Senin, 28 September 2015

Love Hurt Part 3



Musim gugur telah tiba, daun – daun yang telah menguning sudah berguguran. Dua insan yang berbeda sedang berjalan di trotoar yang dipenuhi guguran daun musim gugur.
“Van, Lo gak capek?”
“Tidak, Aku sudah biasa,” Andri hanya mengangguk.
“Dimana studio musiknya?”
“Di rumahku,” langkah Andri terhenti saat mendengar Silvana mengucapkan itu,
“Maksudnya, Kau mengundangku ke rumahmu?” Silvana yang ikut berhenti menatap Andri kosong,
“Ya bisa dibilang begitu,” Silvana melanjutkan langkahnya di ikuti Andri, sedang Andri menatap gadis berbandana biru karibia dan kets warna serupa itu seksama.
“Bika” gumamnya tanpa sadar
“Bika?” Silvana menatap sekeliling, tidak ada siapapun kecuali Mereka.
“Iya, Kamu Bika”
“Kok bisa?”
“Biru karibia,” Silvana tersenyum
“Memang aneh?”
“Gak juga,” tak ada lagi pembicaraan setelah itu, hanya gandengan tangan mereka yang berbicara, jika Mereka menikmati kebersamaan itu.
“Berapa nomor ponselmu?”
“Aku tidak punya ponsel, kalau mau kau bisa hubungi telfon rumahku,”
“Gak bisa smsan dong,”
“Memangnya Kamu mau bicara tentang apa??”
“Eummm..”
“Jangan buang waktu untuk hal yang tidak penting, Aku lebih suka yang to the point” Andri tersenyum saat Dia merasakan sebuah kenyamanan, Andri menatap tangannya yang saling bertautan dengan tangan Silvana.
                Andri menatap kagum Silvana yang memainkan drum sangat bagus, meskipun keringat membasahi tubuh Silvana tapi tak mengurangi kekaguman Andri kepada Silvana.
“Kamu hebat,”
“Ada apa denganmu? Kemana bahasamu?”
“Ku rasa membuatmu nyaman juga penting, Aku juga baru tinggal sebentar di Indonesia,”
“Aku tak bertanya tentang itu,”
“Baiklah..”
“Apa Kau bisa main basket?”
“Eummm lumayan Aku pernah jadi mvp di SMP,”
“Baiklah, buktikan ucapanmu,”
“Maksudmu??”
“Battle..”
“Oke,” bias jingga sore itu mewarnai suasana di lapangan basket, pertandingan tunggal satu lawan satu dan Mereka terlihat sangat bahagia.
“Hhh Van, Gue capek,”
“Yaudah duduk aja,” Andri duduk di bangku panjang dan meneguk minimannya sembari melihat Silvana yang masih asik mendrible bolanya.
“Kau pria kedua yang diajak adikku kerumah,”
“Kau Kakaknya??”
“Ya, kenalin Gue Senja,”
“Andri Kak,”
“Dia tidak pernah berubah,”
“Maksud Kakak?”
“Dia pernah mengalami kecelakaan saat lulus SD dan membuatnya amnesia,”
“Jadi Vana pernah emnesia?”
“Yaa,” Andri teringat sesuatu, kemudian merogoh tasnya.
“Eumm Kak boleh minta tolong?”
“Apa??”
“Bagaimana cara membaca ini?” Andri menyodorkan kertas yang di ambil dari tasnya. Senja mengamati kertas itu lekat – lekat.
“Gampang saja, Kau oleskan saja jeruk nipis bawa ke sinar lampu atau lilin,” Andri mengangguk mengerti.
                Masa lalu  bukan patokan, pahit atau manis itu semua sudah menjadi coretan takdir yang kuasa saat Kau merenung dan mendapati banyak kesalahan pada dirimu, mengertilah Tuhan itu adil.
Arya menatap kosong kincir yang masih berputar dengan bias senja yang menembus di antara ilalang, memperlihatkan bayangan kokoh kincir yang tegak berdiri tanpa ingin berhenti atau meroboh.
*
“Ar, tahu gak?” Silvana menyenderkan kepalanya di bahu Arya, sedang Arya membelai lembut rambut Silvana.
“Apa??”
“Aku merasa jadi orang paling bahagia di dunia ini,”
“Benarkah??”
“Ya,  Kau tahu kincir itu akan terus berputar sampai angin berhenti memeluknya,”
“Kau ini lucu, tahu gak Aku berasa di depan kipas angin raksasa,” kedua insan berbeda itu terkekeh memandang senja yang mulai meninggalkan jingganya.
*
Amati lebih detail dan lebih teliti, maka Kamu akan menemukan sebuah jawaban.
Bukan sembarang jawaban,
Tapi...
Sebuah teka – teki yang akan menguak semuanya
Semua yang telah disembunyikan takdir dan tanda tanya
Juga tautan kelingking atas nama persahabatan.
                Andri menatap benda – benda yang berserakan di meja belajarnya. Dia merasa sangat lelah setelah bermain drum dan basket, Andri menghela nafas kemudian menuju ranjangnya, merebahkan tubuhnya disana di ranjang berseprai hitam putih itu. Bibirnya melukiskan sebuah senyuman saat mengingat aktivitasnya seharian ini bersama Silvana yang berstatus sebagai murid baru yang baru masuk seminggu yang lalu, gadis yang kini menjadi teman sebangkunya.
                Silvana berjalan sepanjang koridor dengan earphone putih menggantung di telinganya, saat ini Dia memilih mengepang rambutnya dengan penjepit kupu – kupu biru karibia. Silvana berjalan dengan menenteng biola. Arya tercekat saat melihat penampilan Silvana hari ini, Dia sungguh kaget Silvana selalu mengingatkannya pada seorang gadis tepatnya gadis yang masih mengisi posisi tertinggi di hatinya.
*
“Kamu rempong banget Sil?”
“Aku?? Maklumlah Aku kan baru les biola,”
“Kepanganmu cantik,”
“Kenapa tidak orangnya yang cantik?”
“Kalau orangnya tak perlu ditanyakan lagi,”
“Beneran??”
“Iya kan udah jelek,’
“Ihh Arya jahat.!!”
“Haha dasar jelek,”
*
Arya menggelengkan kepalanya berusaha untuk mengahapus bayangan masa lalunya, Arya mengusap wajahnya kasar kemudian terkejut saat melihat Silvana yang tengah mengunyah permen karet tengah memperhatikannya.
“Ada apa denganmu?”
“Eu..” Arya menggaruk tengkuknya yang tak gatal gugup dan salting yang kini dirasakannya.
“Gapapa kok, kalo gitu Aku.. ehh maksudnya Gue.. ke kantin dulu laper,”
“Ekh mau kemana?”
“Ke kantin Gue laper,”
“Kantin kan arah kanan, ngapain ke arah kiri?? Kiri kan kelas,”
“Owh iya Gue lupa, yaudah gue cabut dulu,” Silvana hanya menggeleng – gelengkan kepala lalu memasang kembali earphone yang sempat dilepasnya.
“Bodoh!! Bodoh ! bodoh!!” Arya merutuki dirinya sendiri, kenapa Dirinya harus gugup gara – gara Silvana, padahal saat Dia bersama Riris Dia tak merasakan gugup sama sekali apalagi saat menembak, ingat tak pernah sekalipun.
                Silvana menatap lekat Andri yang tengah tertidur diantara lipatan kedua lengannya, niat jail tiba – tiba terlintas di otaknya Silvana meniup tengkuk Andri lalu beralih ke telinga Andri dan itu sukses membuat Andri  terlonjak kaget dan mengelus – elus telinganya.
“Hahaha siapa suruh tidur,”
“Lo ini,”
“Kaya’a Lo capek,”
“Badan Gue pegel semua,”
“Kok Lo gak ikut basket? Kenapa?”
“Gapapa,”
“Permainan Lo lumayan bagus lho, Lo bisa jadi kapten basket,”
“Lo belum liat permainan Arya,”
“Kapan -  kapan deh, Lo mau nemenin kan?”
“Tentu,” Silvana tersenyum kemudian duduk dan mengeluarkan sebuah buku dari tasnya dan mulai membacanya, tak memperdulikan Andri yang kembali tidur.
“Dari pada Lo tidur mending belajar,”
“Belajar??”
“He.um, belajar apapun, Lo harus tahu waktu terasa saat Kita menjalaninya tapi waktu tidak akan terasa setelah Kita melewatinya,” Andri mangut – mangut.
“Tapi Gue tidur dulu yaa?”
“Terserah Lo,” sebenarnya Andri tidak benar – benar tidur Dia merenungi ucapan Silvana yang bagaikan tamparan keras di hatinya, sekilas Dia melihat Silvana asik membaca setelah Dia teliti ternyata Silvana membaca komik berbahasa jepang yang diletakkan disela buku pelajaran namun Andri hanya tersenyum.

