Cinta
itu seperti hujan
Yang
tak akan pernah hilang,
Sampai
air di dunia ini benar – benar kering
Gavya termenung
memandang pemandangan pantai di hadapannya, sejenak Dia melirik ponselnya
berwallpaper seorang artis korea terkenal Kim Hyun Joong orang yang Dia tahu
berperan sebagai Yoon Ji Hoo di serial Boys Before Flowers favoritnya.
“Betapa susahnya menebak maumu, Kau
seperti tokoh Yoon Ji Hoo di serial drama favoritku, kadang baik kadang acuh,
huft..” keluhnya lirih.
“Apa yang Kamu fikirkan?? Cinta??” suara
seseorang mengejutkan Gavya.
“Arn, Kau selalu mengagetkanku,”
“Aku pacarmu, apa tak boleh??” tandas seorang
pria yang Gavya panggil Arn.
“Terserah,” Gavya nampak acuh dan
kembali menekuni aktivitasnya. Arn diam menekuni komik narutonya dan itu
membuat Gavya kesal.
“Kau terlalu acuh seperti karang Arn,”
tutur Gavya memandang lurus ke arah pantai.
“Maksudmu??” Arn mulai mengacuhkan
komiknya.
“Apa cinta itu hanya sebuah permainan??”
“Tidak, tapi membutuhkan sebuah
permainan untuk mendapatkan cinta,” Arn memainkan pasir dengan kaki
telanjangnya, meletakkan komik narutonya kemudian meraih ranting yang tak jauh
darinya dan menggoreskan sesuatu di atas pasir.
“Sejarah??” tanya Gavya heran saat Arn
menggoreskan kata itu.
“Ya, sejarah banyak artinya kenangan,
peradaban, kebudayaan, pohon, tingkatan..” Arn menghela nafas, menjeda
ucapannya.
“Bayangkan jika hanya ada satu peradaban
di dunia ini, hanya ada satu kenangan, satu pohon, satu tingkatan, dan satu
kebudayaan,,”
“Itu mengerikan,” jawab Gavya seraya
menerawang deburan ombak.
“Bayangkan jika hanya ada satu sejarah
di dunia ini, Ku beri tahu permainan itu bernama monopoli sejarah kotak emasnya
bernama cinta tujuan akhirnya adalah kematian, mati dengan baik atau buruk
karena hidup adalah pilihan”
“Kita hanya memilih mati atau hidup,
iyakan Arn??”
“Ya, apa alasanmu memilih berhenti??”
“Karena Aku lelah Arn,”
“Kalau lelah, jangan berhenti
bersandarlah”
“Lalu apa alasanmu membawaku kemari??
Apa Kau berniat untuk mempertahankan hubungan ini??”
“Karena Aku mencintaimu,”
“Aku lebih mencintaimu, Arn”
“Rasa cintamu tak akan pernah
mengalahkan rasa cintaku,”
“Kau terlalu sombong,” Arn menuntun Gavya
agar bersandar di bahunya.
“Tak ada yang pantas dibanggakan di
dunia ini semua yang ada disini hanyalah titipan Tuhan dan kelak Tuhan akan
menariknya kembali,”
“Bukankah apa yang telah di berikan
tidak boleh di tarik kembali??”
“Hukum manusia berbeda dengan hukum
Tuhan, jika didunia berzina akan di rajam sampai mati maka Tuhan menghukum
dengan siksa neraka,” Gavya termenung mencoba menyerap apa yang Arn ucapkan.
Dengan lembut Arn
membelai rambut panjang Gavya yang tertiup sang bayu, Gavya memejamkan matanya
menikmati sentuhan jemari Arn yang membelai rambutnya, Gavya tersipu tentu saja
selama ini Arn selalu bersikap acuh dan cenderung tak peduli. Mereka sama –
sama terdiam seakan mengingat masa – masa yang teracuhkan, jika Gavya membayangkan
sebuah keromantisan maka Arn hanya memberikan acuhan kepada Gavya jangankan
membelai, memanjakannya saja tidak. Mereka hanya sekedar bergandengan tangan atau
antar jemput saat ke sekolah atau kadang belajar bersama, Tiga tahun Mereka
mencoba mempertahankan hubungan Mereka hingga hanya goresan tinta warna – warni
dan tanda tangan menghiasi seragam Mereka dan disinilah Mereka menunggu senja
memisahkan matahari dengan sinarnya.
