Dias menyelempangkan
tasnya, mengotak – atik ponselnya, memasang ekspresi cemas, hamdi yang
kebetulan melihat menghampiri, menepuk bahu dias pelan. “Ke taman belakang yuk
!! adikku ada disana, siapa tahu adikmu juga disana..” dias akan menolak namun
urung saat tangan hamdi terlebih dahulu menarik lengannya. Dias kembali
mematung, sedangkan hamdi melangkah santai dengan ekspresi bingung saat sampai
di taman belakang sekolah. “Siapa laki – laki itu?? Kau mengenalnya??” tanya
hamdi kepada dias, sedangkan dias mengangguk pelan “Dia adikku,” hamdi menghela
nafas panjang “Aku tidak percaya ini terjadi, lyara..” panggilnya lembut, tidak
berniat mengejutkan lyara. Dias masih mematung, bukan lyara atau ekspresi lana,
namun mata Mereka yang menyorotkan kenyamanan saat tangan Mereka saling
bertaut. “Kak hamdi?? Udah selesai??” hamdi mengangguk, matanya melirik lana,
memberi kode “Kau hutang mengenalkan temanmu kepadaku lyara..” lyara tersenyum,
tatapannya beralih kepada lana. “Lana, kenalkan ini Kakak sepupuku, namanya
hamdi.. dan kak hamdi ini lana teman sebangkuku,” hamdi sempat terkejut sesaat
namun kembali tersenyum saat tangan lana disodorkan paksa kepadanya. “Hamdi,”
“Lana,”
“Owh iya, Ly.. Kakak
juga mau ngenalin sahabat kakak, yang juga kakak dari temanmu, namanya dias..
dias ini lyara adik sepupuku,” dias mengulurkan tangannya yang dibalas dengan
senang hati oleh lyara. “Dias,” lyara tersenyum manis “Lyara,” dias juga
tersenyum, senyum lyara membuatnya sadar bagaimana adiknya tetap baik – baik
saja meski telat minum obat, dan juga sadar jika Mereka baru saja makan, dan
untuk kali ini dias tidak akan melapor kepada keluarganya karena adiknya
bahagia itu yang dilihatnya. “Kalian ngapain aja disini??” suara hamdi yang
terlihat mengamati sebuah keranjang dengan tikar yang Dia tahu berasal dari UKS
membuat dias bangun dari lamunannya. “Kami sedang berpiknik, lana yang
mengajak.. lana bilang ini sebagai permintaan maafnya karena sudah tidak masuk satu
minggu,, Kakak tahu lana ternyata sakit,” hamdi menoleh, mengamati lana yang
memilih diam sedari tadi. “Jadi..”
“Tapi sekarang lana
baik – baik saja, Kakak... lihat bahkan sedari tadi dia selalu tersenyum, Dia
lucu lho kak,” nada ceria lyara saat menceritakannya membuat hamdi mengacak
rambut lyara gemas. Dias menatap adiknya, memberikan senyuman manis,
mengacungkan ibu jarinya membuat lana mengerenyit namun mau tak mau tersenyum
juga. Senja itu membuat dias merasa lega, karena mungkin Dia tidak akan mendengar
suara benda pecah di kamar adiknya, ditatapnya bekas luka baret di tangan
adiknya, bekas jarum infus dan bekas goresan pecahan vas bunga. “Kak.. Aku
ingin menonton pertandingan basket bersama lyara, boleh??” pertanyaan lana
membuat hamdi dan dias bertukar toleh. “Boleh, tapi untuk menghindari hukuman
tujuh hari tujuh malam.. lyara berangkat sama Kakak dulu, dan lana berangkat
sama dias dulu.. nah seterusnya mah terserah kalian, mau piknik lagi di tengah
lapangan juga gak masalah asal pulangnya tepat waktu,, ya nggak Yas??” hamdi
meminta persetujuan dias, menunggu dias menghentikan kekehannya karena lelucon
hamdi. “Iya, Kakak setuju.. lan?? Kamu juga kan??” lana mengangguk dan itu
membuat Mereka sama – sama berteriak gembira.
Suasana lapangan basket indoor SMA
harapan ramai, lyara menggandeng lana untuk duduk di kursi pemain, dan itu
membuat Pak rahmat, pelatih basket SMA mereka menghela nafas sebal. “Kamu lagi
– kamu lagi.. siapa namamu?? Lyara??” lyara mengangguk antusias, sedangkan lana
hanya terdiam. “Lyara?? Ya ampun kenapa disini??” suara hamdi membuat lyara
nyengir lebar “Hamdi, gadis ini selalu duduk disini di setiap pertandingan,”
dan itu mau tak mau membuat hamdi menghela nafas lelah. “Ly,, Kamu duduk di
depan aja yaa.. Kamu gak berniat mengajak lana berpiknik disini kan??” ucapan
hamdi membuat lyara cemberut. “Nanti rekamannya tidak akan jelas Kak,” lana
menghela nafas panjang, merebut handycam di tangan lyara, “Aku yang akan
membuatnya jelas, jadi ayo !! percayakan lyara padaku Kak,” hamdi mengangguk,
Dia selalu mencoba percaya, karena Dia teringat ucapan mendiang revan “Bagaimanapun juga, meskipun sejak kecil lyara
sakit – sakitan dan sering keluar masuk rumah sakit bahkan pernah berada di
ambang kematian berulang kali, Dia tetaplah manusia yang memiliki hati dan
perasaan, yang juga bisa jatuh cinta, biarkan lyara jatuh cinta,, biarkan dia
hidup normal,, siapapun pria itu, biarkan saja.. itu sebuah kodrat yang tidak
bisa dihindari” hamdi menghela nafas
panjang, kemarin Dia meminta penjelasan dias tentang lana yang tidak masuk
sekolah satu minggu, dan dias menceritakannya sembari menahan air matanya agar
tidak tumpah, dias tidak pernah tega adiknya di kurung seperti itu, dias lebih
suka adiknya tersenyum dan tertawa dan itu hanya lana lakukan saat keluar dari
rumah. Dias memang pernah mendengar tawa lana, tapi itu sudah lama sekali..
saat lana dipaksa tinggal di rumah sakit selama berbulan – bulan, saat lana
masih kecil,, adik kecilnya itu baru saja mengerjai seorang dokter dan beberapa
suster dengan seorang temannya yang merupakan seorang gadis cilik seumuran
dengannya. “Melihat lana dengan lyara seolah melihat lana kecil, bahagia, usil
dan jail,” ucapan dias sore itu membuat hamdi menghela nafas panjang, menatap
lana dan lyara yang tengah berebut handycam, Mereka tertawa lepas sembari
saling melempar pop corn. “Hamdi !! jangan melamun pertandingan akan dimulai!!”
teguran pak rahmat membuat hamdi bergegas menghampiri timnya, ditepuknya pundak
dias untuk melihat lana dan lyara yang sedang tertawa. “Tawanya membuatku
semangat untuk memenangkan pertandingan ini,” hamdi ikut tertawa lepas, jarang
sekali melihat dias tertawa lepas.