To Be Continued
#Khichand_Lee
 

Kamis, 24 September 2015

One Day


ONE DAY (Suatu Hari yang bermakna) By Khichand_Lee
31 Januari 2018
            Pagi ini matahari nampak malu – malu di ufuk di timur, sepercik cahayanya meneteskan embun sejuk di dedaunan hijauku segar rasanya, apalagi saat melihat mahkotanya yang mulai mekar dan menyambut matahari. Namun ada yang aneh di pagi hari yang harusnya menjadi awal semangat ini, seorang pria tengah menunduk frustasi, setetes beningnya jatuh membasahi rerumputan yang dipijaknya. “Maaf..” lirih gadis yang duduk disampingnya, yang sedari tadi menemaninya dan mengelus punggungnya. Pria itu tak menjawab, Dia menunduk dalam, jauh dalam lubuknya Dia merindukan seseorang dan sangat mengkhawatirkan seseorang yang mungkin tak perlu lagi dikhawatirkan karna mungkin orang yang saat ini sangat dirindukannya telah pergi jauh dan tak akan pernah kembali dan ada Tuhan yang akan selalu menjaga. Aku terenyuh kemudian menggugurkan daunku yang menguning, menuntunnya pada bayu agar tetap tulus menjalankan kewajibannya gugur atas nama ketulusan. Panji – panji ketulusan memang bukan hal yang mudah untuk dicari, begini.. akan Aku jelaskan Setiap insan pasti mempunyai ketulusan hanya saja ketulusan itu ada yang terlihat dan ada juga yang tak terlihat. Ini kisah biasa yang mengisahkan perjalanan hidup dua insan yang menyadari akan hadirnya sebuah ketulusan, ketulusan yang nampak nyata namun hanya dianggap angin lalu seakan itu hanya sebuah bualan yang tak ada gunanya. Ketulusan yang terpendar dalam asa yang terendap dalam. Tak seorangpun menebaknya hanya saja ketulusan itu akan terlihat nyata oleh orang – orang disekitarnya karna ketulusan yang terlambat disadari akan membawa pelakunya kepada jurang penyesalan, percayalah penyesalan adalah hal yang paling menyakitkan di dunia ini dimana tak ada yang bisa memutar waktu meski ribuan kali meminta dan bersimpuh.

