa??”
“Tentang keputusan Kamu,” Wirda menunduk tak terasa air matanya kembali menetes, dengan segera Ia menghapusnya, Wirda menghela nafas sejenak mencoba menguatkan hatinya.
“Karna…. Aku merasa Kita gak cocok, mungkin lebih baik Kita hanya berteman,”
“Setelah apa yang selama ini Kita lalui bersama?”
“Ya.. maaf. . Aku juga sebenarnya tak memiliki rasa apapun padamu, yang Aku tahu saat ini semua rasa ini hanyalah rasa sayang sebagai teman,” Wirda merasa seluruh dunianya hancur saat mengatakan itu, karna itu sangat berlainan dari kenyataan tangisnya Dia tahan.
“Wir..” lirih Zayn masih tak percaya dengan ucapan Wirda yang begitu menusuk hatinya sakit, jelas sekali pertahanan yang sedang Dia bangun roboh, semuanya sudah hancur dan semuanya sudah selesai.
“Semuanya,, udah berakhir, tapi Kita tetap teman kan?” Zayn hanya diam membisu tak mampu berkata apapun lagi mulutnya terkunci mendadak dan membuat nafasnya tercekat, ini sangat menyakitkan.
“Kalau begitu, Aku masuk dulu.. hati-hati dijalan,” Wirda membuka pintu gerbang lalu memasuki pekarangan rumahnya tangannya membekap mulutnya menahan tangis, air mata telah membanjiri pipinya, Dia tak sanggup sungguh ini lebih sakit dari rasa sakit yang pernah Dia rasakan dan ini membuatnya tak tahu lagi cara tertawa hanya kesedihan yang merangkulnya ya.. kesedihan,kesakitan dan kepedihan, terpaksa Wirda memberikan luka kepada Zayn agar Zayn membencinya dan akan merasa sangat senang jika Dia pergi.
Zayn menatap punggung Wirda nanar, dia melihat pundak gadis itu berguncang dan itu artinya gadis itu menangis, tak terasa air mata juga mengalir di pipinya, Zayn mengacak-acak rambutnya frustasi.
“Aarrgghhh!!!!!” Zayn mengerang frustasi rasanya sangat sakit dari pada sakau seumur hidup, Dia bukan hanya merasa tulangnya saja di lucuti tapi juga jiwanya yang seakan datang dan pergi dan hatinya seperti ditusuk berulang kali menggunakan pedang panglima, sakit lebih dari apapun sakitnya. Zayn menyetarter motornya, memang tak baik menyetir dalam kondisi kalut, tapi seakan tak peduli Dia melajukan motornya dengan kecepatan tingi berharap dengan kebut-kebutan Dia bisa melepas bebannya.
Wirda menatap kepergian Zayn dengan senggukan, sang Mama langsung mendekap putri sulungnya erat membelai puncak kepalanya membiarkan dadanya basah oleh air mata putrinya, ingin juga merasakan kesakitan yang dirasakan putrinya, putri yang dalam waktu dekat akan meninggalkannya dalam waktu yang sangat lama, mungkin seumur hidupnya.
“Kuat sayang.. Kamu pasti bisa,”
“Sakit banget Ma.. sakit banget lebih sakit dari semua rasa sakit yang Kurasa selama Aku masih berdiri Ma,” sang Mama tak berkata apapun, hanya mendekap Wirda lebih erat berharap bisa menguatkan gadis yang teramat rapuh di pelukannya kini.
Tataplah bintang seakan kau menatapku,..
Sambutlah bintang saat senja datang..
Dimana kejora menjadi awal semuanya,,
Awal munculnya bintang yang akan menemani bulan semalam suntuk tanpa lelah, Pandanglah bintang…
Tanpa Kamu menyibak awan yang biru dan putih itu,
Pandanglah..
