Minggu, 14 Agustus 2016

Lost - Part 2

Dias menyelempangkan tasnya, mengotak – atik ponselnya, memasang ekspresi cemas, hamdi yang kebetulan melihat menghampiri, menepuk bahu dias pelan. “Ke taman belakang yuk !! adikku ada disana, siapa tahu adikmu juga disana..” dias akan menolak namun urung saat tangan hamdi terlebih dahulu menarik lengannya. Dias kembali mematung, sedangkan hamdi melangkah santai dengan ekspresi bingung saat sampai di taman belakang sekolah. “Siapa laki – laki itu?? Kau mengenalnya??” tanya hamdi kepada dias, sedangkan dias mengangguk pelan “Dia adikku,” hamdi menghela nafas panjang “Aku tidak percaya ini terjadi, lyara..” panggilnya lembut, tidak berniat mengejutkan lyara. Dias masih mematung, bukan lyara atau ekspresi lana, namun mata Mereka yang menyorotkan kenyamanan saat tangan Mereka saling bertaut. “Kak hamdi?? Udah selesai??” hamdi mengangguk, matanya melirik lana, memberi kode “Kau hutang mengenalkan temanmu kepadaku lyara..” lyara tersenyum, tatapannya beralih kepada lana. “Lana, kenalkan ini Kakak sepupuku, namanya hamdi.. dan kak hamdi ini lana teman sebangkuku,” hamdi sempat terkejut sesaat namun kembali tersenyum saat tangan lana disodorkan paksa kepadanya. “Hamdi,”
“Lana,”
“Owh iya, Ly.. Kakak juga mau ngenalin sahabat kakak, yang juga kakak dari temanmu, namanya dias.. dias ini lyara adik sepupuku,” dias mengulurkan tangannya yang dibalas dengan senang hati oleh lyara. “Dias,” lyara tersenyum manis “Lyara,” dias juga tersenyum, senyum lyara membuatnya sadar bagaimana adiknya tetap baik – baik saja meski telat minum obat, dan juga sadar jika Mereka baru saja makan, dan untuk kali ini dias tidak akan melapor kepada keluarganya karena adiknya bahagia itu yang dilihatnya. “Kalian ngapain aja disini??” suara hamdi yang terlihat mengamati sebuah keranjang dengan tikar yang Dia tahu berasal dari UKS membuat dias bangun dari lamunannya. “Kami sedang berpiknik, lana yang mengajak.. lana bilang ini sebagai permintaan maafnya karena sudah tidak masuk satu minggu,, Kakak tahu lana ternyata sakit,” hamdi menoleh, mengamati lana yang memilih diam sedari tadi. “Jadi..”
“Tapi sekarang lana baik – baik saja, Kakak... lihat bahkan sedari tadi dia selalu tersenyum, Dia lucu lho kak,” nada ceria lyara saat menceritakannya membuat hamdi mengacak rambut lyara gemas. Dias menatap adiknya, memberikan senyuman manis, mengacungkan ibu jarinya membuat lana mengerenyit namun mau tak mau tersenyum juga. Senja itu membuat dias merasa lega, karena mungkin Dia tidak akan mendengar suara benda pecah di kamar adiknya, ditatapnya bekas luka baret di tangan adiknya, bekas jarum infus dan bekas goresan pecahan vas bunga. “Kak.. Aku ingin menonton pertandingan basket bersama lyara, boleh??” pertanyaan lana membuat hamdi dan dias bertukar toleh. “Boleh, tapi untuk menghindari hukuman tujuh hari tujuh malam.. lyara berangkat sama Kakak dulu, dan lana berangkat sama dias dulu.. nah seterusnya mah terserah kalian, mau piknik lagi di tengah lapangan juga gak masalah asal pulangnya tepat waktu,, ya nggak Yas??” hamdi meminta persetujuan dias, menunggu dias menghentikan kekehannya karena lelucon hamdi. “Iya, Kakak setuju.. lan?? Kamu juga kan??” lana mengangguk dan itu membuat Mereka sama – sama berteriak gembira.