September 2013
            Aku menggeliatkan kuncup – kuncup mahkotaku,  memasuki musim penghujan membuatku agak jengah. Namun ada satu hal yang membuatku betah bertahan disini di taman ini, taman yang tanahnya membuatku kokoh dan sebagai balasan Aku membawakan dedaunanku yang menguning lewat bayu, Akh Aku bangga pernah mempunyai dedaunan ini karna Mereka telah rela berkorban atas nama ketulusan yang tak akan ternoda, karna Mereka sadar daun yang jatuh tak bisa menyalahkan angin, karna memang kodratnya untuk jatuh dan memberikan juga menebar ketulusan atau sekedar menjadi tempat berteduh dari terik matahari atau ganasnya badai, daun yang kecil ini bisa membuatku kokoh, karna semua yang besar berawal dari kekuatan yang kecil yang bekerjasama, tanpa Mereka mungkin Aku sudah lenyap sedari dulu.
“Kakak Sayang...” suara berat seseorang yang memanggil seseorang mengalihkan pandanganku, membiarkan bayu membawa daun- daunku begitu saja. “Iya adikku sayang??” sahut seseorang yang merupakan seorang gadis cantik yang duduk di samping seorang pria, Ya.. Mereka tengah duduk bersama di taman ini tepatnya di sampingku, sudah lama Aku mendapati Mereka duduk disana bahkan mungkin sejak usia Mereka masih kanak – kanak dan Mereka masih melakoni aktivitas itu, hebat.
“Adek boleh gak? Tidur di paha Kakak?” Sang Gadis menoleh, nampak meragu.
“Tapi.. bagaimana dengan kekasihmu?”
“Kak Naura sayang... Prita tidak apa kok,” sang gadis bernama Naura nampak berfikir sejenak,
“Tapi.. Adek Ryanku sayang...”
“Kakak jahat !!” Naura menghela nafas, saat pria yang di panggilnya Ryan itu merajuk, Pria yang merupakan sahabatnya sejak kecil, Pria yang usianya lebih muda darinya. Naura tersenyum manis kemudian menepuk paha kanannya “Yaudah, sini..” Ryan mengangguk senang kemudian merebahkan kepalanya di paha Naura. Naura tersenyum saat tangannya di tuntun oleh Ryan agar mengelus puncak kepala Ryan, sedang Naura hanya menuruti sahabat yang sudah Dia anggap sebagai Adik kandung ini, dengan lembut Naura membelai rambut Ryan.
“Kak,”
“Ya?”
“Itu bunga apa ya??” telunjuk Ryan menunjuk kearahku yang sedari tadi memperhatikan Mereka, Naura tersenyum manis “Itu Krisan,” Krisan, ya namaku Krisan bunga yang melambangkan ketulusan bunga yang warna – warni rupanya bunga yang akan menjadi saksi kisah Mereka.
“Lukisan?” Naura menggeleng
“Bukan, Krisan adek sayang..”
“Owh, Krisan tah, cantik yaa Kak,”
“Ya, memang”
“Kak tau gak? Hanya ada dua wanita yang Aku sayangi di dunia ini,”
“Pasti Ibu dan Prita kan?” Ryan menggeleng
“Bukan, tapi Ibu dan Kakak, cinta sama sayang itu beda lho..”
“Tapi Kita harus mencintai Ibu lho..”
“Akh Kakak mah.. suka ngeles..” Naura terkekeh mengacak rambut Ryan gemas “Kakak..” Ryan merengut karna rambutnya menjadi berantakan, sedang Naura hanya terkekeh.

