Kamis, 19 November 2015

The Cloudy And Rainbow (Part 10)


Jihan mematung menatap malas Naura yang duduk memunggunginya sembari menatap kosong kedepan, jika tidak dipaksa Hendra mungkin Jihan tidak akan menemui kekasihnya yang Dia abaikan hampir seharian ini. Dan matanya membola, saat melihat Naura duduk dengan tatapan kosong dan air mata membasahi pipi gadisnya.
“Ra..”
“Jangan cegah Aku, ketika Aku ingin menangis, jangan cegah Aku meskipun Aku ingin, karena beginilah Aku dengan air mata, air mata yang berbicara tentang alasan yang tak kumengerti, alasan kenapa harus menangis untuk mengurangi sesak dan sakit di dada, alasan kenapa air mata diciptakan menghiasi sebagian dunia, kenapa air mata bisa melampiaskan amarah, kenapa air mata selalu menetes di pipi, bukan terbang seperti angin, hanya air mata yang tahu kenapa Aku menangis,”
“Ra...”
“Aku pulang di jemput supir, kalau Kamu mau nerusin pekerjaan Kamu gapapa kok, Aku gak akan ganggu,” ucapan Naura membuat Jihan tertegun, tidak mengerti.
“Ra..” Jihan mencekal lengan Naura saat Naura akan beranjak pergi, kemudian memeluknya.
“Maaf,” bisik Jihan merasa bersalah.
“Gapapa kok, Aku ngerti,” Naura melepaskan pelukan Jihan, menatap Jihan nanar.
“Maaf,”
“Aku tahu Jihan, saat Aku cari Kamu dan Aku hanya menemukan kebohongan dan pada akhirnya Aku menemukan kejujuran meskipun itu tidak langsung, makasih Jihan Aku janji gak akan gangguin Kamu kalau lagi sibuk, Aku pulang dulu ya, jaga diri Kamu baik – baik,” Naura mengecup kening Jihan, agak berjinjit kemudian tersenyum membelai paras kekasihnya. Berbisik, “Aku mencintaimu,” kemudian berlalu dari hadapan Jihan. Sedang Jihan hanya diam memandang kepergian Naura, mendesah kemudian memutuskan untuk kembali ke ruang OSIS.
            Jihan mendesah frustasi menatap ponselnya yang tak bergetar sedari tadi, biasanya Naura akan menelfonnya dan terus mengiriminya pesan setiap malam, namun malam ini berbeda Naura tak menghubunginya sama sekali membuatnya kembali mendesah merasa menyesal kenapa dirinya tidak bisa mengontrol emosinya dan membuat gadisnya menjauh darinya, efek disalah – salahkan membuatnya menjadi jengah dan lepas kontrol, Jihan mengusap wajahnya kasar kemudian bangkit dari posisinya menyambar jaket dan kunci motor.
“Mau kemana Han??”
“Minta maaf,”
“Minta maaf??”
“Aku menyakiti Naura hari ini,”
“Gak bisa besok??”
“Atau Aku akan menyesal Bun,”
“Ya sudah, hati – hati,”
“Makasih Bun,” Jihan mencium punggung tangan bu salma kemudian bergegas untuk pergi ke rumah Naura.
Jihan melepas helmnya, pandangannya tertuju pada satu objek, Naura tengah duduk di bangku taman sembari menatap bintang, dan terdengar suara ribut – ribut dari dalam rumah, membuat Jihan mengangguk mafhum.
“Ra..”
“Jihan, tumben main??” Jihan tak membalas, langsung memeluk Naura erat, entah karena efek malam atau apa, tapi Jihan merasakan kalau tubuh Naura terasa dingin.
“Aku merindukanmu, maafkan Aku.. Aku lagi banyak masalah makanya Aku terbawa emosi,”
“Dimarahin??”
“Ya, begitulah..”
“Pasti nyrempet hubungan Kita,”
“Ya, maafin Aku yaa..”
“Aku udah maafin Kamu kok, justru Aku yang minta maaf udah ganggu Kamu,”
“Kamu tahu, kalau gak dikangenin sama Kamu, rasanya ada yang hilang, Kamu boleh minta Aku gendong, tidur dipangkuan Aku bahkan tidur bareng Aku juga gapapa, asal Kamu bahagia dan gak nangis,”
“Kamu bisa aja,” Mereka terkekeh, kemudian melepaskan pelukan Mereka.
“Aku mau tanya, kenapa sih?? Akhir – akhir ini Kamu jadi manja gini??”
“Loh bukannya Kamu yang janjiin??”
“Benarkah??”
“Iya,”
“Ya ampun Aku lupa, maaf ya..”
“Selain itu, karena Aku emang takut Jihan, gak ada Kamu disamping Aku itu tidak begitu jadi masalah asal Aku masih bisa melihatmu dan memastikan kalau Kamu baik – baik aja,”
“Ya ampun Naura.. Kamu gak percaya kalau Aku bisa jaga diri??”
“Bukannya gitu, tapi Aku butuh perlindungan Kamu,” ucapan Naura membuatnya tertegun, percakapan yang menurutnya berputar – putar itu membuat Jihan tidak bisa berkata apa – apa lagi.
            Naura segera menghampiri Binta saat melihat Binta melintas, namun dengan cepat Binta menghindar membuat Naura mau tak mau mengejar.
“Bin,, Binta tunggu!!”
“Jangan pernah muncul lagi dihadapan Aku, melihat Kamu buat Aku benci!!”
“Aku bisa jelasin semuanya Bin,”
“Gak ada yang perlu dijelasin lagi, biarin Aku pergi,”
“Bin..” Naura mendesah, menerawang arah depan, rasanya Dia adalah sahabat terburuk untuk Binta, Naura mendesah pasrah melangkah lunglai menuju kantin menemui Jihan.