            Suasana lapangan basket indoor SMA harapan ramai, lyara menggandeng lana untuk duduk di kursi pemain, dan itu membuat Pak rahmat, pelatih basket SMA mereka menghela nafas sebal. “Kamu lagi – kamu lagi.. siapa namamu?? Lyara??” lyara mengangguk antusias, sedangkan lana hanya terdiam. “Lyara?? Ya ampun kenapa disini??” suara hamdi membuat lyara nyengir lebar “Hamdi, gadis ini selalu duduk disini di setiap pertandingan,” dan itu mau tak mau membuat hamdi menghela nafas lelah. “Ly,, Kamu duduk di depan aja yaa.. Kamu gak berniat mengajak lana berpiknik disini kan??” ucapan hamdi membuat lyara cemberut. “Nanti rekamannya tidak akan jelas Kak,” lana menghela nafas panjang, merebut handycam di tangan lyara, “Aku yang akan membuatnya jelas, jadi ayo !! percayakan lyara padaku Kak,” hamdi mengangguk, Dia selalu mencoba percaya, karena Dia teringat ucapan mendiang revan “Bagaimanapun juga, meskipun sejak kecil lyara sakit – sakitan dan sering keluar masuk rumah sakit bahkan pernah berada di ambang kematian berulang kali, Dia tetaplah manusia yang memiliki hati dan perasaan, yang juga bisa jatuh cinta, biarkan lyara jatuh cinta,, biarkan dia hidup normal,, siapapun pria itu, biarkan saja.. itu sebuah kodrat yang tidak bisa dihindari” hamdi menghela nafas panjang, kemarin Dia meminta penjelasan dias tentang lana yang tidak masuk sekolah satu minggu, dan dias menceritakannya sembari menahan air matanya agar tidak tumpah, dias tidak pernah tega adiknya di kurung seperti itu, dias lebih suka adiknya tersenyum dan tertawa dan itu hanya lana lakukan saat keluar dari rumah. Dias memang pernah mendengar tawa lana, tapi itu sudah lama sekali.. saat lana dipaksa tinggal di rumah sakit selama berbulan – bulan, saat lana masih kecil,, adik kecilnya itu baru saja mengerjai seorang dokter dan beberapa suster dengan seorang temannya yang merupakan seorang gadis cilik seumuran dengannya. “Melihat lana dengan lyara seolah melihat lana kecil, bahagia, usil dan jail,” ucapan dias sore itu membuat hamdi menghela nafas panjang, menatap lana dan lyara yang tengah berebut handycam, Mereka tertawa lepas sembari saling melempar pop corn. “Hamdi !! jangan melamun pertandingan akan dimulai!!” teguran pak rahmat membuat hamdi bergegas menghampiri timnya, ditepuknya pundak dias untuk melihat lana dan lyara yang sedang tertawa. “Tawanya membuatku semangat untuk memenangkan pertandingan ini,” hamdi ikut tertawa lepas, jarang sekali melihat dias tertawa lepas.
            Lagi – lagi lana merasa kembali duduk di kursi pesakitan, namun kali ini berbeda ada dias yang juga duduk disampingnya.