Lagi – lagi lana merasa kembali
duduk di kursi pesakitan, namun kali ini berbeda ada dias yang juga duduk
disampingnya.
“Dias,, kenapa Kamu
tidak bilang kalau akan selama itu??” pertanyaan pak hari membuat dias semakin
kesal, ditatapnya lana yang menyorotkan amarah. “Lana terlambat minum obat dan
makan siang, Kau akan tahu akibatnya kan?? Sudah Dua hari lana pulang terlambat
dan tidak meminum obatnya,” dias diam, dia merasa sangat marah kepada semua
anggota keluarganya yang memperlakukan lana seolah tahanan. “Lana baik – baik
saja, akan tetap baik – baik saja, kalau Kalian tidak mengurungnya seperti
kemarin,”
“Itu demi kebaikannya,”
“Aku tidak pernah
merasa lebih baik dengan itu semua !!” lana berteriak marah. “Kamu dihukum lana
!! dan dias kamu tidak akan dapat uang saku untuk satu minggu!!” hari bangkit
dari duduknya, menarik lengan lana yang memberontak keras. Namun lana hanya
mampu menahan emosinya saat pintu kamarnya dikunci, lana nyaris menangis, Dia
tidak mau dikurung lagi seperti kemarin itu membuatnya gila, Dia baru saja
melihat lyara Tiga hari dan lana tidak mau terkurung selama Satu minggu lagi.
Lana bangkit kembali mengamuk, dibantingnya semua vas bunga di kamarnya, disapu
bersih meja belajar dan meja riasnya, obat – obatan yang sudah tertata rapi
tersapu bersih, lana menginjaknya penuh emosi. “AKU BENCI KALIAN SEMUA !!!”
lana berteriak marah, Dia benar – benar sangat marah, mendengar teriakan lana
membuat air mata dias menetes, rasanya baru tadi Dia melihat tawa adiknya saat
bersama lyara, senyum adiknya dan sifat jail adiknya. Dias beranjak ke kamarnya
segera menghubungi hamdi, Dia membutuhkan bantuan hamdi. “Ham.. lana ngamuk
lagi, Dia dikurung lagi,, tolong suruh lyara telfon lana,, nanti Ku kirim
nomornya, lana benar – benar membutuhkan lyara saat ini..” dias mengakhiri
panggilannya, masih samar di dengarnya teriakan marah adiknya yang Dia yakin
diselingi air mata, membuat air mata dias kembali menetes, fandi duduk
disamping dias, menyeka air mata dias pelan. “Jangan menangis,”
“Aku baru saja
melihatnya tertawa lepas Kak,, biarkan Dia hidup normal Kak,” fandi menghela
nafas panjang. “Kakak juga inginnya begitu, namun Ayah dan Bunda sangat keras
kepala dias, apalagi lita..”
“Aku hanya ingin
melihatnya tertawa, dan mati dengan bahagia.. bukannya marah dan menangis
kemudian mati dengan penderitaan,” fandi menghela nafas panjang. “Kau menang??”
dias mengangguk, “Itu karena tawanya, dan dukungannya.. Dia meneriakkan namaku
dengan kencang,” fandi menepuk – nepuk pundak dias. “Ganti baju, ayo ke rumah
sakit, adik kesayanganmu itu pasti menghancurkan obatnya lagi,”
“Dia mencintai
seorang gadis kak, dan itu yang membuatnya tetap baik – baik saja meskipun
tidak meminum obatnya,” fandi mengangguk. “Kakak tahu, Kakak tunggu di luar,
owh iya satu lagi nanti bantu kakak membereskan kamarnya yang lebih mirip rumah
sakit itu,”
Lana terduduk lemas di sudut
kamarnya, seragamnya belum diganti Dia merasa lelah hari ini, kamarnya sudah
seperti kapal pecah, tiba – tiba ponselnya berbunyi tertulis nama lyara disana,
membuat dahinya mengerenyit dari mana lyara tahu nomor ponselnya, padahal Dia
tidak pernah menghubungi lyara sama sekali setelah mencuri nomor gadis itu dari
ponselnya. Dia memutuskan untuk menjawab, Dia butuh lyara.
“Hallo.. lana???”
suara diseberang sana terdengar ragu, lana tersenyum kecil “Iya, ini Aku..”
“Owh syukurlah, kak
hamdi berkata jujur, ku pikir ini bukan nomormu,”
“Memangnya kak hamdi
bilang apa??”
“Dia bilang Dia
tidak yakin kalau ini nomormu,” lana terkekeh, nada suara lyara yang terdengar
ceria membuatnya merasa lebih baik. “Lana?? Emm suaramu terdengar seperti orang
habis menangis dan marah – marah,” alis lana terangkat, heran. “Bagaimana Kau
menebaknya??”
“Aku sering bersuara
seperti itu ditelfon saat baru marah – marah dan menangis,”
“Itu berbeda lyara,
Kau perempuan dan Aku laki – laki,”
“Itu dia !! Kamu
tahu itu kan jadi jangan menangis, sesakit apapun yang Kamu rasakan, jangan
mengeluh, hadapi semua dengan senyuman.. keep smile,, hehe” lana tertawa pelan,
“Kamu masih seperti dulu lyara,”
“Aku?? Seperti
dulu?? Maksudmu??” lana menggeleng pelan, “Akh tidak, Kau mengingatkanku pada
teman kecilku dahulu..”
“Kau punya teman
lain?? Boleh Aku berkenalan dengannya??” lana tersenyum menggeleng “Tidak
bisa,” terdengar desahan kecewa lyara di seberang sana membuat lana tersenyum
jenaka. “Ra?? Aku senang mengenalmu,”
“Aku juga, apa Kau
sudah makan??”