Sampai kau lelah untuk memandangnya
Sampai kau jengah untuk menatapnya dan menghitungnya,
Sampai 1001 malampun kau akan tetap memandangnya,
Kecuali masa telah menjatuhkan nama kita dan
Izrail siap untuk mengawasi sekaligus menjemput jiwa kita…
            Danu masih memandang kanvas di hadapannya sudah dua jam lebih Dia disana tapi tak menggoreskan apapun di kanvas, kosong pikirannya masih melayang pada kejadian yang sempat Dia lihat di depan gerbang rumah Wirda, saat Wirda datang diantar oleh seseorang lalu Mereka berbincang hatinya bertanya-tanya siapakah gerangan pria yang mengantar Wirda, kekasihnya kah? Atau hanya teman? Memikirkan itu membuatnya bersedih padahal dulu Wirda benar-benar telah membuatnya bersemangat seakan-akan mempengaruhi hatinya dan menjaga hatinya agar tak selalu bersedih, baginya Wirda adalah malaikat pelindung hatinya, cintanya.
“Dan.. ada tamu untukmu,” suara sang Bunda membuyarkan lamunannya, Dia mendapati sang Bunda berdiri di ambang pintu.
“Siapa?”
“Wirda,”
“Owh..”
“Kok lemes gitu?”
“Gak papa kok Bun, aku mandi sebentar,”
“Iya, jangan lama-lama dan jangan lupa minum obatnya,”
“Iya Bun,” Bu Maryam hanya mendesah memandang punggung Danu yang tertelan pintu kamar mandi.
Wirda duduk dengan gelisah di sofa ruang tamu rumah Danu Dia sungguh tidak bisa tenang sama sekali ada yang perasaan tidak enak dan khawatir di hatinya, tak lama ponselnya berbunyi dan hatinya berdesir saat membaca nama yang tertera di layar ponselnya dengan gemetar Dia mengangkat telfonnya.
“Hal..lo?” setelah suara seseorang menggema di telinganya dia merasa tubuhnya lemas, telfonnya terlepas dari genggamannya Dia sudah tak sanggup lagi untuk memegangnya dan lagi sakit itu datang kepadanya Dia menggeleng tak percaya kemudian menunduk, ini salahnya, salahnya.
“Wir,” panggilan Danu membuatnya segera menata hatinya, Dia tersenyum menatap kedatangan Danu yang rambutnya agak basah, mungkin habis mandi pikirnya. Setelah mengirim pesan Dia menonaktifkan ponselnya dan kembali memasukkannya di tas.
“Kalau boleh tahu, cowok yang tadi nganter Kamu siapa?” Wirda mengerenyit, kemudian tersenyum
“Teman,”
“Teman?”
“Teman dekat, kaya’ sahabat,”
“Owh, kok tumben main?”
“Berhubung Aku tahu kalau Aku punya tetangga sebaya jadi semangat deh buat keluar rumah dan main sama Kamu,” Danu mangut-mangut senyum yang tadinya luntur kini mengembang. Sore ini Mereka menghabiskan waktu di gazebo kali ini Danu melukis Wirda yang sedang bermain air di kolam, terkadang diselingi gerutuan Wirda dan kekehan Danu sedang Bu Maryam yang melihat dari pintu, tak terasa meneteskan air mata sebenarnya Dia tak rela dan masih berusaha rela jika nanti akan kehilangan tawa dan senyum Danu. Pak Zaky yang baru saja pulang tertegun saat melihat Wirda, rasa takut semakin memeluknya.
“Bun, Ayah pengen mandi..” tegurnya pada Bu Maryam
“Ayah?? Kok udah pulang? Bunda sampai gak nyadar,”
“Bunda terlalu asik ngeliatin Danu, itu Wirda?”
“Iya,”
“Owh, Bunda bisa siapin pakaian sama airnya kan?”
“Air dingin atau hangat?”
“Hangat aja,”
“Bunda siapin dulu yaa.. Ayah tunggu aja,” Pak Zaky hanya mengangguk, kemudian memijat pelipisnya ada yang mengganggu pikirannya terlebih Dia sangat tahu siapa Wirda.
“Dan !! kapan selesainya? Pegel nih,!”
“Bentar lagi kok Wir, jangan gerak-gerak dong.. ikannya aja nurut,”
“Jangan bandingin sama ikan dong,”
“Udah deh, daripada lancang lagi, sekarang kan udah ijin,”
“Mungkin lebih baik Kamu lancang dari pada harus minta ijin, pegel tahu,”
“Katanya biar tenar?”