Desember 2013
            Siang ini agak mendung ternyata, memasuki tahun baru yang datang sebentar lagi, Akh.. tahun baru yang banyak dinanti orang, lucu sekali rasanya. Siang ini awan – awan putih menggantung, nampak akan menumpahkan isinya, air – air suci yang menyejukkanku juga tanah – tanah yang Kupijak, meskipun mentari masih menikmati kebersamaan bersama bumi ini. Indah sekali memang dan Aku menyukainya. Tiba – tiba Aku merasakan ada yang aneh pada diriku, seseorang sepertinya telah memetik tangkaiku Akh benar, Ryan yang memetiknya, Aku penasaran untuk apa Ryan memetik tangkaiku, “Makasih krisan cantik,” gumamnya membelaiku lalu beranjak pergi menuju bangku putih yang sepertinya sudah Dia kontrak bersama Naura, Aku meringis bahkan Ryan tak meminta izin padaku, Akh sudahlah.. manusia memang seperti itu,mengesalkan dan suka enak sendiri. Tapi ntah bagaimana Aku mengagumi dua insan itu Ryan dan Naura, Mereka selalu nampak romantis dan kompak seakan tak ada cela untuk membuat Mereka bermusuhan. Naura dengan segala kekurangan dan kelebihannya berusaha menjadi Kakak yang baik untuk Ryan. Ryan dengan segala kekurangan dan kelebihannya berusaha menjadi adik yang baik untuk Naura, membela Naura dan melindungi Naura, Mereka seakan menggambarkanku.
            Tak lama berselang Naura duduk disamping Ryan, tatapan dan ekspresinya nampak berbeda tidak sehangat dan setulus biasanya. Namun jika diamati lebih dekat matanya menyiratkan kebingungan,kebimbangan,dan kegelisahan siapapun bantu Naura membuang semuanya agar Dia tidak berakhir dalam kurungan penyesalan.
“Kusut banget perasaan,” celetuk Ryan mendapati wajah Naura yang nampak kusut. Naura hanya diam tak membalas masih setia dengan wajah tanpa ekspresi dan tatapan dingin yang menikam, Aku semakin tak mengerti.
“Kakak marah sama Adek?” Ryan kembali bersuara, “Kalau Iya, maaf..” Naura memandang lurus kearah depan, tak berani menatap Ryan yang menuntut penjelasan “Gak ada yang salah,” Naura menghela nafas sebentar “Tapi hubungan Kita yang salah,” apa yang baru saja Naura katakan membuatku heran.
“Maksud Kakak?”
“Lebih baik Kita berjauhan, Kakak gak mau jadi PHO di hubunganmu dengan Prita,” Ryan semakin heran, Aku apalagi.
“Bukannya Adek udah bilang Kak, Prita memakluminya,”
“Mata dan hati tidak pernah berbohong, Kakak bisa melihat kecemburuan disana,”
“Kak.. tatap Adek,” Ryan meraih pundak Naura agar Naura menghadap kearahnya dan menatapnya namun nihil, Naura tak sedikitpun mengangkat kepalanya, sepertinya Naura enggan menatap mata Ryan karna mungkin Naura tak akan sanggup menatap mata Ryan.
“Kak,.. kenapa??” Ryan mengguncangkan bahu Naura, membuat Naura meringis dan ntah kenapa Naura terisak, Ryan mendekap Naura erat meskipun Naura mencoba memberontak. Dalam hati Ryan merasa bingung dan bertanya – tanya namun juga ada rasa sakit dihatinya, airmatanya dipelupuk. Aku bertanya – tanya apa gerangan yang membuat ketulusan Mereka terkhianati dan tergores luka yang terendap dalam di hati Mereka.
            Naura berhenti memberontak saat Dirinya merasakan kehangatan saat perlahan air suci menetes dari awan yang sedari tadi menggantung. Sepertinya alam turut berduka atas keputusan tentang ketulusan ini. Ketulusan yang sebenarnya telah terpatri dan mengakar kuat di hati Mereka.
“Gak papa kok Kak, mulai sekarang Adek gak akan berlebihan lagi.. maaf Kak”
“Kakak yang minta maaf Adek sayang..”
“Kakak udah basah..” Ryan melepas jaket yang dikenakannya, kemudian meletakkannya di bahu Naura, Naura memberanikan diri menatap mata Ryan dan Dia bisa melihat kepedihan disana, membuatnya semakin merasa bersalah “Maafkan Kakak Adek sayang...” batinnya sedih. Aku semakin terenyuh meihat kasih sayang yang semakin terlihat gamblang saat Naura menggunakan jaketnya untuk memayungi Mereka berdua “Nanti adek sakit, Ayo Kita berteduh !” Ryan mengangguk.
“Tunggu Kak,” Ryan memungut dua tangkai Krisan yang tadi dipetiknya dibawah bangku, kemudian melangkah beriringan menuju pohon mangga yang rimbun dan kokoh Mereka duduk berdampingan dibawahnya.
“Kak, ini buat Kakak..” Naura menoleh menatap setangkai krisan yang basah dan sedikit kotor terkena percikan air hujan di tangan kanan Ryan.
“Tangan Adek benar kan??”  Naura menatap Krisan itu, Naura ingat bahwa Dirinyalah yang mengajari Ryan memberi mengunakan tangan kanan. Akh memang Naura pernah memukul tangan Ryan yang memberinya es krim menggunakan tangan kiri, dan membuat Ryan meringis dan kesal, memang ketulusan selalu diperlihatkan dengan cara yang berbeda. Naura meraih krisan itu dengan tangan kirinya dan refleks Ryan memukul tangan Naura “Pakai tangan kanan Kak,” Naura menunduk menatap punggung tangannya yang kemerahan sepertinya Ryan memukulnya terlalu keras.
“Sakit ya? Maaf..” Naura menggeleng
 “Tidak apa,” Naura menyodorkan tangan kanannya “Tangannya benar kan?”
Ryan mengangguk kemudian tersenyum tipis saat melihat krisan yang dipetiknya berpindah tangan. Ketulusan itu masih terlihat saat Ryan dengan lembut mengusap kemerahan di punggung tangan Kiri Naura kemudian mengecupnya “Nah.. sembuh deh,”
Naura tersenyum kemudian meraih tangan Ryan “Makasih untuk semuanya,” Ryan tersenyum simpul “Bolehkah?” Naura mengangguk tanpa melepaskan genggaman tangannya. Naura dan Ryan memainkan krisannya sesekali tertawa.
Bolehkah Aku berdo’a? Bolehkah Aku meminta? Kenapa takdir begitu kejam kepada Mereka? Bolehkah Aku meminta? Jangan biarkan tirai takdir dan masa memisahkan jarak, membentangkan jarak diantara Mereka, Tuhan.. bukankah Mereka saling menyayangi, kenapa takdir selalu saja menyapa? Bukankah banyak diluar sana yang tak saling menghargai dan tidak mempunyai kasih sayang yang tulus? Bukankah masih banyak diluar sana yang hanya menjadi bayang bayang sahabatnya? Muncul saat terang dan menghilang saat gelap, bukankah masih banyak diluar sana yang berteman karna uang? Bukankah masih banyak diluar sana yang tak menghargai sahabatnya, yang tak saling mengerti dan mementingkan egonya? Bukankah masih banyak diluar sana yang tak saling menyayangi? Jika memang ini ketentuan-Mu, Aku hanya meminta satu hal Tuhan.. tolong kuatkan Mereka Tuhan...