“Tidak ada orang
nafsu makan setelah marah,”
“Kau ini, kalau Kau
sakit dan membuatku marah lagi Kamu mau mentraktirku piknik lagi??” lana
terkekeh mendengar ancaman lyara, “Nanti kusuruh kak hamdi untuk memaksamu
makan,”
“Kak hamdi?? Apa
hubungannya denganku??” tanya lana heran, “Karena kak hamdi yang memberikan
nomormu padaku,” lana mengangguk mafhum “Dia pasti mendapatkannya dari Kak
dias,”
“Kak dias?? Siapa
Dia??” pertanyaan lyara membuat lana tercengang, rasanya baru kemarin lusa
Mereka berkenalan, dan tadi saat pertandingan lyara juga menanyakan hal yang
sama saat Dia meneriakkan nama dias. “Kamu tidak mengingatnya??”
“Tidak,” lana
menghela nafas panjang, Dia harus mendapatkan penjelasan, namun lana kembali
diam saat mengingat lyara juga tidak mengenalinya saat di kantin. “Lana?? Kau
tertidur?? Hey !! apa Kau masih disana?? Kau tidak mendadak pingsan kan??” lana
menggeleng pelan “Tidak, apa Kau benar – benar tidak mengingat siapa kak
dias??”
“Tidak,”
“Bagaimana dengan
seseorang yang kak hamdi kenalkan padamu kemarin lusa saat Kita berpiknik,”
“Memangnya Kita
pernah berpiknik??”
“Lyara.. ini
serius?? Kamu tidak mengingatnya??” terdengar gelak tawa di seberang sana
membuat lana mengerenyit “Tidak, Aku bercanda lana, tentu saja Aku mengingat
piknik itu, tapi sungguh Aku tidak ingat siapa kak dias,” lana terdiam sesaat
saat dirasakannya perutnya perih. “Ra?? Kalau besok Aku tidak disampingmu,
jangan marah yaa..”
“Apa?? Kamu sakit
lagi??”
“Ya, apa Kau
sedih??” lyara terdiam sesaat. “Tidak, tapi Aku marah.. kalau Kau tidak cepat
sembuh,” lana tersenyum tipis “Kau belum tidur??” tanya lana pelan “Belum, Aku
belum mengantuk, padahal kak hamdi sudah tergeletak tak berdaya di kamar,”
“Kak hamdi di
rumahmu??”
“Ya, seminggu ini
Ayah dan Ibu pergi ke luar kota, jadi kak hamdi menginap,”
“Ini sudah malam
lyara.. Kau masih belum mengantuk juga??”
“Biasanya Aku tidur
karena suara nyanyian kak hamdi, Dia jago main gitar,”
“Kalau begitu biar
Aku yang menggantikannya, tanpa diiringi gitar tidak apa kan??” lana menawarkan
Dia membayangkan anggukan antusias lyara, akh gadis itu selalu antusias dengan
apapun yang menariknya. “Kamu mau pilih lagu apa??”
“Terserah Kamu, tapi
Aku ke kamar mandi dulu sebentar yaa.. gak lama kok,” lana mengangguk pelan,
tangan kirinya yang sedari tadi memegang perutnya kini beralih ke dadanya,
untuk saat ini Dia merasa dihimpit dinding – dinding kamarnya. “Lana??” suara
di telfon membuat lana kembali mengumpulkan kesadarannya, lana bersenandung
pelan sedangkan lyara mendengarkannya dengan mata terkantuk – kantuk tidak sampai
Dua menit lyara sudah jatuh tertidur. “Ra??” panggil lana pelan “Kau sudah
tidur?? Good night Princess”
lana mengakhiri panggilannya meletakkan ponselnya berusaha mengatur nafasnya.
“Lana??” suara dias
yang terdengar cemas, membuat lana menoleh didapatinya fandi membuntuti dias
dengan cemas pula, dias membuka jendela kemudian melangkah masuk diikuti fandi.
“Lyara menelfonku Kak,” lana melapor, Dia merasa sangat bahagia. “Tapi rasanya
berbeda, dibanding saat lyara berada disampingku,” fandi menekan saklar
kemudian menghela nafas lelah saat melihat kondisi kamar adiknya, fandi
membenahi ranjang adiknya. “Yas, tuntun lana untuk kesini,,” dias mengangguk
menatap lana yang masih betah duduk meringkuk di sudut kamarnya. “Kak Aku baru
saja bernyanyi,” karena gemas, fandi menyusul setelah sebelumnya mempersiapkan
semuanya, “Lana?? Ayo !! kondisi Kamu gak baik sekarang,” fandi mendesak,
meraih tangan lana yang dingin “Kak?? Lyara bilang Dia tidak mengingat Kakak, Aku
bingung, padahal Dia adalah satu – satunya teman yang Ku punya, sejak kecil Dia
yang paling mengertiku, tanyakan pada teman kakak kenapa lyara melupakanku,”
lana masih meracau, setengah kesadarannya terengut, gelap dan terang. “Kita
papah sama – sama,” dias mengangguk saat melihat adiknya mulai kedinginan,
perlahan dias dan fandi membaringkan tubuh lana di ranjang, “Yas ! ambilin baju
ganti !!” dias mengangguk menuju lemari besar yang kacanya sudah retak kembali
padahal baru kemarin kaca itu diganti. “Lana,, Kamu harus tetap sadar oke??
Buka mata kamu,” lana menurut, Dia membuka matanya pelan “Sekarang telan
obatnya,” lana menggeleng “Ini akan mengurangi rasa sakitnya,” akhirnya lana
menurut. “Yas !! bantu minum,” dias yang sudah duduk di sisi lana mengangguk
menerima beberapa pil dari tangan fandi, dengan hati – hati dias membantu lana
meminum obatnya, sedangkan fandi kembali memasang infus di lengan kanan lana,
menyuntikkan sesuatu di tabung infusnya. Dias sudah selesai melakukan tugasnya,
dibaringkannnya adiknya pelan – pelan, dias menumpuk bantal. Kemudian menghela
nafas lelah saat perlahan mata adiknya tertutup. “Ganti bajunya Yas !!” dias
mengangguk, dengan hati – hati Dia melepas seragam sekolah adiknya, takut
mengganggu tidur adiknya yang sebenarnya sama sekali tidak akan terganggu.
“Siapa gadis yang lana maksud??” tanya fandi sembari membereskan kekecauan di
kamar adik bungsunya. “Lyara??”
