**
Angin berhembus pelan, menerbangkan
dedaunan kering yang berjatuhan. Tap...tap...tap.. suara derap langkah
terdengar pelan membuat suasana menjadi mencekam. Tap. Derap langkah itu
berhenti. Sepoi masih berhembus pelan, burung – burung terbang menyingkir.
Selang beberapa detik terdengar sebuah isakan. Isakan seseorang, seseorang yang
menatap lurus sebuah bangku panjang bercat putih yang kusam di bawah pohon
mangga yang tidak berbuah. Seseorang dengan seragam putih abunya yang lusuh
dengan jejak air mata dipipinya. Seseorang dengan paras cantik berlebihan
dilengkapi lesung pipi yang terlihat manis saat tersenyum dan rambut panjang
hitam berkilau lurus sepinggang. Cantik, karya Tuhan yang mendekati sempurna.
Entah apa yang membuat aura kecantikannya lenyap, dan entah apa yang membuatnya
tetap memaku pandangannya pada bangku itu, yang jelas Dia terluka. Luka yang
tidak terlihat, luka yang tidak berdarah, luka yang tidak tergores, luka yang
tidak ada yang tahu bagaimana wujud luka itu, hanya saja luka itu terasa sakit,
sangat sakit. Membuat dada sesak dengan linangan air mata, luka yang mampu
membuat seseorang berpuasa berhari – hari tanpa makan. Luka yang mampu membuat
seseorang membisu berhari – hari. Luka yang membuat seseorang tergeletak lemah
di ranjang. Dan luka yang juga mampu membuat seseorang mengakhiri hidupnya
dengan sia – sia. Luka yang tidak terlihat, tapi sakit. Dan luka itu mampu
membuat gadis dengan kecantikan berlebih itu murung, sedih dan menangis. Tap..
tap... tap.. gadis itu kembali melangkah menghampiri bangku panjang itu,
kemudian duduk kembali menangis.
**
Angin
masih bersemilir sepoi, suasana hening. Hanya suara gesekan ranting dan
dedaunan yang jatuh tertiup bayu. Dua orang insan masih khusyuk duduk di atas
bangku bercat putih di bawah pohon mangga yang baru selesai berbuah. Dua insan
itu masih memakai seragam putih biru, seragam yang penuh dengan coretan tanda
tangan dan kata – kata manis juga penyemangat hanya di bagian dada sebelah kiri
Mereka yang bersih, rapi dan tanpa coretan sedikitpun.
“Apa
harus pergi??” gadis cantik yang sedari tadi diam, mulai angkat bicara menatap
sosok pria tampan disampingnya. Pria itu berdehem. “Ya,” jawabnya singkat.
“Kenapa??”
gadis itu mengguncang bahu pria yang duduk disampingnya, air matanya menetes.
“Kenapa Kamu diam??” pria itu menghela nafas panjang, membawa sang gadis
kembali ke pelukannya.
“Maafkan
Aku,” bisiknya pelan, ditelinga gadis yang sedang didekapnya. “Maafkan Aku,
Cia..” pria itu semakin mendekap erat gadis dipelukannya, mencoba menahan
tangisnya. Tangis sedih dan penyesalan. Sedih karena harus pergi dan menyesal
karena Dia tidak mampu mengutarakan alasan kepergiannya. Yang sebenarnya, yang
sejujurnya tanpa harus membohongi gadis yang begitu disayangnya itu.
“Aku
mencintaimu..” bisikan lirih itu terdengar ditelinganya, sesaat tubuhnya
membeku. Ada yang bergejolak dalam dadanya ada yang menari di perutnya. Pria
berparas tampan itu tersenyum melepaskan dekapannya. “Aku juga mencintaimu..”
mendengar ucapan itu, gadis itu malah semakin menangis, terisak. “Karena Kamu
sahabatku,” dan penegasan yang terpotong itu membuat tangis gadis berparas
cantik itu menangis semakin hebat.
“Bukan...
Aku mencintaimu, benar – benar mencintaimu,” pria tampan itu memasang wajah
bingung, dahinya sengaja dibuat terlipat. Karena sesungguhnya Dia tahu apa yang
dimaksud gadis dihadapannya, karena Dirinyapun memiliki perasaan yang sama,
hanya saja Dia tidak mau mengakuinya. Karena alasan kenapa Dia pergilah
alasannya. “Maksudmu??”
“Aku
mencintaimu, sebagaimana seorang wanita mencintai seorang laki – laki,”
“Ci.. plisss
jangan bercanda,” gadis itu menggeleng. “Aku ingin mengatakan ini sejak dulu,
tapi Aku takut kehilanganmu..Aku takut Kamu menjauh dariku,,”
“Ci..” pria itu
menggenggam tangan Cia `sang gadis`. “Tapi hubungan Kita hanya sebatas
persahabatan, selamanya akan seperti itu, gak lebih..”
“Tapi Aku
maunya lebih Sam..,”
“Tidak Ci..”
gadis itu melepaskan genggaman tangan sang pria, kembali menangis. “Aku kurang
apa?? Aku kurang apa Sam?? Aku cantik, pinter, kaya, Aku kurang apa?? Sam??”