“Terserah Kamu deh.!”
“Yee jangan marah dong.. Ya ya?” Pak Zaky yang melihat itu matanya berkaca-kaca, jujur nalurinya sebagai seorang dokter sekaligus Ayah perih melihat pemandangan di hadapannya Dia pun memutuskan untuk beranjak.
Danu dan Wirda duduk berdampingan di sofa ruang tamu, hari sudah menjelang malam dan itu artinya Wirda harus segera pulang.
“Dan, coba Kamu deskripsikan.. ini gelas setengah kosong atau setengah penuh?”
“Setengah kosong,”
“Kamu tau gak? mau setengah kosong atau setengah penuh semua ada filosofinya, kalau Kamu bilang gelas ini setengah kosong, berarti Kamu akan mengosongkannya dan kalau Kamu bilang gelas ini setengah penuh maka Kamu akan memenuhinya, kalau Kamu mengosongkan gelasnya maka hanya tinggal gelas yang kosong, seperti kembali pada kodratnya setelah memenuhi tugasnya dengan baik, yaitu menampung air, air apapun ya kan?” Danu hanya tersenyum bingung.
“Sekali-kali lukislah aurora, halo matahari, pelangi, salju abadi pegunungan Mahameru atau indahnya pantai di pulau Bali,”
“Apa Mereka nyata? Memang ada salju abadi?”
“Mereka memang nyata, ada.. ada di puncak Jaya Wijaya Papua, Indonesia”
“Kamu tahu banyak hal ya..”
“Tahu bukan berarti mengerti, tapi kalau mengerti sudah pasti tahu,” Danu terdiam mencoba mencerna ucapan Wirda.
“Dan, Kamu terlalu polos.. tapi Kamu jangan khawatir akan ada Dia yang mewarnai hidupmu, mewarnai kanvasmu dengan keindahan dunia ini,”
“Dia siapa?”
“Sahabatku, Kamu akan melukiskan pemandangan bukit favorit Kami, tempat berbagi tempat semuanya.. dan kalian akan saling menjaga dan mendukung dan menjadi seperti dua elemen yang tak terpisahkan, sifatnya gak jauh beda sama Aku,”
“Memangnya kapan Kamu akan memperkenalkannya padaku?”
“Takdir yang akan mempertemukan kalian Aku hanya perantara..”
“Maksudnya?”
“Sudah malam, Aku harus pulang, assalamualaikum
Waalaikumsalam, apa maksudnya?” Danu heran kemudian memutuskan untuk menghampiri kedua orangtuanya di ruang keluarga.
            Wirda memandang bingkai foto di genggamannya dengan berderai air mata, bingkai yang kacanya retak di salah satu bagian wajah dari dua insan yang ada di foto tersebut ternyata ini jawabannya, jawaban dari jatuhnya bingkai foto dan keresahan hatinya, jujur Dia tak sanggup dan ingin cepat-cepat menyerah namun Dia masih punya waktu sehari lagi untuk mengucapkan kata perpisahan yang akan di ucapkannya.

Selasa,7 Oktober 2014
            Siang ini Wirda menelusuri lorong rumah sakit langkahnya sangat pelan dan berat, nafasnya tercekat saat sampai di depan pintu salah satu kamar rawat didalam sana Zayn berbaring setelah kemarin varionya bertabrakan dengan minibus, kecelakaan yang mengerikan dan Dia tak mampu membayangkannya tak terasa air matanya kembali menetes saat melihat kondisi Zayn.
“Zayn masih koma Wir, kata dokter kedua ginjalnya rusak dan sampai saat ini Kami belum menemukan ginjal yang cocok,”
“Kalian pasti akan menemukannya Kak, pasti Allah akan memberi petunjuk, Aku yakin itu,”
“Semoga, Wir.. kenapa Kamu mengakhiri hubunganmu dengan Zayn?”
“Kakak pasti udah tahu alasannya.”
“Memang, tapi kenapa Kamu tidak memberi kesempatan kepada Zayn untuk menemanimu,?”