“Iya, Aku tahu
namanya lyara,” dias menghela nafas lelah. “Gadis yang dicintai lana diam –
diam,”
“Lalu apa hubungannya
dengan masa kecil lana?? Bukankah lana lebih banyak menghabiskan waktu di rumah
sakit??”
“Lana pernah
bercerita padaku bahwa Dia bertemu seorang gadis imut seumurannya, yang
mengajaknya untuk menjahili para dokter dan suster, entahlah Aku tidak tahu
yang sebenarnya, nanti akan ku tanyakan pada hamdi,”
“Siapa hamdi?? Pacar
lyara??” dias meletakkan bungkus obat – obatan yang telah remuk di tempat
sampah, menatap fandi lelah. “Bukan, hamdi kakak sepupu lyara, tapi bagi lyara
hamdi adalah kakaknya, pelindungnya,” dias mengampiri lana yang terbaring
tenang dengan selang oksigen dihidungnya, “Aku ingin tidur disini malam ini,”
fandi mengangguk, “Aku juga,” fandi membanting tubuhnya di atas sofa, Dia
merasa sangat lelah, sedangkan dias mengambil tempat disamping lana.
Hamdi membuka matanya pelan saat
pintu kamar di ketuk, sebenarnya Dia merasa sangat lelah. Namun rasa lelah dan
kantuk itu hilang saat melihat lyara berdiri diambang pintu kamar sembari
terisak. “Ly,, Kamu kenapa menangis, jangan menangis Kakak mohon jangan
menangis,” bukannya berhenti tangisan lyara malah semakin kencang, hamdi
membawa lyara kedalam dekapannya, berharap lyara merasa tenang. “Ly, ayo ke
kamar,” lyara menggeleng, dan mau tidak mau membuat hamdi menuntun lyara menuju
kamar yang saat ini ditempatinya, hamdi merapikan anak rambut lyara yang
berantakan menyeka air mata lyara. “Kakak mohon jangan menangis, nanti Kamu
sakit lagi,”
“Lana Kak,,” hamdi
tersenyum kepada lyara “Kenapa??”
“Lana sakit,” alis
hamdi bertaut, lyara kemudian menceritakan apa yang terjadi setelah hamdi
memberikan nomor ponsel lana kepadanya dan lyara tidak kuasa menahan tangisnya
saat menceritakan bagian lana menyanyikan lagu untuknya dengan suara yang
sangat lirih membuat lyara menyembunyikan tangisnya dan berpura – pura
terlelap, dan tangis itu menjadi isakan saat panggilan terputus. Hamdi menghela
nafas panjang meraih ponselnya mengetikkan sesuatu kemudian kembali mendekap
lyara erat.
Dias memantul – mantulkan bola
basketnya lemah, hamdi yang melihatnya dari kejauhan menghela nafas panjang
memutuskan untuk menghampiri sahabatnya itu. Hamdi menepuk bahu dias pelan,
kemudian duduk disampingnya. “Kenapa sob??” dias menoleh, mengusap wajahnya
kasar. “Takut,” hamdi mengerenyit “Takut??”
“Lana benar – benar marah sama semua orang
dirumah, Dia gak mau makan, gak mau minum obat dan gak mau bicara, Dia hanya
mau bicara sama Aku itupun seperlunya saja,” hamdi menghela nafas panjang
mengusap rambutnya kesal. “Kenapa Ayah dan
Bundamu melarang lana untuk melakukan apa yang Dia mau??” dias menunduk “Karena
Dia berbeda, sejak Dia lahir ke dunia Dia udah di vonis penyakit mematikan..
sudah hampir sepuluh kali Kami akan kehilangannya, dan Ayah sama Bunda terlalu
takut akan kehilangan lana lagi,”
“Sama,”
“Sama??
Apanya??”
“Lyara,
bedanya sekarang lyara sudah bebas bergerak kemanapun, meskipun harus tetap di
awasi dan belum boleh olahraga berat – berat, sebenarnya jantung yang saat ini
ada di tubuh lyara bukan milik lyara, tapi milik kakaknya,” hamdi menghela
nafas panjang “Saat itu, lyara kambuh parah dan akan di bawa ke rumah sakit,
namun tanpa ada yang mengira mobil yang ditumpangi Mereka kecelakaan, anehnya
om dharma dan tante nirma hanya terluka ringan dan tidak sampai pingsan, namun
lyara dan revan kakaknya terluka parah, mereka sama – sama kritis saat di rumah
sakit, waktu itu om dharma dan tante nirma dilema, untuk memilih menyelamatkan
siapa, namun kebimbangan itu luntur saat dokter mengatakan kalau revan sadar
dan mencari Mereka, revan berkata kepada Mereka bahwa Mereka harus memilih
lyara kemudian revan pergi, itu yang membuat lyara di sangkar,, namun gadis
keras kepala itu memberontak, mogok makan berhari – hari agar Dia bisa
diijinkan untuk sekolah umum, akhirnya voila !! pemberontakan gadis itu
berhasil !!” dias merenung sesaat kemudian menatap hamdi. “Ham,”
hamdi menatap dias bingung “Apa ada masalah dengan ingatan lyara?? Dia kan
pernah kecelakaan??” hamdi menimangnya sebentar. “Apa Dia tidak mengingatmu??”