“Gak kerasa yaa?? Gak sia – sia hasil
belajar Kita,”
“Ya, Kita sudah berjuang awalnya Kita
rival untuk mendapatkan juara kelas,”
“Lalu benci itu jadi cinta, Kita
memutuskan untuk melangkah bersama dengan satu tujuan, kadang Aku di depan dan
Kamu di belakang atau kadang sebaliknya, Kita tak pernah sejajar itu yang
buatku takut,”
Gavya menghela nafas pendek, mencoba
menetralisir detak jantungnya dan ini yang membuatnya mempertahankan
hubungannya dengan Arn, sebuah alasan klasik.
“Aku mencintaimu, Arn” lirih Gavya
dengan linangan air mata.
“Aku juga sangat mencintaimu,”
Gavya menarik nafas
dalam, mencoba mengumpulkan kembali kekuatannya.
“Aku tak bisa berdiri tegak tanpamu Arn,
meskipun kadang Kamu mengacuhkanku dan memilih bergelut dengan buku eksak atau
komik narutomu, karena Aku sadar hadirnya Kamu di sisiku membawa kebahagiaan
terbesar bernama kenyamanan,”
“Maaf, Aku tak memberikan lebih banyak
kenangan untukmu, tentang kisah Kita Tiga tahun ini,”
“Tidak Arn, semua itu sudah lebih dari
cukup, semua orang di dunia ini berbeda, itu yang Aku tahu.” Arn tersenyum
tipis, jemarinya masih betah membelai rambut Gavya, Arn ingat saat Gavya selalu
merangkul pundaknya layaknya sepasang sahabat atau kadang menciptakan ide gila
untuk menjahili layaknya sepasang rival, tak banyak yang tahu jika Mereka
sepasang kekasih yang masih bernafsu untuk menjahili pasangannya meskipun
berstatus sebagai pacarnya, bagi Mereka itu hanya status. Banyak orang mencibir
hubungan Mereka, tapi cinta telah menuntun Mereka sejauh ini.
“Cinta ini tak akan pernah hilang,
hingga benar – benar telah hilang,”
“Aku tahu itu,”
“Menikmati senja sempurna dengan bermain
air??” tawar Arn tersenyum nakal, menatap Gavya yang nampak berfikir lalu
mengangguk tersenyum. Tangan kokoh Arn menuntun Gavya, Mereka berlari, menari
bersama ombak yang terkena bias senja, Mereka tertawa dan bahagia dan senja
berbisik.
“Semoga
selalu bahagia...”
Arn nampak kecewa saat
tak menemukan orang yang sangat ditunggunya tiba di bandara.
“Arn, ayo pesawat akan berangkat Lima
menit lagi,”
“Tunggu sebentar lagi Yah, Gavya belum
datang,”
“Tidak bisa Arn, Kau bisa menghubunginya
nanti setelah sampai,” Arn mengangguk lesu mengikuti langkah Ayahnya yang hari
ini mengantarnya ke Jerman untuk mengambil beasiswa kuliahnya. Namun gadis yang
di tunggunya tak kunjung tiba dengan kecewa Arn duduk di kursinya menerawang ke
arah jendela, mengenang kembali hari itu hari kelulusan dimana saat itu Dia
bisa menghabiskan waktu seharian penuh dengan gadisnya yang harus merelakannya
pergi jauh untuk kuliah dan ada alasan lain selain itu.
Lima
tahun kemudian....
Arn tersenyum sumringah
saat menginjakkan kakinya di lantai bandara, sudah Lima tahun dan Lima tahun
bukanlah waktu yang sebentar dan Arn harus menelan kekecewaan saat Gavya tak
pernah menghubunginya barang sekalipun, sekarang Arn sadar apa yang dikatakan Gavya
hari itu memanglah benar, Dia tidak bisa
berdiri tegak sempurna tanpa Gavya. Setidaknya Dia ingin menciptakan kenangan
yang lebih sebelum masa itu tiba.
