Kamis, 19 November 2015

The Cloudy And Rainbow (Part 12)


“OKE !! KITA CERAI !!!” tubuh Naura mematung di ambang pintu melihat kedua orang tuanya kembali bertengkar dan mengatakan sebuah kata yang mungkin tak pernah Dia harapkan ada dalam hidupnya.
“Gak Masalah, oke, Aku akan balik ke Yogya dan  Gilang ikut sama Aku..”
“Jangan pernah hubungi Kita lagi,”
“Ayah.. Ibu..” suara parau Naura membuat Mereka menoleh Gilang yang saat itu ada di sisi sang Ayah menatap Naura kosong.
“Pergi ke kamar Naura,”
“Gak, kalian jangan pisah jangan bawa pergi Kak Gilang,” pipi gadis rapuh itu berlinangan air mata, mencoba memohon.
“Gak bisa Naura!!” Bu Alya berkata dengan keras.
“Ayah akan tetap bawa Kak Gilang,”
“Naura butuh Kak Gilang.., Kak..” Gilang hanya diam di tempatnya tak berniat berbuat apapun.
“Kemasi barangmu Gilang,” Gilang mengangguk melangkah menuju kamarnya mengemasi barang – barangnya, air mata Naura semakin deras berjatuhan.
“Kenapa kalian harus pisah?? Kenapa??” Naura berteriak mencoba memberitahu jika dirinya masih sangat membutuhkan Mereka, namun Mereka hanya diam mengacuhkan Naura, tak kehabisan akal Naura menghampiri Kakaknya yang tengah berkemas, memeluk Kakaknya.
“Kak.. kenapa?? Kak jangan pergi,” Gilang tak menjawab, terlalu sulit untuk berkata – kata.
“Kak.. kalau Kakak pergi Aku sama siapa?? Kalau Kakak pergi Aku mau curhat sama siapa?? Kak.. ku mohon..” Gilang melepaskan pelukan Naura kemudian menyeret kopernya.
“Kak !!!” Naura mengejar Kakaknya meraih tangannya namun entah kenapa Gilang menampiknya dan itu membuat air mata Naura semakin deras mengalir.
“Kakak..” panggilnya lirih.
“Ingat Naura Gilang, tidak ada yang boleh berhubungan,”
“Kenapa??”
“TIDAK YA TIDAK NAURA!! TURUTI UCAPAN IBU!!!” Naura memejamkan matanya tidak pernah menyangka Ibunya akan semarah ini.
“Yah...”
“Tetap tidak Naura, dan tidak ada yang boleh melanggar..”
“Kak..”
“Ayo Gilang,” Gilang menurut mengikuti langkah Ayahnya, Naura berlari menyusul Dua laki – laki yang paling disayangnya itu.
“Kakak..” Gilang luluh menghadap adiknya, kemudian memeluk adiknya untuk yang terakhir mungkin, Naura menangis semakin mengeratkan pelukannya.
“Kamu kuat Kamu akan baik – baik aja, oke?? Kamu gadis yang kuat adik Kakak yang paling kuat, Kamu masih punya Jihan, Ibu, Binta dan masih banyak teman – teman Kamu,”
“Gak Kak, Mereka gak sayang sama Aku,”
“Siapa bilang??” Gilang tidak mengerti jika adiknya itu akan menambah luka esok harinya. Dengan penuh kasih Gilang mengecup puncak kepala Naura lama. Naura terisak air mata semakin membanjiri pipinya.
“Kakak pergi dulu yaaa.. Kita bisa curi – curi kok, oke??” Gilang menyeka air mata Naura yang entah kenapa tak bisa berhenti mengalir. Naura menggeleng.
“Gak Kak,”
“Pliss oke??” Naura menggeleng kuat tidak terima. Gilang mengacak rambut adiknya sebelum akhirnya memasuki mobil. Naura menangis di tempat bahunya bergetar hebat isakannya terdengar lirih dan mengundang tangis siapapun yang mendengarnya. Tak jauh Bu Alya juga menangis kemudian memilih menuju kamarnya menenangkan diri. Lutut Naura melemas, Naura jatuh terduduk, menangis sesekali mengerang ini cerita sedih pertamanya dan mungkin besok atau lusa akan ada cerita sedih kedua dan Dia tidak punya siapapun untuk bersandar, para pelayan yang melihat itu menyeka air matanya merasa sedih apalagi melihat Naura yang menangis seperti itu.
