Aku
masih memandang arah lapangan basket, Dia disana dengan lincahnya mendrible si
bundar oranye itu dan itu membuatku mau tak mau tersenyum. Rasanya sudah lama
Aku menghabiskan waktu istirahatku untuk duduk disini menatapnya yang berpeluh,
setiap hari Rabu Dia mendrible bolanya dan itu semakin membuatku menyayanginya.
Namun selama itu pula Dia tidak tahu siapa Aku, begitupun denganku yang tak
tahu siapa Dia, yang Aku tahu saat Aku sedang bersedih atau gelisah atau bahkan
gugup Aku akan memandangnya kemudian mendapatkan kedamaian dalam hatiku. Aku
ingat waktu itu Aku mengikuti olimpiade matematika, dan Dia dengan senyumnya
mencegatku memberi semangat padaku.
“Tunggu...” Aku menghentikan
langkahku saat suara seseorang mampir di gendang telingaku.
“Ada apa??”
“Kamu mau ikut lomba kan?? Semangat
yaa kalau gugup panggil namaku Tiga kali.. semoga berhasil,” Aku mengerenyit
heran memandang kepergiannya Dia sangat lucu,
bagaimana Dia bisa menyuruhku untuk memanggil namanya Tiga kali, sedang
Aku tidak tahu siapa Dia, dan yang Aku lakukan adalah, kembali mendengarkan
suaranya Tiga kali, suara yang masih bergeming dalam telingaku, yang selalu
mendamaikan hatiku.
Hari
ini pelajaran olahraga, pelajaran yang tidak mungkin Aku ikuti, dan ini adalah
kesempatanku untuk melihatnya bergerak lincah di lapangan, ya jam olahraganya
selalu bergabung dengan kelasku, dan itu membuatku tersenyum, namun hari ini
Dia tidak terlihat dimanapun dan itu membuatku mendesah kecewa.
“Sendirian aja, Mau ditemenin??”
suara seseorang membuatku menoleh, dan rasa kecewa yang sedari tadi menjamah
hatiku sirna saat Aku tahu siapa yang sedang berbicara padaku.
“Tumben,”
“Kok jawabannya beda sih?? Harusnya
jawabnya Iya atau tidak,” Aku terkekeh malu.
“Maaf, boleh kok,”
“Iya atau tidak,”
“Iya,,”
“Iya apa??” sungguh ternyata Dia
itu menyebalkan.
“Iya boleh kok, mau aja ditemenin
Kamu,”
“Haha..” Dia tertawa mengacak
rambutku asal, dan rasa damai langsung menjamah hatiku. “Kamu lucu deh,”
“Apanya yang lucu??”
“Kamunya??”
“Aku?? Lucu??”
“Iya,”
“Apanya??”
“Ish.. dari tadi diputer – puter
mulu,” Aku terkekeh melihat ekspresinya. “Tumben gak ikut Olahraga,?”
“Owh, Aku Cuma mau nemenin Kamu aja, pengen ngrasain enaknya gak ikut pelajaran olahraga, ternyata menyenangkan juga,”
“Owh, Aku Cuma mau nemenin Kamu aja, pengen ngrasain enaknya gak ikut pelajaran olahraga, ternyata menyenangkan juga,”
“Menyenangkan???”
“Ya, Kita bisa tertawa saat ada
adegan aneh yang lucu tanpa harus ditertawakan balik,”
“Tapi untuk ukuran seorang atlet
seperti Kamu, gak olahraga itu malah akan menyakiti Kamu,”
“Perhatian banget sih Kamu,”
“Karena Aku selalu memperhatikanmu,”
“Memperhatikanku??”
“Ya, sudah lama Aku
memperhatikanmu,”
“Lancang sekali Kamu??”
“Maafkan Aku, Kamu adalah damaiku
saat Aku melihatmu semua rasa gundah itu hilang, lenyap seketika,”
“Maksud Kamu,”
“Kamu itu Moodboster buat Aku,”
“Kamu gila,”
“Aku tidak gila,” ya Aku tidak
gila, Aku hanya menyayanginya, mencintainya, apa salahnya?? Mungkin faktor
diriku, Aku yang sudah tidak sempurna lagi.
“Kamu gila, sumpah,”
“Aku gak mau apa – apa kok, Aku
Cuma mau tahu nama Kamu,”
“Kamu gak tahu nama Aku, dan gak
kenal Aku??”