Hanya perlu beberapa detik Arn menunggu
ada yang membukakan pintu setelah Dia menekan bel. Setelah merapikan pakaiannya
Arn memutuskan untuk segera menemui Gavya dan memeluk gadis itu untuk melepas
rindunya.
“Kak, Arn??” sapa seseorang yang
membukakan pintu untuk Arn dengan tak percaya, Arn tersenyum ramah memegang
kedua bahu pemuda berusia 15 tahun dihadapannya.
“Iya, wah Kamu udah besar sekarang Ris,
pasti udah SMA deh padahal dulu masih kelas Lima SD,” pemuda itu hanya
tersenyum tipis.
“Ada apa??”
“Masih nanya lagi, Aris.. Aris.. jelas
mau ketemu Kakakmu lah,” pemuda 15 tahun yang bernama Aris itu hanya menunduk
dalam.
“Siapa Ris?? Kok gak disuruh masuk?? Loh
Arn?? Ayo masuk, udah lama gak main kesini kemana aja??” wanita itu membimbing Arn
untuk masuk dan duduk di ruang tamu.
“Arn kuliah Tan, di Jerman Gavya mana
Tan??” wanita paruh baya itu menunduk
dalam nampak bersedih.
“Gavya di atas,”
“Loh tumben?? Kenapa??”
“Gavya bersama Tuhan,” mata Arn membola
tak percaya dengan apa yang baru saja Dia dengar.
“Maksudnya??” wanita itu menghela nafas
panjang, menerawang.
“Gavya mengalami kecelakaan hebat saat
akan menuju bandara untuk melepas kepergianmu ke Jerman, Kami ingin
memberitahumu tapi Gavya melarang disaat – saat terakhirnya, maafkan Kami,” Arna
menunduk dalam, terjawab sudah pertanyaannya selama ini tentang Gavya yang
tidak menghubunginya dan tentang Gavya yang tak datang di hari terakhirnya di
Indonesia.
“Gak mungkin Tan,” Arn menggeleng kuat,
tak percaya. “Ini mimpi kan Tan?? Bilang sama Aku kalau semua ini hanya mimpi,”
“Kami akan sangat bahagia jika semuanya
hanya mimpi,”
“Dimana
makamnya??”
“Aris akan mengantarmu,”
“Aris akan mengantarmu,”
Arn menatap kosong
pohon kelapa dihadapannya, kemudian duduk di bawahnya di tempat yang sama saat
terakhir kalinya Dia datang bersama Gavya, rasanya baru kemarin Dia bercanda
bersama Gavya sekarang semuanya seakan hanya mimpi.
“Gavya..” lirihnya saat melihat Gavya
nampak duduk disampingnya, dengan segera Dia memeluk Gavya namun nihil, Dia
hanya memeluk udara.
“Gavya !!! jangan tinggalin Aku Gav!! GAVYA!!!”
Arn histeris memukulkan tangannya ke pasir, meremas pasir di genggamannya kuat
– kuat. Aris hanya mampu terdiam melihat Arn yang histeris, Dia tak mampu
berbuat apapun. Arn meremas kuat kepalanya saat merasakan sakit yang menusuk.
“Gavya,”
lirihnya sebelum akhirnya kegelapan menyelimutinya dan Aris berteriak
panik.
Senja itu masih berdiri pongah di atas
deburan ombak, menatap angkuh pada sepasang insan yang asik bermain, Mereka
tertawa dan bercanda berlarian seakan langkah kacil Mereka akan menyaingi
Dirinya, sang gadis mengulurkan tangannya mengajak sang pria untuk kembali
melangkah bersama. Dan senja sempurna itu hanya mampu menunduk dalam dan
bergumam kepada ombak dan pasir yang kini kosong.
“Jejak
itu masih terasa, dan tak akan pernah hilang dari kehidupan
Meskipun
jiwa tak lagi bersama raganya,
Hingga
Tuhan memutuskan untuk menghapusnya”
`THE END`
#Khichand_Lee
Tidak ada komentar:
Posting Komentar