21 Januari 2014
            Rintik hujan masih tersisa diantara daun – daun yang menitikkan bekas embun pagi ini, sejak hari itu Aku jarang melihat Naura atau Ryan datang ke taman ini, nampaknya kesibukan mulai memeluk Mereka, namun Aku meragu jika Mereka sibuk, mungkin lebih tepatnya menyibukkan diri tak jarang saat Ryan atau Naura berkunjung, Mereka memetik krisan lalu melepas satu per satu mahkotanya yang kini berserakan dibawah bangku kesayangan Mereka, kesedihan sangat terlihat di mata Mereka. Memang benar kata orang, mata bisa menceritakan lebih banyak dari pada mulut. Kehilangan benar – benar telah menguasai Mereka. Matahari mulai meninggi mulai menghangatkanku dan rerumputan hijau yang nampak segar, membuat air yang menggenang nampak menyusut, gelap.. Akh kenapa tiba – tiba gelap ya??
“Krisan..” lirih seseorang yang sangat Ku kenal, Ryan datang dengan mata penuh luka.
“Bolehkah Aku memetik bungamu lagi?” Aku mengangguk
“Kau tahu,? Aku sangat merindukannya,”
“Merindukan siapa?” suara lain yang terdengar melengking membuat Ryan nampak gugup.
“Eummmmm.. merindukanmu tentunya,” jawab Ryan kikuk.
“Sebenarnya siapa sih pacarmu itu?”  sungguh Aku tak menyukai gadis bersuara tak sopan itu.
“K.. kau siapa lagi?”
“Kenapa Kau tak merindukanku?”
“Aku merindukanmu sayang..”
“Kalau Kau sayang padaku, berhenti merindukan Naura!!”
“Maksudmu?”
“Kau mengabaikanku akhir – akhir ini,”
“Maaf Prita, akhir – akhir ini Aku sibuk,” sesal Ryan
“Bolehkah Aku meminta sesuatu padamu?”
“Apa??”
“Aku akan memaafkanmu, jika Kau mau mentraktirku di restoran jepang,” Ryan mengangguk lesu menuruti apa yang diminta kekasihnya, meskipun terkadang Ryan merasa risih saat  kekasihnya menggandengnya seperti ini. Akh sebenarnya apa yang ada di otak Ryan, masih mempertahankan kekasih seperti Prita, akh tidak Kurasa gadis itu hanya pelariannya kalau tidak salah Ryan masih mempunyai kekasih lain di luar sana.
“Ryan??!! Dia siapa?!” Ryan kikuk saat melihat gadis yang menghalangi perjalanannya yang merupakan kekasih gelapnya, benar kan apa yang Ku katakan?.
“Emmm..”
“Aku pacarnya, Kau siapa?”
Plakkkk !!!!!
“KITA PUTUS!!!!!” sentak gadis tadi, membuat Prita mengerenyit heran.
“Apa maksudmu?!”
“Dia baru menembakku seminggu yang lalu !!!” Prita menganga setengah tak percaya.
“Jadi...”
Bugh !!!!!
Gadis lain datang dan langsung memukul Ryan membuat sudut bibir Ryan robek.
“KITA PUTUS!!! DASAR PLAYBOY !!!!” kedua gadis itu pergi dengan membawa amarah, sedang Ryan hanya pasrah. Kini giliran Prita yang menatap tajam Ryan.
“Aku gak nyangka, Kamu berani mengkhianati Aku,” tak jauh dari posisi Mereka, Naura mematung tak percaya dengan adegan yang baru saja dilihatnya.
Plaakkkk!!!!!
“KITA PUTUS !!!!” Prita pergi setelah menghadiahi Ryan sebuah tamparan. Ryan menunduk masih tak percaya dengan apa yang terjadi dengannya, Ryan tertawa lirih, menertawakan kebodohannya. Sedang Naura terisak, airmatanya mengalir deras hatinya perih dan sakit.
            Ketulusan adalah hal yang langka, namun bukan berarti kealpaan ketulusan dari hidup Kita membuat Kita memporak – porandakan ketulusan orang lain.
“Arggghh !!!!” Ryan meremas rambutnya frustasi, tak peduli pada air suci yang ntah kenapa turun lagi, lututnya melemas, Ryan jatuh terduduk, setetes airmatanya membaur bersama hujan. Ryan mendongak saat hujan tak lagi membasahi tubuhnya,
“Nanti Adek sakit,” suara itu, tatapan itu dan sosok itu sekarang ada di hadapannya setelah hampir satu bulan absen dari hidupnya.
“Kakak...” lirih Ryan tak percaya, Naura tersenyum menyodorkan tangan kanannya.
“Ayo !! obati lukamu,” Ryan menerima sodoran tangan Naura kemudian memeluk Naura erat.
“Adek kangen sama Kakak,” gumam Ryan tepat ditelinga Naura, Naura tersenyum, membalas pelukan Ryan. “Kakak juga..”
“Ayo Kita main air !!” Naura mengangguk, dengan segera Ryan menarik lengan Naura untuk berlarian diantara Aku,Asoka,Tapak Dara dan Kiara, Kami berasa menjadi orangtua Mereka saat melihat kebersamaan dan tawa itu.
            Lembayung mulai menampakkan bias senjanya, memperlihatkan bayangan Merpati yang asyik mengibaskan bulunya yang lembab terkena air hujan. Naura dan Ryan kembali duduk di bangku kesayangan Mereka.
“Kak,.. Adek capek banget,” keluh Ryan saat Naura selesai membenahi kotak p3k yang baru digunakan untuk mengobati Ryan, Naura tersenyum kemudian menepuk paha kanannya, dengan semangat Ryan meletakkan kepalanya di paha kanan Naura. Dengan lembut Naura membelai rambut Ryan.
“Kenapa Adek jadi playboy??”
“Karna Adek kesepian, gak ada Kakak membuat dunia terasa kosong,”
“Tapi gak gitu juga kan??”
“Iya sih.. tapi gak tahu kenapa Adek jadi kaya’ gitu,”
“Adek terlihat sangat lelah, Adek ngapain aja??”
“Extra sama kursus,”
“Maaf ya Dek..”
“Gak kok, Kakak gak salah,”
“Tapi..”
“Adek terlalu takut.. terlalu takut kehilangan Kakak, apalagi Kakak udah kelas Tiga,” Naura tersenyum,
“Hadapi aja yang ada, jangan terlalu takut,”
“Pasti Kak, pasti..” Mereka tersenyum, memainkan bunga Krisan ditangan Mereka, sesekali tertawa seolah bunga Krisan itu tokoh pewayangan. Akh.. indah sekali Tuhan Dua anak manusia itu? Mereka mengajarkan tentang arti ketulusan, ketulusan yang telah mengendap dalam hati Mereka. Tak ada yang tahu apakah besok Tuhan masih memberi kesempatan, atau malah besok tak pernah hadir untuk Mereka. Apapun yang terjadi kuatkan Mereka Tuhan....