“Masuk yuk Non, udah malam..” Naura menurut saat salah satu pelayannya menuntunnya menuju kamar, tubuhnya terasa sangat lemas, pelan sang pelayan mendudukkan Naura di ranjangnya, menyerahkan segelas air putih, Naura menggeleng.
“Tinggalin Naura sendiri,” sang pelayan mengangguk patuh membiarkan Naura beristirahat.
            Pagi itu Naura kedatangan tamu saat Naura tengah melamun menatap sarapannya hampa. Sang pelayan langsung mempersilahkan masuk, dan mengatakan bahwa Naura sedang sarapan. Aunty Sara masuk menghampiri keponakannya yang tengah melamun.
Morning honey,” Naura menoleh kemudian tersenyum.
Aunty membawanya,”
“Apa??”
“Rinz, come here honey,” Naura menatap malas arah masuk terlihatlah seorang pemuda bertubuh tegap dengan paras tampan kebulean menyeret kopernya.
What’s wrong??”
“Ini keponakan Aunty, namanya Naura,” pria itu tersenyum ramah menyodorkan tangannya, Naura tak membalas hanya menyebutkan namanya “Naura,”
“Yang sopan Naura,” Naura hanya mendesah acuh, sedang pria itu hanya tersenyum.
No Problem Aunty..Naura, my name is Rinz Naura mengangguk tanda mengerti.
“Aku berangkat dulu Aunty, udah siang nanti Rinz bisa di bantu pelayan,” Sara tersenyum mengangguk, membiarkan keponakannya pergi begitu saja.
She is beautifull,” gumam pria bernama Rinz itu, Sara tersenyum kemudian membantu Rinz membereskan barangnya dan mengajaknya sarapan.
            Naura mendesah menatap gerbang sekolahnya ragu, rasanya Dia tidak siap sungguh, hingga teguran sang supir menyadarkannya dan membuatnya melangkah keluar, sang supir mendesah pelan, merasa iba dengan anak majikannya itu. Naura menarik nafas dalam kemudian menghembuskannya, langkahnya terasa sangat berat apalagi jika mengingat kejadian tadi malam, air matanya kembali menetes dengan segera Dia menyekanya karena Dia akan menemukan alasan untuk tersenyum.
“Naura,” panggilan seseorang membuatnya menoleh, kemudian tersenyum.
“Ayo, ke kelas,”
“Hari ini kosong,”
“Aku lupa, Kita ke kantin aja yuk,” Naura hanya mengangguk mengikuti langkah Jihan.
“Hey.. Kamu harus berjalan di sampingku sayang,” Naura tersenyum menurut.
“Tumben gak bawel,”
“Kenapa?? Gak boleh??”
“Gak sih, aneh aja jadi canggung gak asik,”
“Kamu bisa aja, udah sampai mana persiapan acara perpisahannya??”
“Lumayanlah, udah bisa ditinggal, gak krasa ya?”
“Seharusnya Kamu gak boleh gitu tahu,”
“Sekali – kali, karena Mereka yang lebih sering,”
“Sabar aja,” Mereka duduk di kantin tempat biasa Mereka duduk, hari ini baik kelas X,XI maupun XII bebas mau berangkat atau tidak dan boleh pulang kapan saja.
“Udah sarapan??” Naura menggeleng lesu.
“Gak nafsu,”
“Gak boleh gitu tahu,”
“Biarin,”
“Sarapan yaa?? Aku suapin,”
“Gak Jihan,”
“Harus mau,”
“Gak,”
“Harus,”
“Gak mau, tikus..”
“Harus mau, siput..”
“Gak,”
“Iya,”
“Oke deh,” Jihan tersenyum lebar menyuapi Naura dengan nasi goreng yang baru dipesannya, sesekali Mereka tertawa. Putri yang melihatnya mengepalkan tangannya kuat.
“Ternyata Naura melanggar aturan, awas aja” Putri merogoh sakunya menelfon seseorang.
“Hallo..”