“Iya, itulah kenapa Aku
memperhatikanmu, dan Aku menyayangimu,”
“Sayang??” Aku mengangguk,
tersenyum manis padanya matanya nampak berbinar terang membuatku mengerenyit.
“Aku juga sayang sama Kamu,”
“Aku bahkan mencintaimu, bolehkan
kalau Aku mencintaimu???”
“Aku.. juga mencintaimu,”
“Tapi Aku tak mengenalmu,”
“Aku Andra, kelas XII IPA 1, Aku
tak mengenalmu,”
“Aku Andrea, XII IPA 2,” Aku
tersenyum manis padanya, dan Dia nampak kebingungan menatapku. “XII IPA 2?? Kok
Kita tidak saling mengenal?? padahal kelas Kita berdampingan.” Aku hanya tersenyum manis
padanya, tak menjawab pertanyaannya rasanya saat tahu siapa Dia dan tentang
perasaannya Aku merasakan kedamaian yang sebenarnya dan Aku tenang dibuatnya.
“Woy Dra!!! Gila Lo yaa?? Ngomong sama
Siapa???” suara seseorang membuat Dia menoleh ke arah suara yang terdengar
mengejek itu.
“Lagi sama Andrea??”
“Andrea??? Jelas – jelas gak ada
siapa – siapa di deket Lo,” Dia menoleh kearahku, Aku tersenyum manis padanya.
“Aku pergi dulu, selamat tinggal..”
“Andrea.. Andrea...” Aku melangkah
pergi meninggalkannya yang duduk kebingungan.
“Woy Dra sadar !!!” Dia tersentak
kaget menatap temannya malas. “Kedatangan Lo membuat Andrea pergi tahu,”
“Andrea siapa sih?? Gue gak liat
siapa – siapa kecuali Lo, waktu Gue ke sini mau jemput Lo,”
“Lo gak liat perginya??”
“Ngaco deh Lo, emang Andrea siapa
sih??”
“Anak XII IPA 2,” Dia mengerenyit
saat menyadari perubahan raut wajah dari temannya itu, ditambah saat temannya
menyeretnya menuju koridor tempat mading terpasang, menunjukkan sebuah foto dan
rangkaian kata – kata.
Turut berduka cita, atas meninggalnya Andrea Dewata
XII IPA 2
Selamat jalan kawan, sang juara olimpiade
matematika..
Tubuhnya oleng,
berulang kali membaca rangkaian kata itu dan memastikan foto yang terpajang.
“Ini gak mungkin, baru beberapa
menit yang lalu Gue ngobrol sama Dia,”
“Tapi pada kenyataannya, Dia udah
gak ada 2 Minggu yang lalu, setelah penyerahan piala olimpiade, waktu Lo
kecelakaan, dan dirawat,”
“Gak mungkin, Ini gak masuk akal
tahu gak, Andrea belum meninggal, gak..”
“Dra.. sabar Dra.. tenangin diri
Lo,”
“Aku mencintainya, Lo harus tahu
itu,”
“Iya, Gue ngerti tapi gak gini,”
Dia berlari menjauh dari mading dan temannya, berlari mencariku dan Aku melihat
tubuhnya tersambar mobil dan Dia bangkit dari raganya wajahnya nampak sumringah
dan langsung memeluk jiwaku.
“Andrea, Aku tahu kalau Kamu belum
meninggal, Aku tahu..”
“Kembalilah, belum saatnya Kamu
pergi,”
“Tapi..”
“Relakanlah Aku..” Aku pergi
menjauh darinya, menuju titik cahaya yang berkilau, menjemput keabadianku.
“Andrea !!!!”
Andra terbangun dengan pelipis penuh keringat, di sampingnya sang Ibu
menyambutnya penuh haru.
“Kamu udah sadar sayang...”
“Mama???” Andra menatap
kesekeliling, Andrea sudah pergi itu yang Dia tahu, gadis yang sudah sejak lama
Dia perhatikan, gadis yang sudah lama Dia sayang bahkan mungkin cinta, gadis
itu sudah pergi menyisakan kedamaian dalam batinnya, menyisakan pusara
bertuliskan nama Andrea, dan Cinta berpihak padanya, saat takdir menuliskan Dia
akan menyatakan perasaannya kepada Andrea, meskipun itu terjadi hanya kepada
Jiwa Andrea saja.
Backsong
: CJR “Damai”
The End
#Khichand_Lee
Tidak ada komentar:
Posting Komentar