“Aku tak ingin melukainya,”
“Tapi.. keputusan itu juga melukainya,”
“Setidaknya, Dia akan membenciku setelah ini, dan tidak akan merasakan kehilangan kalau Aku pergi,”
“Sama saja Wir.. cinta kalian udah terlalu dalam.. ini dramatis dan Kamu juga salah satu penentangnya Wir,”
“Karna ini beda Kak, boleh Aku masuk?” Amar mengangguk, Wirda pun melangkah perlahan dam merasa berat, hatinya kembali berdesir saat melihat kondisi Zayn dengan jelas, Dia langsung duduk di kursi disebelah ranjang Zayn, tangannya menggenggam erat tangan Zayn.
“Zayn.. ini Aku, Wirda. Aku benar-benar minta maaf, Aku tahu Aku salah dan telah membuatmu terluka, Aku tahu Aku salah oleh karenanya Aku minta maaf sama Kamu, tiga tahun bukan waktu yang singkat, ini terlalu sulit, terlalu sulit melepasmu tapi.. Aku harus melepasmu, Aku mencintaimu bahkan setiap detiknya terus bertambah tanpa mampu Aku cegah.. Aku sangat mencintaimu dan Aku ingin Kamu menatap dunia lebih lama, Aku ingin Kamu bersahabat dengan Danu, Dia baik.. kalian akan segera bertemu kelak, Aku berharap Kalian bisa saling menguatkan dan mendukung dan Aku akan senang melihatnya, Aku ada hadiah untukmu, lihatlah di kamarmu..” Wirda menjeda ucapannya menyeka air matanya yang enggan berhenti.
“Zayn.. saat pertama kali Kamu membuka mata, jangan pernah cari Aku lagi, jangan pernah panggil Aku lagi, jangan kenang Aku, jangan ingat semua tentangku. Karna Aku sudah tak disisimu lagi, karna Aku telah pergi darimu dan sebelum aku pergi Aku ingin bilang sama Kamu, kalau Aku sangaaat mencintaimu dan mungkin ini terakhir kali Aku melihatmu, Aku tak akan memintamu untuk mengunci namaku di hatimu, Aku akan mengembalikan sayapmu, Aku akan  membiarkanmu mencari penggantiku, Aku akan memintamu untuk melupakan Aku.. maafkan Aku, selamat tinggal Aku akan selalu nunggu Kamu,” tanpa sadar sudut mata Zayn mengeluarkan air mata, tangan yang digenggam Wirda berbalik menggenggam seakan memohon kepada Wirda untuk tetap tinggal. Perlahan dengan penuh kasih Wirda mengecup kening Zayn dan melepaskan genggaman Zayn, “Gak Zayn, Aku harus pergi maafkan Aku” setelah Wirda melepas genggaman Zayn Dia berbalik tanpa menoleh kebelakang lagi, air mata Zayn semakin deras menetes, di alam bawah sadarnya Zayn menatap kepergian Wirda pedih.
Kekasihku…
Dengan segenap cinta dan ketulusan Kau membelaiku
Kini perpisahan yang selalu dihindari telah datang,
Dan..
Kita tak akan mampu mencegahnya,
Kisah kita telah berakhir,
Karna..
Memang inilah yang terbaik… mungkin
            Sore ini Wirda bersama Danu duduk di bangku yang tersedia di pelataran rumah Danu memandang bunga-bunga yang tumbuh dengan baik, membuktikan jika Bu Maryam adalah perawat tanaman yang handal.
“Dan selama tiga hari ini Kamu bahagia?”
“Bahagia.. banget,”
“Tapi.. Aku gak, mana lukisannya besok jatuh tempo lho,,”
“Aku benar-benar bingung Wir, harus mulai dari mana,”
“Yaaah.. keburu pergi Akunya,”
“Selama tiga hari ini,tugas Aku untuk nemenin Kamu sudah selesai,”
“Selesai? Aku kira Kita akan berteman lebih lama,”
“Kamu akan mendapatkan lebih banyak teman baru, owh iya berjanjilah padaku.. Kamu mau kan ? bersahabat dengannya bersahabat sangat baik, dan menjadi sahabat yang baik untuknya?”