            Jihan menunggu Naura yang izin ke toilet, merasa bosan Jihan menopang dagunya, Naura terlalu lama di toilet. Tidak tahu kapan datang, tiba – tiba Ryan datang dan langsung memukul Jihan dan membuat Jihan terpental jatuh dengan sudut bibir berdarah.
“Apa lagi??” tanya Jihan sewot, tidak terima.
“Sekarang Aku minta Kamu putusin Naura !!”
“Mutusin Naura?? Itu adalah hal mustahil Aku lakukan!!”
“Kamu harus mutusin Naura, Jihan” pandangan Jihan beralih kepada Putri yang tengah menatapnya tajam.
“Maksudnya??”
“Lihat ini, dan dengarkan ini..” dengan ragu Jihan menerima, Putri memberikannya sebuah foto, foto dimana laki – laki yang baru saja memukulnya mencium pipi gadis yang sangat dicintainya, matanya membola tak percaya.
“Mustahil,”
“Sekarang dengarkan isi rekaman itu,” dengan ragu Jihan memncet tonbolnya lalu terdengar suara gadisnya. Naura berdiri dengan kaki bergetar menatap apa yang ada dihadapannya takut.
“Aku jadian sama Jihan karena ingin merubahnya, gak tahu kenapa Jihan yang minta yaa Aku terima aja, mau gimana lagi??kalau bertanya Aku cinta sama Jihan apa enggak Aku gak tahu,”
“Ryan.... Aku minta maaf, udah salah sama Kamu, Aku janji gak akan ngulangi lagi, A..ku mencin..taimu”
Nafas Naura tercekat, saat melihat Jihan mengepalkan kedua tangannya air mata lolos begitu saja di pipinya.
“Naura itu cintanya sama Aku, bukan sama Kamu.. tahu??” Jihan terdiam.
“Jihan,” sadar Naura ada disekitarnya, Jihan langsung menghadap gadis itu.
“APA MAKSUDNYA NAURA??!!! KAMU MAU MEMPERMAINKAN AKU??!!” Naura menggeleng, Dia tidak pernah mempermainkan Jihan.
“Ak..Aku..”
“Semua kata cinta dan sayang yang selama ini Kamu ucapkan itu bohong?? Ha?? Jawab jangan diam aja,!!!”
“Aku..”
“Dari awal Aku udah bilang, Kakak gak perlu nerima Aku kalau Kakak Cuma kasihan, apalagi hanya ingin merubah hidupku!! Sumpah Aku gak nyangka Kakak sebusuk itu,”
“Jihan,” Naura melirih Jihan tak pernah memanggilnya Kakak lagi setelah jadian.
“Jangan bilang gak tahu!!”
“Iya Jihan,!! Iya!! Semua itu benar!! Puas!!” Naura berteriak, sedang Putri tersenyum puas.
“Haha.. Aku dipermainkan, untungnya Aku gak pernah cinta sama Kakak, mulai detik ini kita PUTUS !!!!” air mata Naura semakin deras mengalir, Jihan mengatur nafasnya yang terengah.
“Jihan...”
“Gak ada kesempatan kedua Kak, gak ada...” Jihan beranjak pergi meninggalkan Naura yang menangis untuk kedua kalinya, ini cerita sedih kedua.
“Udahlah Naura sayang... sekarang hanya ada Kita,” Ryan merangkul bahu Naura, namun dengan cepat Naura menepisnya.
“KITA?? OMONG KOSONG!!! Kamu udah gak cinta sama Aku, tapi Kamu udah jatuh cinta sama orang lain, Ryan,”
“Ya gak mungkin lah... Aku Cuma cinta sama Kamu, dan sekarang udah gak ada penghalang,”
“Seseorang tidak akan pernah tega menyakiti hati orang yang di cintainya, kalau Kamu cinta sama Aku, Kamu gak akan berbuat seperti ini, Kamu akan membiarkan Aku bahagia sama Jihan, orang yang jelas – jelas Aku cinta, dan gak ngancem Aku kaya gini, kalau Kamu cinta sama Aku, Kamu akan rela melepaskan Aku dan saat ini hati yang tidak ingin Kamu sakiti adalah hati Putri, terima kasih buat hari ini, sampai jumpa..” Naura berlalu dari kantin, seisi kantin yang sedari tadi menyaksikan bagaimana Jihan dan Naura tertawa dan bagaimana Jihan dan Naura mengakhiri hubungan dan Naura meninggalkan kantin tak ada yang berkata ataupun membela, Rehan yang seharusnya senang menunduk sedih melihat Naura menangis seperti itu sedang disampingnya Oji menenangkan.