Minggu, 26 Januari 2014
            Mendung  masih menggantung di awan – awan, mewarnai keseriusan belajar sekelompok anak, maklum saja Mereka memang berada di ujung tingkat. Naura nampak serius dengan detik – detik matematika dihadapannya.
“Ra, Anterin Aku ketemu Dion yaa..” Naura mengangguk, mengiyakan permintaan sahabat perempuannya itu.
“Katanya, Dia sama Ryan mau nengok Riko,”
“Emang, Riko kenapa??”
“Sakit, alerginya kambuh katanya?” Naura hanya mengangguk kembali menekuni pekerjaannya.
Taman, 26 Januari 2014 12:00 PM
            Takdir... Ku mohon jangan biarkan kebersamaan di depan mataku ini berakhir, jangan Kau rebut canda tawa itu, Tuhan.. jika memang seperti itu, apapun yang terjadi kuatkan Mereka Tuhan. Ryan dengan semangat merangkai mahkota berhiaskan Krisan untuk Naura.
“Jadi deh....”
“Wihh.. keren banget Dek..!!”
“Sini Adek pakein yaa..” Ryan mulai memasangkan mahkota hasil tangannya di atas kepala Naura.
“Kakak akan selalu jadi bidadari buat Adek, Kakak terbaik yang pernah Adek kenal., berjanjilah..” Ryan mengangkat jari kelingkingnya, membuat Naura mengerenyit.
“Berjanjilah untuk tetap tegar, apapun yang terjadi,” Naura tersenyum mengangguk menyambut kelingking Ryan.
“Berjanjilah untuk tabah,sabar dan kuat apapun yang terjadi..” janji sederhana dan seakan Mereka mengetahui Jika Mereka akan menghadapi masalah serius di esok hari.
26 Januari 2014, 01:30 PM
            Naura baru sampai di rumahnya saat Dion mengabarkan kepadanya jika Ryan kecelakaan, membuatnya yang baru saja meletakkan tasnya yang berisi buku – buku dan belum sempat mengistirahatkan tubuhnya berlari tergesa. Tubuhnya gemetar saat menerima pesan dari Dion , bahkan kedua orangtuanya heran melihat Naura berlari tergesa seperti orang kesetanan.
Dan Aku hanya mampu merapal dalam hati `Kuatkan Mereka Tuhan.....`
Naura sudah sampai di rumah sakit dan mendapati kedua orangtua Ryan dan Kakak kandungnya.
“Bagaimana Tante??” wanita paruh baya itu menggeleng lemas, membuat tubuh Naura melemas, tubuhnya bersender di dinding, Riko yang baru datang langsung menghampiri Naura dan memeluk Naura. “Tenang, Ryan kan kuat..” Naura menatap Riko nanar, Dia bisa melihat ruam kemerahan di beberapa bagian tubuh Riko, laki – laki di hadapannya benar – benar kambuh alerginya.
“Aku takut Rik..” Riko hanya mampu mendekap Naura erat, meminjami dadanya untuk Naura.
“Ryan pasti kuat...” Naura mengangguk saat Riko terus melafalkan kata itu lirih di telinganya.
Takdir... takdir memang sangat pandai membuat orang terkejut, membolak – balikkan keadaan dalam hitungan jam atau bahkan menit atau bahkan detik, takdir... takdir menampar keras orang – orang yang merugi, yang menyia-nyiakan apa yang telah di beri, dan takdir akan tersenyum saat tangisan mulai terdengar.
Naura memandang kotak biru muda di pangkuannya, kemudian meraba mahkota krisan yang dibuatkan Ryan untuknya, yang saat ini di genggamnya.
“Kakak akan selalu jadi bidadari buat Adek, Kakak terbaik yang pernah Adek kenal..” Naura menghembuskan nafasnya, membuat catatan kecil untuk digantungkan di mahkota berhias krisan hasil karya Ryan.

14 Februari 2014
            Naura bergegas ke rumah sakit saat Riko menghampirinya di taman, saat Dirinya  sedang memetik krisan, senyum merekah di bibirnya saat Riko datang dan menyampaikan kabar bahagia ini, dan saat ini Riko tengah menggandengnya yang juga sama senangnya mendengar Ryan sudah siuman. Mereka mendapati kedua oarng tua dan Kakak Ryan yang duduk termenung.
“Om.. Tante.. Kak.. Kita boleh masuk?” Mereka bertiga mengangguk.
“Bersabarlah..” pesan Ibu Ryan sesaat sebelum Mereka masuk ke kamar rawat Ryan.
“Kalian siapa??” suara parau Ryan membuat Riko semakin mempererat genggamannya pada Naura, Tubuh Mereka membeku.
“Adek gak kenal Kakak?”
“Aku tak mengenalmu.. maaf,”
“Lalu.. bagaimana denganku? Apa Kau mengenalku?”
“Aku juga tak mengenalmu.. maaf,”
“Aku...” suara Naura terhenti, nafasnya tercekat Dua tangkai krisan yang sempat di petiknya tadi jatuh begitu saja.
“Kami minta maaf... benturan di kepalanya membuat Ryan amnesia.. kami benar – benar minta maaf..” Naura menguatkan genggaman tangannya pada Riko.
“Bersabarlah..” bisik Riko pelan, “Aku juga berusaha untuk bersabar, bagaimanapun juga Dia sahabatku..” Naura menatap Ryan yang nampak linglung, kemudian menarik nafas dalam dan melepaskan genggamannya dari Riko tersenyum lalu memungut kembali krisan yang sempat terjatuh, perlahan Naura menghampiri Ryan dan menyodorkan Krisannya dengan tangan kanannya.
“Katanya Kamu belum kenal Aku, Jadi Kita kenalan, terimalah ini..sebagai tanda perkenalan Kita,” dengan ragu Ryan menerimannya kemudian menjabat tangan Naura.
“Aku Ryan...”
“Aku Naura,, senang berkenalan denganmu, Aku pamit dulu..” setelah mengatakan itu Naura bergegas keluar dari ruangan yang membuat dadanya sesak, Naura membekap mulutnya menahan isakannya agar tak terdengar namun nihil, karna bukan hanya isakannya yang keluar tapi juga erangannya, sakit, pedih tentang sebuah kenyataan yang baru diterimanya namun tak bisa Dia terima.
“Ryan amnesia..” kata – kata itu terus berputar di kepalanya, terlalu sinetron cerita yang biasanya hanya ada di sinetron atau film atau bahkan novel yang sering Naura baca kini benar – benar terjadi dan itu terjadi padanya. Ini film-Nya.. Tuhan yang menyutradarainya.
`Kuatkan Mereka Tuhan.....`