“Ya, lana yang
mengatakannya padaku semalam, Dia juga bilang kalau sejak kecil hanya lyara
yang bisa mengertinya, dan Dia bingung saat lyara tidak mengingatnya,” hamdi
berfikir sebentar, mencoba mengingat – ngingat kejadian masa kecil Mereka “Ya,
Aku ingat !! kecelakaan itu membuat separuh memori lyara hilang, bisa jadi itu
memori saat bertemu dengan lana, dan ada efek berkepanjangan juga, lyara tidak
bisa mengingat jelas orang – orang yang baru saja dikenalnya atau ditemuinya
jika hanya satu kali pertemuan, Dia butuh Tiga kali pertemuan baru Dia akan
mengingatnya, dengan catatan berturut – turut,”
“Ham,, apa Kau
pernah mendengar cerita dari lyara tentang teman yang ditemuinya saat dirumah
sakit, seorang teman yang diajaknya untuk menjahili dokter dan suster??” hamdi
kembali mencoba mengingat kemudian mengangguk “Ya, revan pernah bercerita
padaku dengan kesal, karena adik kecilnya yang terlihat manis itu sangat nakal
dan jail,” dias menatap hamdi mengguncangkan pundak hamdi. “Itu dia !! lana
sebenarnya sudah mengenal lyara !! dan lana melihat gadis itu !! itu yang
membuat lana ingin keluar dari rumah !! tapi lana sedih karena lyara tidak
mengingatnya !! dan memilih memulai dari awal, lana mencintai lyara sejak
pertama Mereka bertemu !! namun lyara kecelakaan dan amnesia, melupakan semua
tentang lana di masa kecilnya,” hamdi melepaskan tangan dias dari bahunya,
menghembuskan nafas kesal. “Iya, Aku tahu itu kesimpulannya”
“Bantu Aku hamdi,
bawalah lyara ke rumah,, hanya lyara yang bisa membujuk lana, hanya lyara yang
bisa menolong lana, Ku mohon lana benar – benar menyedihkan sekarang..” hamdi
menghela nafas panjang “Apa keluargamu akan menyetujuinya?? Apa Mereka akan
mengijinkan lyara untuk menemui lana, lyara yang nota bene sudah membuat lana
menjadi pemberontak??” bahu dias melemas “Aku bisa menjaminnya, Ham.. Aku benar
– benar tidak tega melihatnya seperti ini,” hamdi kembali menghela nafas
panjang “Bukannya seperti itu Yas, Aku mau saja membantu, begitupun dengan
lyara,, tapi Aku tidak mau menerima resiko kalau lyara terkena tamparan atau
dicaci, lyara belum pernah diperlakukan seperti itu, dan Aku akan sangat marah
jika lyara diperlakukan seperti itu, selain itu kesehatannya juga belum stabil,
Dia masih menjalani berbagai terapi sampai sekarang, Mereka berdua sama – sama
rapuh,” dias menunduk berfikir, benar juga apa yang dikatakan hamdi Dia tidak
bisa menjamin jika lyara akan diterima dengan baik, dias menghela nafas lelah.
“Terus Aku harus bagaimana?? Bagaimana bisa lana hanya menggantungkan
kehidupannya pada selang infus?? Aku sungguh tidak tega melihatnya,,” hamdi
terdiam kepalanya mendongak saat mendengar keributan di tengah lapangan. Hamdi
menghambur, dadanya berdegup kencang Dia merasa sangat khawatir. “LYARA !!!”
teriakan hamdi terdengar panik, mengambil alih tubuh lyara dari guru
olahraganya, hamdi menggendong lyara yang sudah terpejam membawanya jauh dari
kerumunan sesampainya di parkiran Dia meminta tolong satpam untuk membuka pintu
mobilnya, kebetulan Dia membawa mobil hari ini setelah memastikan lyara aman,
hamdi segera berlari dan mendudukkan diri di belakang kemudi, Dia tahu harus
membawa lyara kemana, sangat tahu.
Hamdi duduk dengan gelisah, sembari
terus merutuki dirinya sendiri dan memukul – mukulkan kepalanya ke tembok,
hamdi memijat pelipisnya yang terasa berdenyut sudah hampir Tiga jam lyara
ditangani dan selama Tiga jam itu pula hamdi cemas. Suara pintu terbuka membuat
hamdi mendongak, mencoba tersenyum saat orang yang sangat dikenalnya itu
menghampirinya. “Bagaimana Om??”
“Tidak apa hamdi,
hanya terlalu lelah.. istirahat Dua atau Tiga hari juga pasti baikan, apa tadi
lyara ikut pelajaran olahraga??” hamdi mengangguk ragu “Maaf,”
“Tidak apa – apa,
yang penting sekarang lyara tidak apa – apa, tidak ada yang serius,” dan ucapan
itu membuat hamdi menghela nafas lega. “Kamu istrahat saja dulu, ganti bajumu,
Om dharma gak akan marah sama Kamu, lyara biarkan istirahat kondisinya juga
masih harus dikontrol, kalau lyara siuman Om pasti akan ngabarin,” hamdi
mengangguk lesu “Baiklah,” hamdi akan melangkah saat seorang suster menghampiri
dokter yang merupakan pamannya itu. “Dokter !! dokter fandi membutuhkan bantuan
Anda !! adiknya kambuh sangat parah dok !!” tanpa kata pamannya berlari – lari
kecil, hamdi mengikuti dengan penasaran. Dan kaki hamdi membeku saat melihat
dias terlihat sangat terpukul, hamdi
menghampiri sahabatnya menepuk pundaknya pelan, dias menoleh tatapannya berubah
marah dan langsung menghujani hamdi dengan pukulan. “Kenapa Kau tak mau
membantu !! kalau Kau membantu lana tidak akan berakhir seperti ini,, !!” hamdi
menghela nafas panjang memegang tangan dias yang mencengkeram kerah seragamnya,
“Bukan itu masalahnya, lyara juga drop Dia juga tidak bisa menolong, Kamu fikir
lyara baik – baik saja setelah mengetahui kalau lana sakit??” dias terdiam
“Lyara belum sembuh total Yas !! lyara gak boleh nangis terlalu lama, kalau
saja semua orang itu peka dan tahu, kalau sebenarnya lyara selalu ingin
menangis saat melihat lana, tapi lyara mencoba tersenyum, kalau lana drop itu
bukan salah lyara, lana drop karena Dia tertekan,” bukannya mereda dias malah
semakin beringas, hamdi yang tadi tidak melawan kini melawan namun sebuah
teguran membuat hamdi menghentikan aksinya. “Hamdi !!!” hamdi mengenal suara
itu, itu suara kakeknya pemilik rumah sakit ini hamdi mundur “Ini rumah sakit
anak muda,” sang kakek menepuk pundak hamdi yang naik turun seirama dengan deru
nafasnya. “Dia yang memulai Kek,” hamdi menjawab “Perhatikan etikamu hamdi,
sekarang temui lyara, Dia sudah siuman..”
“Tapi...”
“Tidak ada kata tapi
hamdi,” hamdi mengangguk “Dan tolong kek, tolong ajari Mereka bagaimana cara
memperlakukan orang sakit dengan benar,” ucapan hamdi membuat dias kembali
emosi namun segera redam saat tangannya dicekal. “Sudah, apa yang dikatakan
hamdi benar, seseorang akan drop saat dia tertekan dan merasa sangat kelelahan,
atau bisa dikatakan tidak menikmati hidupnya,” dias merenung “Kau hanya terbawa
emosi anak muda, Kau terlalu takut sehingga Kau memukul temanmu sendiri, Aku
tidak akan menghukummu karena sudah memukul cucuku di depan mataku, tapi
perbaikilah emosimu,” pria yang di perkirakan usianya lebih dari setengah abad
itu memasuki ruangan dimana lana terbaring memperjuangkan kesempatan hidupnya.