“Sumpah Aku bakal benci banget sama Mereka berdua,” gerutu Rehan kesal, menyesalkan berakhirnya best couple itu. Sedang Ryan terpaku di tempatnya, menunduk, Putri tersenyum puas.
Naura berlari terus berlari, sedang Sandra yang mengejar Naura akhirnya  mencekal lengan Naura ingin memperbaiki semua dan meminta maaf.
“Ra,” Naura berhenti, masih terisak.
“Aku benar – benar menyesal,”
“Semuanya udah terjadi, lihat apa yang Kamu mau udah tercapai, Aku hancur kehidupan sempurna Aku di mata Kamu udah selesai,”
“Aku akan memperbaiki semuanya,”
“Gak ada yang perlu diperbaiki, San semuanya udah terjadi dan Aku udah siap jauh – jauh hari, sekarang bahkan Aku sudah tidak bisa menatap Kak Gilang,”
“Aku minta maaf soal itu,”
“Gak San, semuanya udah hancur lebur.. hati Aku, hati Jihan,”
“Ra,,”
“Biarin Aku pergi,” Naura melepaskan tangan Sandra kemudian berlari menuju rumahnya, Sandra mendesah ditempatnya rasa bersalah kian menggunung dihatinya, Ryan yang melihatnya juga menunduk sedih, ucapan Naura masih berputar di kepalanya.
            Jihan mengendarai motornya dengan kecepatan gila, berharap dapat mengurangi rasa sakit yang di hatinya, Dia tidak pernah menyangka jika cinta akan semenyakitkan ini, Dia tak pernah tahu kalau Naura tega mmebohonginya semua yang Dia jalani dan semua yang Dia pertahankan sudah usai dan sia – sia namun Jihan tetaplah Jihan yang mencintai Naura, tidak akan berubah hingga Tuhan sendiri yang akan merubahnya. Sesampainya di rumah Dia langsung masuk kamar tak memperdulikan Bundanya, dengan brutal Jihan meluapkan emosinya kepada benda – benda disekitarnya, tangannya menyapu bersih meja belajarnya, kamar yang tadinya rapi kini nampak berantakan oleh tangan Jihan, karena lelah Jihan terduduk menangis tertahan, untuk saat ini Dia merasa sangat lemah, Jihan menghiraukan ketukan pintu bundanya yang memanggil – manggil namanya , untuk saat ini Dia tidak peduli Dia merasa sangat hancur. Di tempat yang berbeda Naura terduduk di sisi ranjangnya menangis terisak bahunya bergetar hebat, kamarnya juga berantakan, sama seperti Jihan Dia juga merasa hancur. Sedang diluar kamarnya Rinz mengetuk pintu kamar Naura,merasa khawatir dengan gadis yang mampu membuatnya penasaran itu. Untuk kali ini baik Naura maupun Jihan merasa sama – sama di titik paling bawah, dengan berderai air mata Mereka meratapi takdir yang membentang lebar di hadapan Mereka, Jihan tidak menyangka akan ada perpisahan menyakitkan seperti ini. Mereka masih terisak, terpukul dan berusaha menerima. Ketakutan itu telah terjawab, kekhawatiran dan pengandaian itu telah mempunyai jawaban, kisah Mereka berakhir cukup sampai disitu, tak ada yang tahu apa yang terjadi besok. Bu Salma menatap suaminya nanar masih betah di depan kamar putranya, entah kenapa Dia merasa terluka.
“Yah...”
“Sudahlah, biarkan Jihan sendiri,” Bu Salma mengangguk membiarkan suaminya merangkul tubuhnya. Sedang Rinz mendesah pendek menyerah, kemudian berlalu mungkin gadis itu membutuhkan waktu sendiri.

To Be Continued
#Khichand_Lee

Tidak ada komentar:

Posting Komentar