“Tentu,”
“Pegang janji itu, Kalian harus Saling menghibur dan menguatkan ok?’
“Kamu kaya’ lagi berwasiat tahu gak?” Wirda tersenyum simpul.
“Wir, Kamu kaya’ mau pergi jauh tau gak,”
“Memang, dan Aku mau berpamitan,”
“Maksud Kamu??”
“Aku ingin berpamitan, Aku mau pulang dulu dan setelah hari ini jangan cari Aku lagi, jangan ingat tentang Aku lagi, lupakan Aku karna Aku gak akan pernah kembali lagi,”
“Tapi.. Aku mencintaimu..”
“Aku juga mencintaimu sebagai seorang sahabat,”
“Tapi.. Aku mencintaimu sebagai seorang lelaki yang mencintai perempuan,”
“Maaf, Aku benar-benar minta maaf karna Aku harus benar-benar pergi,”
“Setidaknya tunggulah sampai lukisan itu selesai,”
“Tidak bisa, Aku harus pergi” Wirda beranjak dari duduknya dan beranjak pergi, dengan cepat Danu mencekalnya.
“Wir, Ku mohon..”
“Maaf, tidak bisa Dan maafkan Aku,” Wirda melepas genggaman Danu lalu berjalan menuju pintu gerbang rumah Danu tanpa menoleh kebelakang lagi, Danu ingin mengejar namun entah kenapa kakinya terasa beku, Wirda telah pergi jauh dan Dia tak mampu meraihnya atau mengejarnya lagi, kemudian Dia merasa dadanya sangat sakit, Dia mengerang memanggil sang Bunda dan Wirda, namun Wirda telah lenyap dari pandangannya dan semuanya menjadi gelap.
Sahabatku…
Semuanya pasti akan berakhir, begitupun dengan Kita
Mungkin tak cukup membayar semua
Namun… ini yang terbaik,
Rabu,12 November 2014
            Semarang masih digencar air-air dari nirwana, November … bulan yang penuh air hujan dan di salah satu rumah sakitnya akan ada teriakan kehilangan.
Perlahan Zayn membuka sulaman matanya, melihat kesekeliling kemudian menyadari suatu hal, dan Dia berharap apa yang dilihatnya dalam mimpi adalah bunga tidur semata dan tak pernah benar-benar nyata.
“Wirda mana Ma?” Zayn melihat sang Mama terdiam, matanya berkaca-kaca
“Wirda… Wirda..” perlahan tangan sang Mama menuntun tangannya ke daerah perutnya.
“Ini. Milik Wirda, kedua ginjal ini milik Wirda.. Wirda sudah pergi,”
“GAK !!! KALIAN BOHONG !! AKU HARUS BERTEMU WIRDA!! MA ! PA! ITU GAK BENAR KAN? Kak…” Mereka menggeleng, dan membuat tangis Zayn pecah, Dia berharap mimpi Wirda meninggalkannya adalah bunga tidur dan tidak nyata, sang Mama hanya mampu memeluk Zayn erat berharap bisa menenangkan putranya itu.
Di ruangan lain, Danu tengah mengerjapkan matanya melihat kesekeliling Dia melihat kedua orangtuanya menyambutnya dengan haru.
“Wirda mana Bun?” Mereka nampak bersedih, perlahan tangan Bu Maryam menuntun tangan Danu menuju dadanya.
“Wirda disini, ini kepunyaan Wirda,”
“Maksud Kalian?”
“Wirda sudah pergi,”
“Gak !!! Gak mungkin!! Wirda gak mungkin ninggalin Danu, kalau begini lebih baik Danu mati Yah !! Bun !!”  Bu Maryam dan Pak Zaky hanya mampu mendekap putra semata wayangnya erat-erat tanpa tahu harus berkata apa, dan hanya mampu mendengar racauan Danu.
            Zayn memungut benda-benda yang ada di dalam kardus, ada bingkai foto,lukisan yang menggambarkan kebersamaan sepasang kekasih dan banyak lagi, perlahan Zayn membuka kertas yang terselip diantara semuanya dengan tangan gemetar Zayn membacanya.