Desember 2003, penghujung tahun..
            Tahun baru akan segera datang, banyak yang menyambutnya antusias begitupun dengan Jihan dan Naura, saat ini Mereka tengah berada di halaman belakang rumah Jihan, merayakan tahun baru bersama. Dengan manja Naura bersender di dada Jihan, memainkan pita yang ada ditangannya, sesekali tersenyum saat melihat kerlip bintang gemintang di langit.
“Naura..”
“Ya??”
“Aku mencintaimu,”
“Aku juga,”
“Ra, kalau misalnya Kamu suka sama cowok lain, Kamu mau jujur gak sama Aku??”
“Enggak,”
“Kenapa??”
“Entar, diromantisin lagi sama Kamu, kaya nasibnya anak kelas satu,” Jihan terkekeh mengacak gemas rambut Naura.
“Dikira Aku apaan,”
Aunty bilang Kamu kan cewek,”
“Nakal yaa,, udah kumat nakalnya,” Naura hanya nyengir lebar.
“Wish Kamu malam ini apa??” baik Jihan maupun Naura sama – sama diam. Jihan diam menunggu Naura menjawab pertanyaannya, sedang Naura diam karena sedang memikirkan jawabannya.
“Aku ingin selalu cinta sama Kamu,” Jihan terkekeh. “Itu bukan suatu jawaban Nauraku,” Naura hanya terkekeh lucu.
“Aku ingin kisah cintaku maupun kisah cinta Kamu berakhir bahagia,”
“Loh?? Bukan kisah cinta Kita??”
“Kan Aku dan Kamu jadi Kita,” jawaban polos itu membuat Jihan terkekeh, tidak habis pikir kenapa Naura memiliki jawaban yang sangat menggelitik perutnya. Bu Salma dan Pak Arif yang menatap Mereka dari kejauhan tersenyum bahagia.
“Mereka sangat bahagia meski tanpa kata,”
“Ya, memang..”
Jihan dan Naura sama – sama diam, suara dentang jam menyadarkan Mereka bahwa lembaran baru akan di mulai, Mereka menunduk berharap menyampaikan harapan kepada Tuhan, agar tahun yang akan Mereka lewati menjadi tahun yang lebih baik dari tahun yang telah Mereka lalui dan banyak lagi harapan Mereka. Mereka membuka mata kemudian menatap kagum kembang api yang menari lincah di angkasa, di langit malam yang gelap. Mereka menatapnya seakan menatap masa depan Mereka.

To Be Continued
#Khichand_Lee

Tidak ada komentar:

Posting Komentar