“Dias,, kenapa Kamu tidak bilang kalau akan selama itu??” pertanyaan pak hari membuat dias semakin kesal, ditatapnya lana yang menyorotkan amarah. “Lana terlambat minum obat dan makan siang, Kau akan tahu akibatnya kan?? Sudah Dua hari lana pulang terlambat dan tidak meminum obatnya,” dias diam, dia merasa sangat marah kepada semua anggota keluarganya yang memperlakukan lana seolah tahanan. “Lana baik – baik saja, akan tetap baik – baik saja, kalau Kalian tidak mengurungnya seperti kemarin,”
“Itu demi kebaikannya,”
“Aku tidak pernah merasa lebih baik dengan itu semua !!” lana berteriak marah. “Kamu dihukum lana !! dan dias kamu tidak akan dapat uang saku untuk satu minggu!!” hari bangkit dari duduknya, menarik lengan lana yang memberontak keras. Namun lana hanya mampu menahan emosinya saat pintu kamarnya dikunci, lana nyaris menangis, Dia tidak mau dikurung lagi seperti kemarin itu membuatnya gila, Dia baru saja melihat lyara Tiga hari dan lana tidak mau terkurung selama Satu minggu lagi. Lana bangkit kembali mengamuk, dibantingnya semua vas bunga di kamarnya, disapu bersih meja belajar dan meja riasnya, obat – obatan yang sudah tertata rapi tersapu bersih, lana menginjaknya penuh emosi. “AKU BENCI KALIAN SEMUA !!!” lana berteriak marah, Dia benar – benar sangat marah, mendengar teriakan lana membuat air mata dias menetes, rasanya baru tadi Dia melihat tawa adiknya saat bersama lyara, senyum adiknya dan sifat jail adiknya. Dias beranjak ke kamarnya segera menghubungi hamdi, Dia membutuhkan bantuan hamdi. “Ham.. lana ngamuk lagi, Dia dikurung lagi,, tolong suruh lyara telfon lana,, nanti Ku kirim nomornya, lana benar – benar membutuhkan lyara saat ini..” dias mengakhiri panggilannya, masih samar di dengarnya teriakan marah adiknya yang Dia yakin diselingi air mata, membuat air mata dias kembali menetes, fandi duduk disamping dias, menyeka air mata dias pelan. “Jangan menangis,”
“Aku baru saja melihatnya tertawa lepas Kak,, biarkan Dia hidup normal Kak,” fandi menghela nafas panjang. “Kakak juga inginnya begitu, namun Ayah dan Bunda sangat keras kepala dias, apalagi lita..”
“Aku hanya ingin melihatnya tertawa, dan mati dengan bahagia.. bukannya marah dan menangis kemudian mati dengan penderitaan,” fandi menghela nafas panjang. “Kau menang??” dias mengangguk, “Itu karena tawanya, dan dukungannya.. Dia meneriakkan namaku dengan kencang,” fandi menepuk – nepuk pundak dias. “Ganti baju, ayo ke rumah sakit, adik kesayanganmu itu pasti menghancurkan obatnya lagi,”
“Dia mencintai seorang gadis kak, dan itu yang membuatnya tetap baik – baik saja meskipun tidak meminum obatnya,” fandi mengangguk. “Kakak tahu, Kakak tunggu di luar, owh iya satu lagi nanti bantu kakak membereskan kamarnya yang lebih mirip rumah sakit itu,”
            Lana terduduk lemas di sudut kamarnya, seragamnya belum diganti Dia merasa lelah hari ini, kamarnya sudah seperti kapal pecah, tiba – tiba ponselnya berbunyi tertulis nama lyara disana, membuat dahinya mengerenyit dari mana lyara tahu nomor ponselnya, padahal Dia tidak pernah menghubungi lyara sama sekali setelah mencuri nomor gadis itu dari ponselnya. Dia memutuskan untuk menjawab, Dia butuh lyara.
“Hallo.. lana???” suara diseberang sana terdengar ragu, lana tersenyum kecil “Iya, ini Aku..”
“Owh syukurlah, kak hamdi berkata jujur, ku pikir ini bukan nomormu,”
“Memangnya kak hamdi bilang apa??”
“Dia bilang Dia tidak yakin kalau ini nomormu,” lana terkekeh, nada suara lyara yang terdengar ceria membuatnya merasa lebih baik. “Lana?? Emm suaramu terdengar seperti orang habis menangis dan marah – marah,” alis lana terangkat, heran. “Bagaimana Kau menebaknya??”
“Aku sering bersuara seperti itu ditelfon saat baru marah – marah dan menangis,”
“Itu berbeda lyara, Kau perempuan dan Aku laki – laki,”
“Itu dia !! Kamu tahu itu kan jadi jangan menangis, sesakit apapun yang Kamu rasakan, jangan mengeluh, hadapi semua dengan senyuman.. keep smile,, hehe” lana tertawa pelan, “Kamu masih seperti dulu lyara,”
“Aku?? Seperti dulu?? Maksudmu??” lana menggeleng pelan, “Akh tidak, Kau mengingatkanku pada teman kecilku dahulu..”