31 Januari 2017
            Sejak itu, Aku tak pernah melihat Mereka lagi, bukan jarang namun tak pernah lagi, meskipun Tiga tahun telah berlalu, sepi kosong hening, penghuninya nampak murung karna tak ada lagi canda tawa yang pecah di sini, hanya ada tatapan kosong Riko yang merindukan gadisnya, gadis yang sangat dicintainya. Tatapan kosong Rena, sahabat Naura yang kehilangan saat hari Valentine itu, atau tanda tanya besar di kepala Ryan saat melihat taman ini, dan ayunan tapak dara oleh sang bayu yang tak bersemangat. Meskipun Tiga tahun berlalu daun tetap pada takdirnya, meskipun Tiga tahun yang telah berlalu ini, usiaku semakin tua dan ringkih, batang – batangku mengering. Tiga tahun yang terlewat ini hanya tentang Mereka Aku bercerita kepada anak cucuku, yang Aku minta pada Tuhan hanya satu, biarkan Aku menyaksikan kembali pertemuan Mereka, apapun keadaannya.
Dengan kosong Kupandang arah jalan berharap menemukan Mereka, dan disana Aku melihat seorang gadis yang Kunanti berlari menyebrang tanpa menoleh kanan kiri padahal saat itu sebuah motor melaju kencang kearahnya nayris terjadi kecelakaan jika sang pengendara itu tak mengerem, gadis itu tersungkur. Pengendara itu nampak panik saat melihat sang gadis, dengan segera Dia menolongnya setelah melepas helm yang di pakainya, dan Apa yang kini jadi permohonanku terkabul. Mereka bertemu, bertemu kembali.
“Kau tak apa?” sang pengendara nampak khawatir dengan sang gadis, Dia langsung menolong sang gadis untuk berdiri dan sang pengendara termenung saat melihat siapa yang hampir di tabraknya, gadis yang selama ini Dia rindukan, gadis yang selalu muncul saat Dia berusaha mengingat masa lalunya. Pengendara ceroboh itu adalah Ryan.
“Kak Naura??” sang gadis yang merupakan Naura itu, menatap Ryan bingung.
“Kau siapa?” Ryan menghela nafas kesal.
“Baru juga Tiga Tahun gak ketemu, masa’ gak inget? Ini Adek Kak, Ryan..”
“Memangnya Kita pernah bertemu?”
Apa maksud semua ini? Kenapa takdir begitu aneh?.
“Aku Ryan Kak,, Apa Kakak gak ingat?” Naura menggeleng linglung, membuat Ryan frustasi.
“Naura !!!” suara seseorang membuat Mereka menoleh dan mendapati seseorang tergopoh – gopoh menghampiri Mereka, bukan tepatnya menghampiri Naura.
“Ya Tuhan... Kau membuatku panik, mencarimu.. apa Kau tak membuat masalah lagi?? Maaf sekali tuan, dan terimakasih sudah mau menjaganya sebentar, Naura ayo pulang..!” Naura menggeleng.
“Tunggu Fakhri, Aku ingin bertanya, apa Aku mengenal orang ini? Atau mungkin Kau mengenalnya, siapa tahu dia temanmu?” Fakhri nampak mengamati Ryan.
“Aku Ryan,” Fakhri mangut – mangut tanda mengerti,
“Ya, Dia temanku...” Ryan mengeryit heran, pasalnya Dia tak mengenal siapa Fakhri.
“Kau duduk di sini jangan kemana – mana, Aku akan berbicara padannya sebentar,” Naura mengangguk polos, seperti anak kecil yang baru saja di nasehati orang tuanya, pandangannya tertuju padaku, Naura menatapku dengan mata yang berbinar dan perlahan bangkit dari duduknya dan menghampiriku. Bahu Ryan melemas saat Fakhri menuturkan sesuatu padanya, “Dia penderita Alzheimer, dan Gagal Jantung, setiap hari Aku akan mengawasinya karna Dia bisa, seperti tadi kabur dan berlari yang nantinya akan berakibat fatal, Dua setengah Tahun Naura hidup seperti ini, kadang Naura hanya dibiarkan tertidur, di bius agar Dia tidak kemana – mana dan membahayakan dirinya,”
“Apa masih bisa sembuh, seperti penderita amnesia?” Fakhri menggeleng lemah.
“Tidak, keluarganya juga sudah pasrah dan memilih menghabiskan waktu bersama Naura, sebelum akhirnya Naura akan pergi,” Ryan mendesah kemudian menoleh kearah dimana Naura tadi diperintah untuk duduk dan tidak mendapati Naura disana,
“Kak Naura ???” mata Ryan bergerak liar, dan menemukan sosok Naura di dekatku sedang bermain krisan seperti tokoh pewayangan.
“Syukurlah.. Dia tidak pergi jauh,” Ryan hanya diam, apa yang saat ini dilakukan Naura membuatnya ingat jika dulu saat Mereka bersama, Mereka sering memainkan itu.
“Aku harus menjemput Naura, dan membawanya pulang dengan segera,” Ryan mengikuti langkah Fakhri menuju Naura yang masih tetap bermain.
“Hey perawat !! lihat bunga ini sangat cantik !!”
“Ya memang,” Ryan hanya terdiam.
“Bunga cantik ini apa namanya??”
“Krisan,”jawab Ryan cepat, airmatanya di pelupuk, dulu Dia yang bertanya sekarang Dia yang menjawab.
“Kri... san ??”
“Ya.. apa Kau mau Kubuatkan mahkota dari krisan?” Naura mengangguk senang, Ryan tersenyum tipis dan mulai merangkai krisan menjadi sebuah mahkota.
“Dimana Aku bisa menemuinya??” tanya Ryan saat Mereka akan berpamitan, dan melihat Naura nampak bahagia mengenakan mahkota hasil karya Ryan. “Disini..” Fakhri menyodorkan secarik kertas kepada Ryan, kemudian menggandeng Naura untuk pulang.
“Dada... Bye... lalu apalagi perawat?”
“Sampai bertemu kembali,”
“Ya.. sampai bertemu kembali..” Ryan mengangguk, setetes beningnya jatuh membasahi pipinya.
“Sampai bertemu kembali Kakak sayang..” Ryan jatuh terduduk, lututnya melemas, kenapa semua ini harus terjadi Tuhan..
            Takdir, entah kenapa selalu menjadi kambing hitam atas apa yang terjadi, jarak itu semakin jauh, saat sebuah kata yang membuat manusia pasrah dan mencoba menerima. Takdir melemahkanmu, tapi takdir juga menguatkanmu.
“Krisan, Alzheimer dan Amnesia memporak – porandakan kisah Kami, siapa yang harus disalahkan? Apa ini memang takdir Tuhan?” malang sekali kalian, tapi ketahuilah Naura ,,, Ryan... Tuhan hanya akan memberi cobaan sesuai kemampuannya.
`Sesungguhnya dibalik kesulitan pasti ada kemudahan`