Lyara meringis saat melihat hamdi
meringis karena sedang di obati oleh suster jaga. Suster itu tertawa pelan
“Kamu ini Ham, ada – ada saja berkelahi kok dirumah sakit, gak takut dimarahin
Tuan besar??” celetukan suster itu membuat hamdi mendelik dan membuat lyara
tertawa kecil. “Kakak ini ada – ada saja, Kakek tidak marah??” hamdi menatap
wajah pucat lyara, kemudian menggeleng “Kakek ada pasien yang harus ditangani,”
“Parah??” hamdi
mengangguk “Lana,” dan jawaban hamdi sukses membuat mata lyara nyaris keluar
matanya berkaca – kaca, air mata siap menetes, hamdi bangkit dari duduknya
“Jangan menangis, Kakak mohon jangan menangis lagi..” hamdi menyeka air mata
lyara, lyara tidak boleh menangis dalam kondisi seperti ini. Lyara mengangguk
“Bawa Aku padanya Kak,” hamdi menggeleng “Tidak bisa lyara, kondisimu masih
lemah,” hamdi mencoba mencegah “Kakak mohon lyara,, kakak akan disini jaga
Kamu, tapi kakak mohon kali ini aja nurut sama Kakak,” hamdi menangkupkan kedua
tangannya di pipi lyara, mencoba memohon. “Sudah cukup Dua kali Kamu menangis
dan pingsan di pelukan Kakak,” suster yang sangat mengenal lyara itu juga
khawatir. “Iya, lyara jangan menangis..” lyara menurut “Sekarang Kamu istirahat
saja yaa, jangan mikir yang aneh – aneh”
lyara mengangguk, kembali berbaring.
Dias menatap keluarganya ragu, Dia
merasa menyesal karena sudah marah pada hamdi tadi, itu artinya lyara dalam
bahaya.
“Yas !! Kamu bisa
jelasin ini semua kan??” lita angkat bicara, ditatapnya sang adik yang babak
belur itu tajam. Dias menghela nafas panjang. “Yas ! tolong beritahu Kami, apa
yang membuatmu marah dan berkelahi tadi??” kini suara sang bunda yang terdengar
lembut menyapa gendang telinganya, membuatnya luluh, wanita yang baru saja
berhenti menangis itu terlihat menyedihkan. Dias kembali menghela nafas panjang
“Hamdi teman Dias,” dias mencoba memulai “Dias meminta bantuan hamdi untuk
membujuk lana makan, tapi hamdi menolak dan malah meninggalkanku, Aku sangat
marah padanya saat tahu lana semakin drop,”
“Memangnya apa
hubungan hamdi dengan lana??” pertanyaan sang bunda membuat dias mengumpulkan
oksigen sebanyak – banyaknya. “Hamdi adalah sepupu gadis yang lana cintai, saat
itu lana hanya menginginkan gadis itu berada di dekatnya, karena dengan adanya
gadis itu disampingnya lana merasa lebih baik, lana seakan melupakan rasa
sakitnya, lana selalu tertawa saat bersama gadis itu, tersenyum dan jahil,”
Mereka sama – sama diam, dias kembali menghela nafas panjang “Nama gadis itu
lyara, dan lyaralah alasan kenapa lana selalu ngotot ingin sekolah,”
“Kurang ajar!!
Dimana gadis itu ??” teriakan sang Ayah membuat dias gentar, membenarkan
hipotesa hamdi tentang orang tuanya. “Dia disini, sakit, memangnya kenapa
Ayah??” dias mencoba bertanya meskipun sebenarnya Dia tahu betul apa jawaban
yang akan diberikan sang Ayah. “Menemui gadis itu dan memintanya pergi dari
kehidupan lana,” dias menelan salivanya mencoba menatap sang Ayah “Itu sama
saja dengan meminta lana pergi lebih cepat,” sanggahan dias membuat Mereka
termenung “Karena lyara adalah semangat hidup lana, mungkin lyara tidak akan
membuat lana sembuh total, tapi setidaknya membuat lana menikmati hidupnya,
membuat lana bertahan lebih lama, sebelum nanti pada akhirnya lana akan pergi,
lana hanya perlu dukungan itu saja, Dia ingin melakuan apa yang Dia mau, dan
lana sangat tahu mana yang boleh dan tidak boleh dilakukannya,” dias menunduk
Dia tidak tahu darimana Dia mendapatkan kata – kata itu, yang jelas Dia akan
meminta maaf kepada hamdi sekaligus berterima kasih padanya. “Bagaimanapun juga
meskipun lana sering keluar masuk rumah sakit dan seringkali berada di ambang
kematian, lana tetaplah ciptaan Tuhan yang memiliki hati dan perasaan, biarkan
Dia jatuh cinta,, Dia akan tahu sampai batas mana cinta itu,” dias bergumam
pelan, teringat ucapan hamdi tempo hari dan gumaman yang menurut dias pelan itu
masuk kedalam hati kedua orang tuanya dan kedua kakaknya, membuat pikiran
Mereka terbuka lebar. “Ajak gadis itu menemui lana,”
Lana koma, dan kenyataan itu membuat
keluarganya terpukul, merasa bersalah, saat ini di depan kamar rawat lana kedua
orang tuanya saling berpelukan juga dias yang memeluk lita kakaknya. Lyara
mendongak menatap hamdi yang bertugas mendorong kursi rodanya, sebenarnya lyara
bisa berjalan sendiri namun kakek dan pamannya memaksanya menggunakan kursi
roda, masih dalam masa pemulihan kata Mereka, membuat lyara mendengus sebal.
“Kak,” panggilnya pelan, nyaris berbisik hamdi menatap lyara “Kakak yakin??”
hamdi mengangguk mantap “Tapi...”