Sam `sang pria` menggeleng pelan, menarik nafas dalam mencoba menguatkan
hatinya. “Aku gak nyari yang cantik, pinter dan kaya Ci..tapi Aku mencari orang
yang Aku cintai,”
“Kamu
mencintaiku kan??” Sam mengangguk “Ya, tapi Aku mencari Cinta dan bukan cinta
persahabatan Ci, tapi cinta yang sesungguhnya, Kamu memang cantik.. bodoh kalau
Aku gak mengatakan Kamu cantik,, bahkan Tuhan menggoreskan kecantikan berlebih
kepadamu, tapi Aku gak bisa Ci.. dari kecil Kita udah sama – sama.. tumbuh sama
– sama, akan terlalu sempurna saat Kita juga bersatu..” Cia menangis semakin keras, berusaha
mengeluarkan kesakitannya. “Maafkan Aku Ci,, tapi Kita masih tetap sahabatan
kok,”
“Tapi semuanya
akan beda Sam,, karena Cinta sudah membuatnya jadi beda, dan Eidelweys yang
selama ini Kita petik, gak akan menolong karena cinta itu udah menyamainya..”
“Ci...”
“Gak Sam,
semuanya akan beda, Aku pikir Kamu juga memiliki perasaan yang sama, dan
setelah Aku mengatakan ini, Aku pikir Kamu tidak akan pergi” Sam menunduk,
memainkan jemarinya kemudian mengambil spidol di saku kemejanya, menimangnya
sebentar.
“Ci, kemari..” Sam kembali membawa
Cia kedalam pelukannya. Sam mendekap hangat tubuh Cia yang lebih mungil darinya
itu. Hatinya menjerit “Tebakanmu tidak salah Ci, Aku memang mencintaimu..
sangat mencintaimu, dan mungkin Aku yang lebih dulu menyadari bahwa Aku
mencintaimu.. tapi.. Aku tidak bisa Ci,”
“Ci,
Kita belum bertukar tanda tangan kan??” Cia mendongak, menatap wajah tampan Sam
dengan linangan air mata, Sam yang melihat itu menangis dalam hati, lalu segera
kembali memeluk Cia dan menyeka air mata Cia. “Maafkan Aku..” batin Sam
pilu.
Sedangkan
Cia masih betah membisu, masih betah memeluk tubuh sahabat yang paling
dicintainya itu, sahabatnya yang akan pergi. Cia tidak berkata apapun saat Sam
bertanya, hanya anggukan dan gelengan yang diberikan Cia dan tangis Cia kembali
pecah saat Sam membubuhkan tanda tangannya di dada kirinya dan dengan tangan
bergetar Cia menggoreskan tanda tangannya di dada kiri Sam kemudian menulis
kata I Love You, Sam.
Dan Sam
hanya mempu terdiam, kemudian kembali mendekap Cia yang menangis. Sam bukannya
tidak mau, Dia mau tapi sebuah alasan membuatnya harus pergi, dan Sam tidak mau
melihat air mata Cia saat Dia pergi. Ditengah tangis Cia, sebenarnya Sam juga
menangis dan tanpa Sam sadari Cia mengetahuinya dan itu yang semakin membuat
Cia semakin mengeratkan dekapannya.
**
Kejadian itu sudah Dua tahun yang
lalu. Gadis itu, Cia. Gadis yang berparas kelewat cantik yang tengah menangis
itu adalah Cia. Gadis yang kehilangan aura kecantikannya dan juga gadis yang
terluka. Terluka, jelas saja karena selama Dua tahun setelah kepergian Sam ke
luar negeri dengan alasan ingin melanjutkan kuliah disana, pria yang masih
begitu dicintainya itu pulang. Seharusnya Cia kembali, seharusnya Cia bahagia
namun itu hanya sebentar, karena Sam-nya pulang dengan membawa duka, Sam-nya
pulang tidak untuk memeluknya kembali, Sam-nya memang sudah pulang, tapi
Sam-nya sudah berhenti bergerak. Sam-nya meninggal.
“Sam...”
lirih Cia di sela tangisnya. Masih teringat jelas dekapan Sam hari itu, dekapan
yang begitu nyaman hingga membuatnya jatuh tertidur. Masih teringat jelas saat
samar Sam membisikkan kepadanya bahwa Sam juga mencintainya, sangat
mencintainya.
Sam pulang,
meninggalkan jejak, bahkan sebelum Cia sempat mengucapkan selamat tinggal, Cia
menyesal, seharusnya Dia tidak tidur, seharusnya Dia tetap terjaga, maka Sam
akan tetap disisinya karena Cia tidak akan pernah mengijinkan Sam pergi.
**
Sam menderita sakit parah cukup
lama, bahkan sebelum Sam mengenal Cia. Namun Sam menutupinya dari Cia. Itu yang
Cia tahu dari kedua orang tua Sam, saat Cia berkunjung dan masih berharap bahwa
Sam masih hidup. Namun harapan tinggalah harapan, Sam sudah tiada hanya namanya
yang tergores di nisan. Cia semakin murung, semakin sering duduk di bangku
panjang penuh kenangan itu, kemudian menangis.
Kenangan demi kenangan itu membuat
jejak – jejak dalam pikirannya, dan setiap jejak itu menggoreskan canda tawa
yang terasa menyakitkan dihati. Saat jejak – jejak itu mulai menjelajah dan
menguasai maka tak urung jika air mata yang akan mengungkapkan semuanya. Ya jejak
itu yang membuat seseorang menjadi terluka.****
#Khichand_Lee