31 Januari 2018
            Setelah lama temenung, Ryan membuka kotak biru muda dipangkuannya, Ryan mendapati setangkai krisan yang telah mengering, bahkan mahkotanya sudah rontok semua dan nyaris menjadi debu.
Maafkan Kakak Adek sayang.. sehari sebelum Adek memberikan ini, Prita datang padaku, maaf. Goresan rapi itu menjawab semua pertanyaannya selama ini. Ryan meraih tangkai Krisan yang lain. Harusnya ini jadi hadiah saat pertama kali Adek sadar, namun sayang.. ini hanya jadi hadiah perkenalan, maaf.. lain kali hati – hati yaa.
Ryan melipat kembali kertasnya, kemudian meraih sebuah rangkaian mahkota yang kini hanya tinggal tangkai – tangkai yang mengering dan rapuh.
 Kakak akan selalu jadi bidadari buat Adek, Kakak terbaik yang pernah Adek kenal...
Berjanjilah untuk tetap tabah,sabar dan kuat apapun yang terjadi,
Itu ucapanmu Dek, janji Kita.. maka BERJANJILAH
Ryan menghela nafas sebentar, kemudian mentapku. “Semua ini Ku berikan Empat tahun lalu, dan Kak Naura masih menyimpannya.. juga barang – barang yang lain.. Andai.. sekarang Aku hanya bisa berandai – andai. Gadis disampingnya hanya terdiam.
“Kau sudah berjanji, dan Kau harus menepatinya,” Ujar sang gadis mengingatkan.
“Ya.. Aku berjanji, semoga Kakak tenang disana,”
Kuatkan Mereka Tuhan....
Ryan, Naura pasti bangga melihatmu, karna telah menepati janji. Berbahagialah dan tetap mengunjungiku, menengokku yang tak lagi mampu berdiri.

Lihatlah....
Naura, dengan sabar dan penuh kasih
Mencoba melindungi Ryan sang pemuda labil
Menepati janji untuk sebuah janji yang telah Mereka ikrarkan
Dengan sabar mencoba berteman kembali dengan takdir
Mencoba tabah, meski rapuh
Mencoba kuat meski lapuk
Mancoba acuh meski dalam hati merindu
Dia tulus.. sangat tulus
Memberikan apa yang Ryan butuhkan
Tanpa mengharap balas jasa
Meskipun takdir mempermainkannya

Lihatlah...
Ryan, pemuda labil itu dengan penuh kasih
Mencoba melindungi Naura, gadis lembut itu
Menepati janji yang pernah terlupa
Mencoba berteman baik dengan takdir
Tak lelah mencoba dan mencoba
Saat hanya dijawab gelengan kepala oleh Naura
Atau sebuah pertanyaan yang sama
Dengan sabar Dia tetap bertahan, mencoba untuk menebus waktu yang hilang
Meskipun pada akhirnya Naura pergi dan tak kembali
Menjemput keabadiannya..
Jauh.. hingga Dia tak mampu menggapainya lagi
14 Februari 2018
            Seorang pemuda dengan wibawa datang menghampiriku, “Hey, Krisan apa kabarmu?” ucapnya, akh Ryan Dia terlihat lebih tegar sekarang, seperti biasa Dia memetik tangkaiku, Dia mengeluarkan ponselnya memutar sebuah video, video yang diambil beberapa tahun yang lalu. Di dalam video itu Naura dengan mahkota dikepalanya menyanyi bersama Ryan yang memainkan gitarnya.
Melihat tawamu..
Mendengar senandungmu
Terlihat jelas dimataku
Warna – warna indahmu
Menatap langkahmu
Meratapi kisah hidupmu
Terlihat jelas bahwa dirimu
Anugrah terindah yang pernah ku miliki
Sifatmu nan selalu redakan ambisiku
Tepikan khilafku
Dari bunga yang layu
Saat kau disisiku
Kembali dunia ceria
Tegaskan bahwa kamu
Anugrah terindah yang pernah Kumiliki
Belai lembut jarimu
Sejuk tatap wajahmu
Hangat peluk janjimu
Anugrah terindah yang pernah kumliliki...
            Naura dan Ryan, Dua anak manusia yang selalu mencoba dan mencoba, yang tak menyalahkan takdir atas apa yang terjadi pada Mereka, hingga akhirnya sang waktu berhenti berputar setelah sang bayu tiada lagi berhembus,
Mereka bersatu atas nama ketulusan
Saat Tuhan menyatukan Mereka
Di atas badai yang menerjang
Ini hanya sebuah kisah di taman kecil ini,
Taman favorit Dua anak manusia itu,
Tentang sebuah ketulusan
Ketulusan abadi meski terbentang takdir
Perlahan ketulusanpun menyibak tirai takdir.
Angin berhembus, membelai tubuh Ryan yang membeku di atas bangku panjang kesayangan Mereka, seiring dengan tubuhku yang merapuh lalu mengering dan lenyap.
Perlahan ketulusanpun menyibak tirai rakdir........
`SELESAI`