“Apa Kamu nggak mau
menjenguk teman yang sakit??” lyara berfikir sebentar. Hamdi menghela nafas
panjang mendorong kursi roda lyara mendekati dias, dan seperti biasa hamdi
selalu menepuk bahu dias “Yas!!” dias mendongak mendapati hamdi tengah
tersenyum manis kepadanya. “Aku membawakan obat lana,” mendengar kata itu
membuat lyara mencubit pinggang kakak sepupunya kuat – kuat . “Aw.. Lyara..
sakit tahu!!” pekikan hamdi cukup keras ternyata membuat pak hari dan bu jingga
menoleh, begitupun dengan lita. Hamdi tersenyum kikuk, malu. Sedangkan dias
menatap lyara yang menatapnya bingung “Aku sepertinya pernah melihatmu?? Tapi
kapan yaa??” pertanyaan lyara membuat dias membenarkan ucapan hamdi. Sedangkan
hamdi menghela nafas panjang, “Wajahnya kan pasaran, jadi mungkin Kamu pernah
melihatnya di pasar atau pasar malam,” jawaban hamdi membuat dias mendelik
sedangkan lyara masih memasang ekspresi bingung. “Lyara kan??” suara pak hari
membuat lyara menoleh, mengerenyitkan dahi bingung. Hamdi yang sadar dengan itu
langsung bertindak “Ini keluarga lana Ly, ini Ayahnya dan Itu Bundanya,
sedangkan wanita itu Kakak perempuannya, dan teman Kakak itu juga Kakak lana,
ada satu lagi Kakak lana di dalam lagi sama Om Farhan,” penjelasan hamdi
membuat lyara melongo. “WOW, benarkah?? Menyenangkan sekali menjadi lana, Dia
pasti tidak akan merasa kesepian, lana mempunyai Tiga saudara, bahkan keluarga
Kita yang anaknya paling banyak Cuma Kakek sama Nenek,” celetukan lyara yang
terlihat kagum itu membuat pak hari, bu jingga dan lita tersenyum. “Memangnya
Kamu berapa bersaudara??”
“Dua Tante, tapi Kak
revan udah meninggal” tidak ada kesedihan dalam nada bicara lyara, seolah –
olah apa yang baru saja dibicarakannya adalah berita bahagia, membuat Mereka
tiba – tiba merasa tertampar. Hamdi hanya tersenyum melihat respon keluarga
itu, menatap dias yang tengah menatapnya tidak percaya. Suara pintu terbuka
membuat Mereka mengalihkan perhatian ke arah pintu, mendapati Dua orang
berseragam dokter baru saja keluar dari ruangan. “Ya ampun lyara ?? kok sudah
jalan – jalan??” salah seorang dokter itu segera menghampiri lyara,
menangkupkan kedua telapak tangannya ke kedua pipi keponakannya cemas. “Lho??
Bukannya tadi Om juga mengijinkan?? Asal lyara pakai kursi roda,” respon hamdi membuat
dokter itu menepuk dahinya kemudian mengacak rambut keponakannya gemas.
“Maafkan Om, Om kira Kamu masih saja masuk ambang kematian,” ucapan dokter itu
membuat lyara mendelik. “Aku sudah sehat Om,” pernyataan lyara membuat dokter
itu tersenyum “Mungkin Om lelah, Om mau istirahat sebentar,”
“Itu lebih baik,
dari pada mengira kalau Aku akan mati,” celetukan lyara yang terdengar ketus
itu membuat dokter itu kembali mengacak rambut lyara dan mengecup dahi
keponakannya itu lembut kemudian berlalu. dias menatap adegan itu dengan
bingung begitupun dengan keluarganya Jadi seperti itu cara
memperlakukan orang sakit?? Tetap terlihat baik – baik saja dan membuat si
orang sakit marah atau tertawa itu yang tiba –
tiba muncul dalam benak mereka. Suasana hening, hanya suara gerutuan lyara yang
kerepotan membenahi rambut panjangnya di bantu hamdi. “Ham” panggilan dias
membuat hamdi menoleh, menghentikan aktivitasnya membenahi anak rambut lyara
yang berantakan. “Ada apa??”
“Sepertinya lana
membutuhkan obatnya,” dias menatap satu persatu anggota keluarganya, yang
perlahan juga mengangguk. Hamdi tersenyum, “Ly, katanya Kamu mau menjenguk
teman semejamu??” pertanyaan hamdi membuat lyara menghentikan gerutuannya.
“Memangnya boleh??”
“Tentu saja,” bukan
hamdi yang menjawab tapi pak hari, membuat lyara mengangguk antusias, “Sekarang
Kak !!” hamdi terkekeh mendorong kursi roda lyara menuju kamar rawat lana.
Lyara menatap sedih lana yang
terbaring dengan alat – alat medis yang menguasai hampir seluruh tubuhnya itu.
“Kakak tinggal dulu yaa,” hamdi berlalu setelah memberhentikan kursi roda lyara
tepat di samping bangsal. “Hey, teman semeja tak diundang,” sapa lyara jail,
namun tidak ada respon “Kau tahu, Aku marah mendengarmu sakit.. tapi Aku juga
senang kalau melihatmu lebih baik, meskipun Aku tidak tahu apakah yang seperti
ini lebih baik atau tidak,” lyara menghela nafas kesal, memberanikan diri
memegang tangan lana. “Kamu semakin membuatku kesal, sungguh !! Kamu pikir Aku
sedang berbicara dengan robot?? Ayolah respon ucapanku ini ,, atau kalau tidak
Aku akan benar – benar sangat marah padamu,” lyara menghentakkan begitu saja
tangan lana yang terkulai, lyara kembali menghela nafas kesal “Apa suaraku
tidak berarti buat Kamu?? Oke, maafkan Aku kalau Aku datang kepadamu dengan rambut
seperti ijuk, Aku belum sempat menyisirnya lagi,, Kau tahu ini perbuatan
siapa??” lyara berdecak “Kau pasti tidak tahu, kalau orang yang sudah menjejal
– jejalkan kepadamu alat – alat ini yang membuat rambutku berantakan,” suasana
hening, lyara berhenti berbicara banyak berbicara membuat nafasnya tidak
beraturan. Lyara berfikir sebentar kemudian tersenyum nakal, Dia bangkit dari
kursi rodanya, memang sempat akan jatuh, mengingat betapa tubuhnya masih terasa
lemas, dengan usil lyara menyentil telinga lana. Membuat tidur tenang lana
terusik. Lana membuka matanya pelan, mendapati lyara tengah tersenyum jenaka
kepadanya. “Kau bangun juga,”
“Kaukah itu Lyara??”
lyara mengangguk antusias, senyumnya mengembang lucu, membuat lana mau tidak
mau terkekeh. Melupakan selang infus di tangan kanannya, lana mengacak rambut
lyara gemas. “Terima kasih,” ucapan lana yang terdengar lirih itu membuat lyara
mendelik. “Terima kasih?? Yaya.. boleh – boleh, dan terima kasih juga karena
sudah membuat rambutku terlihat seperti rambut kuntilanak,” lana kembali
terkekeh menatap wajah lyara yang sedang kesal. “Aku akan mengajakmu berpiknik
lagi, sebagai ganti karena sudah membuatmu marah dan kesal,” ucapan lana
membuat lyara kembali tersenyum jail “Tapi kali ini Aku yang menentukan tempatnya,”
lana mengangguk membuat lyara bersorak senang.