To : Zayn, kekasih hatiku
Tidak terasa yaa sudah tiga tahun Kita menjalani semuanya, ada suka,duka,marah,tangis,canda,tawa pokoknya nano-nano deh…hehe J kalau Kamu baca surat ini berarti Kamu udah bangun kan? Cieee yang tidur mulu dasar kebo !!
Zayn, kekasihku maafkan Aku karna telah berdusta dan menggoreskan luka padamu, Kamu sudah tahu seberapa besar cintaku kepadamu, Aku yakin Kamu pasti mendengarnya, karna Kamu tidak tuli.. Kamu tak pernah menutup mata Kamu untuk peduli kepada siapapun dan itu sangat manis menurutku..
Kekasihku.. Aku juga minta maaf karna tidak jujur padamu, kalau sebenarnya Aku sakit bahkan dokter pernah memperkirakan hidupku gak lama lagi tapi adanya Kamu membuatku bertahan sejauh ini walaupun pada akhirnya Aku juga menyerah dan meninggalkanmu, sungguh maafkan Aku Zayn karna Aku tak menceritakannya padamu, kalau  boleh jujur hatiku sakit sangat sakit melihatmu terluka, Kamu tahu kan separuh jiwa kita telah menyatu? Begitupun dengan hati Kita…
Mulai saat ini jangan pernah cari Aku lagi, terbanglah.. Aku sudah mengembalikan sayapmu..
Lupakan Aku semampumu..
Aku sangat mencintaimu
Beloved,
Wirda Permana
Zayn memeluk erat kertas itu, berharap sang penulis balas memeluknya, “Wirda..” panggilnya lirih.
            Danu memandang lukisan dirinya, lukisan yang sangat rapi hadiah dari Wirda, kemudian Dia membuka kertas yang berisi surat dan membacanya.
To : Danu, sahabatku
Hallo Danu yang suka ngintipin kegiatanku, yang suka motoin Aku, dan yang suka senyum kalau liat aku, hayooo nagaku aja deh! Aku sudah tahu kok,
Maaf yaaa Aku bohongin Kamu sebenarnya Dia adalah sahabat yang merangkap sebagai kekasih buatku, yang selama tiga tahun menemaniku, Dia juga yang akan mewarnai hidpmu yang polos itu, hehe J namanya Zayn,
Sebenarnya Aku sedikit membagi cintaku ke Kamu, dan maaf kalau tiga hari tidak cukup untuk mengganti penantianmu selama enam tahun, Aku takjub lho mendengarnya dari Bundamu, tapi.. Aku memakluminya, dan sekarang Aku menggantinya dengan ini, dan lukisan itu sengaja Ku berikan karna Aku juga seorang seniman.. Kamu lelet sih.. cepetan Izrailnya.. see you yaa
Aku sayang Kamu
Beloved,
Wirda Permana
Danu termenung sesaat, kemudian mendesah “Wirda..” lirihnya pelan.

Rabu,19 November 2014
            Danu melangkah ragu di areal pemakaman, Dia mendapati seseorang sudah ada di makam tujuannya, seseorang yang tak dikenalnya, Dia berjongkok di hadapan orang tersebut, yang tengah asik menatap dan membelai nisan, seseorang dengan seragam putih abunya, menyadari kehadiran Danu orang itu menoleh, Danu tersenyum.
“Aku Danu, sahabat Wirda”
“Aku Zayn, kekasih hati Wirda” Mereka saling berpandangan dan tersenyum simpul menandakan pertemanan Mereka terjalin saat itu juga. Wirda benar sifat Zayn tak jauh berbeda dengannya, usil,menyebalkan dan jail. Danu bersekolah di sekolah umum dan bersahabat sangat baik dengan Zayn kadang Mereka sama-sama berkunjung ke makam dan berbagi cerita, sekarang tak ada lagi Danu yang polos karna telah ada Zayn yang mewarnainya seperti yang di katakan Wirda. Mereka tersenyum memandang kejora senja itu dan berbisik dalam hati “Kami bahagia.. terimakasih,”. THE END

#Khichand_Lee