“Kau punya teman lain?? Boleh Aku berkenalan dengannya??” lana tersenyum menggeleng “Tidak bisa,” terdengar desahan kecewa lyara di seberang sana membuat lana tersenyum jenaka. “Ra?? Aku senang mengenalmu,”
“Aku juga, apa Kau sudah makan??”
“Tidak ada orang nafsu makan setelah marah,”
“Kau ini, kalau Kau sakit dan membuatku marah lagi Kamu mau mentraktirku piknik lagi??” lana terkekeh mendengar ancaman lyara, “Nanti kusuruh kak hamdi untuk memaksamu makan,”
“Kak hamdi?? Apa hubungannya denganku??” tanya lana heran, “Karena kak hamdi yang memberikan nomormu padaku,” lana mengangguk mafhum “Dia pasti mendapatkannya dari Kak dias,”
“Kak dias?? Siapa Dia??” pertanyaan lyara membuat lana tercengang, rasanya baru kemarin lusa Mereka berkenalan, dan tadi saat pertandingan lyara juga menanyakan hal yang sama saat Dia meneriakkan nama dias. “Kamu tidak mengingatnya??”
“Tidak,” lana menghela nafas panjang, Dia harus mendapatkan penjelasan, namun lana kembali diam saat mengingat lyara juga tidak mengenalinya saat di kantin. “Lana?? Kau tertidur?? Hey !! apa Kau masih disana?? Kau tidak mendadak pingsan kan??” lana menggeleng pelan “Tidak, apa Kau benar – benar tidak mengingat siapa kak dias??”
“Tidak,”
“Bagaimana dengan seseorang yang kak hamdi kenalkan padamu kemarin lusa saat Kita berpiknik,”
“Memangnya Kita pernah berpiknik??”
“Lyara.. ini serius?? Kamu tidak mengingatnya??” terdengar gelak tawa di seberang sana membuat lana mengerenyit “Tidak, Aku bercanda lana, tentu saja Aku mengingat piknik itu, tapi sungguh Aku tidak ingat siapa kak dias,” lana terdiam sesaat saat dirasakannya perutnya perih. “Ra?? Kalau besok Aku tidak disampingmu, jangan marah yaa..”
“Apa?? Kamu sakit lagi??”
“Ya, apa Kau sedih??” lyara terdiam sesaat. “Tidak, tapi Aku marah.. kalau Kau tidak cepat sembuh,” lana tersenyum tipis “Kau belum tidur??” tanya lana pelan “Belum, Aku belum mengantuk, padahal kak hamdi sudah tergeletak tak berdaya di kamar,”
“Kak hamdi di rumahmu??”
“Ya, seminggu ini Ayah dan Ibu pergi ke luar kota, jadi kak hamdi menginap,”
“Ini sudah malam lyara.. Kau masih belum mengantuk juga??”
“Biasanya Aku tidur karena suara nyanyian kak hamdi, Dia jago main gitar,”
“Kalau begitu biar Aku yang menggantikannya, tanpa diiringi gitar tidak apa kan??” lana menawarkan Dia membayangkan anggukan antusias lyara, akh gadis itu selalu antusias dengan apapun yang menariknya. “Kamu mau pilih lagu apa??”
“Terserah Kamu, tapi Aku ke kamar mandi dulu sebentar yaa.. gak lama kok,” lana mengangguk pelan, tangan kirinya yang sedari tadi memegang perutnya kini beralih ke dadanya, untuk saat ini Dia merasa dihimpit dinding – dinding kamarnya. “Lana??” suara di telfon membuat lana kembali mengumpulkan kesadarannya, lana bersenandung pelan sedangkan lyara mendengarkannya dengan mata terkantuk – kantuk tidak sampai Dua menit lyara sudah jatuh tertidur. “Ra??” panggil lana pelan “Kau sudah tidur?? Good night Princess” lana mengakhiri panggilannya meletakkan ponselnya berusaha mengatur nafasnya.