Hamdi yang tidak benar – benar
keluar dari ruangan itu tersenyum lega, lyara selalu berhasil membuat siapa
saja menurut, hamdi keluar memberitahukan kabar gembira ini kepada keluarga
itu. “Lana sudah sadar,” ucapan hamdi membuat keluarga itu menghela nafas lega.
“Apa Kalian tidak mau mengunjunginya??” keluarga itu terdiam membuat hamdi
semakin bingung. “Lana sedang membenci Kami,”
“Biar Ku tanyakan,”
hamdi berinisiatif untuk bertanya, Dia kembali masuk menghampiri lyara dan lana
yang masih asyik bercengkrama. “Kau sudah bangun rupanya, apa Kau mau bertemu
keluargamu??” mendengar itu membuat lana memalingkan wajahnya “Tidak,” jawaban
lana membuat lyara mengangguk paham. “Terkadang kalau Aku lagi ngambek Aku juga
gak mau nemuin Mereka, tapi pasti ada satu orang yang berhasil meluluhkan
hatiku, Kak hamdi,” ucapan lyara membuat hamdi tersenyum manis, Dia tahu siapa
yang bisa membujuk lana.
Dias menatap wajah pucat adiknya
bimbang, disampingnya hamdi terus mendesak untuk berbicara kepada lana. Dias
menghela nafas panjang, menggantikan posisi lyara, sedangkan lyara di tarik
mundur oleh hamdi. “Lana, maaf, lyara tidak bisa berlama – lama, ada
pemeriksaan lagi untuknya,” hamdi berkata dengan nada penuh penyesalan.
“Sebenarnya Aku masih ingin di sampingmu, tapi.. maaf Aku hanya ingin Kamu
menepati janjimu dan tidak boleh mengingkari,” lyara tersenyum, tangannya
melambai lucu, membuat lana tersenyum manis ikut melambai sampai hamdi dan
lyara benar – benar pergi dari kamar rawatnya. Suasana hening membuat dias
semakin ragu. “Ada apa Kak??” dias menoleh, menatap adiknya yang terlihat lebih
segar itu, lalu tersenyum “Kamu tahu siapa yang melahirkan kita?? Yang sudah
merelakan tubuhnya untuk disinggahi kita,” lana terdiam “Bunda,” dias
mengangguk senang “Kamu sudah tahu arah pembicaraan Kakak kan??” lana menghela
nafas panjang, mengangguk pelan. “Ya,”
“Kamu mau maafin
Mereka?? Nemuin mereka??” lana terdiam sebentar, berfikir.
Hamdi membelai rambut lyara lembut,
mata lyara terpejam pamannya sengaja membuat lyara tertidur karena lyara terus
menangis. “Aku gak tahu kenapa Kamu masih sanggup menahan air matamu, padahal
setelah kamu tidak melihatnya kamu selalu menangis,” hamdi menghela nafas
panjang menyelimuti lyara kemudian mengecup dahi lyara, Dia harus pulang
membawakan baju ganti untuk lyara, besok lyara sudah boleh pulang.
Waktu berlalu, detik demi detik
berjalan cepat tak ada yang sempat menghindar semuanya terasa begitu asing dan
gelap. Waktu berlalu perjalanannya begitu kejam dan terjal, tidak peduli. Waktu
berlalu dan waktu itu pula meninggalkan luka lama yang terbuka kembali. Hamdi
menghempaskan tubuhnya di atas ranjangnya yang beberapa hari ini tidak Dia
tempati, setelah mengambil baju ganti hamdi memutuskan untuk mengunjungi
rumahnya sebentar. Dan saat ini hamdi tengah menatap kosong langit – langit
kamarnya yang di hiasi banyak stiker dengan warna biru elektrik, potongan
kertas berbentuk bintang itu membuat hamdi mengingat masa kecilnya, begitu
bahagia damai dan penuh keceriaan. Hamdi kembali menghela nafas panjang,
perhatiannya beralih kepada sebuah bingkai foto yang terpajang di meja
belajarnya, foto keluarganya. Hamdi menyeka sudut matanya yang basah, Dia ingat
saat itu sekitar Lima tahun yang lalu sebelum kedua orangtuanya memutuskan
untuk menetap di luar negeri dengan membawa serta adiknya, meninggalkannya
sendiri di rumah bersama seorang pelayan yang siap membantunya. “Ayah, kenapa Aku tidak boleh ikut??” hamdi
yang saat itu masih SD dan akan masuk SMP mencoba merengek. “Kamu tetap disini,
sampai Kamu bisa memperbaiki sikap Kamu dan juga nilai – nilamu, jadilah
seperti revan,” hamdi berteriak
frustasi saat kembali mengingat memori itu. Sejak saat itu Dia tidak pernah
melihat kedua orangtuanya lagi, Mereka hanya menelfon Satu bulan sekali untuk
memastikan apakah uang yang Mereka kirimkan cukup atau tidak, selebihnya hanya
basa – basi. Selama ini kedua orang tua lyara yang benar – benar
memperhatikannya, bergantian mengambil raport lyara dan dirinya. Hamdi merenung
sesaat. “Tuhan itu adil kok, Dia gak
akan ngasih cobaan melebihi kemampuan makhluknya,” hamdi teringat kata – kata yang selalu Dia
lontarkan saat melihat kedua orang tua lyara bersedih melihat lyara kambuh,
kata – kata yang juga Dia lontarkan untuk dirinya sendiri. Mendadak hamdi
merasa sedih, hamdi kembali menghela nafas panjang, memejamkan matanya, Dia
butuh istirahat.
To Be Continue...
#Khichand_Lee