“Lana??” suara dias yang terdengar cemas, membuat lana menoleh didapatinya fandi membuntuti dias dengan cemas pula, dias membuka jendela kemudian melangkah masuk diikuti fandi. “Lyara menelfonku Kak,” lana melapor, Dia merasa sangat bahagia. “Tapi rasanya berbeda, dibanding saat lyara berada disampingku,” fandi menekan saklar kemudian menghela nafas lelah saat melihat kondisi kamar adiknya, fandi membenahi ranjang adiknya. “Yas, tuntun lana untuk kesini,,” dias mengangguk menatap lana yang masih betah duduk meringkuk di sudut kamarnya. “Kak Aku baru saja bernyanyi,” karena gemas, fandi menyusul setelah sebelumnya mempersiapkan semuanya, “Lana?? Ayo !! kondisi Kamu gak baik sekarang,” fandi mendesak, meraih tangan lana yang dingin “Kak?? Lyara bilang Dia tidak mengingat Kakak, Aku bingung, padahal Dia adalah satu – satunya teman yang Ku punya, sejak kecil Dia yang paling mengertiku, tanyakan pada teman kakak kenapa lyara melupakanku,” lana masih meracau, setengah kesadarannya terengut, gelap dan terang. “Kita papah sama – sama,” dias mengangguk saat melihat adiknya mulai kedinginan, perlahan dias dan fandi membaringkan tubuh lana di ranjang, “Yas ! ambilin baju ganti !!” dias mengangguk menuju lemari besar yang kacanya sudah retak kembali padahal baru kemarin kaca itu diganti. “Lana,, Kamu harus tetap sadar oke?? Buka mata kamu,” lana menurut, Dia membuka matanya pelan “Sekarang telan obatnya,” lana menggeleng “Ini akan mengurangi rasa sakitnya,” akhirnya lana menurut. “Yas !! bantu minum,” dias yang sudah duduk di sisi lana mengangguk menerima beberapa pil dari tangan fandi, dengan hati – hati dias membantu lana meminum obatnya, sedangkan fandi kembali memasang infus di lengan kanan lana, menyuntikkan sesuatu di tabung infusnya. Dias sudah selesai melakukan tugasnya, dibaringkannnya adiknya pelan – pelan, dias menumpuk bantal. Kemudian menghela nafas lelah saat perlahan mata adiknya tertutup. “Ganti bajunya Yas !!” dias mengangguk, dengan hati – hati Dia melepas seragam sekolah adiknya, takut mengganggu tidur adiknya yang sebenarnya sama sekali tidak akan terganggu. “Siapa gadis yang lana maksud??” tanya fandi sembari membereskan kekecauan di kamar adik bungsunya. “Lyara??”
“Iya, Aku tahu namanya lyara,” dias menghela nafas lelah. “Gadis yang dicintai lana diam – diam,”
“Lalu apa hubungannya dengan masa kecil lana?? Bukankah lana lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit??”
“Lana pernah bercerita padaku bahwa Dia bertemu seorang gadis imut seumurannya, yang mengajaknya untuk menjahili para dokter dan suster, entahlah Aku tidak tahu yang sebenarnya, nanti akan ku tanyakan pada hamdi,”
“Siapa hamdi?? Pacar lyara??” dias meletakkan bungkus obat – obatan yang telah remuk di tempat sampah, menatap fandi lelah. “Bukan, hamdi kakak sepupu lyara, tapi bagi lyara hamdi adalah kakaknya, pelindungnya,” dias mengampiri lana yang terbaring tenang dengan selang oksigen dihidungnya, “Aku ingin tidur disini malam ini,” fandi mengangguk, “Aku juga,” fandi membanting tubuhnya di atas sofa, Dia merasa sangat lelah, sedangkan dias mengambil tempat disamping lana.
            Hamdi membuka matanya pelan saat pintu kamar di ketuk, sebenarnya Dia merasa sangat lelah. Namun rasa lelah dan kantuk itu hilang saat melihat lyara berdiri diambang pintu kamar sembari terisak. “Ly,, Kamu kenapa menangis, jangan menangis Kakak mohon jangan menangis,” bukannya berhenti tangisan lyara malah semakin kencang, hamdi membawa lyara kedalam dekapannya, berharap lyara merasa tenang. “Ly, ayo ke kamar,” lyara menggeleng, dan mau tidak mau membuat hamdi menuntun lyara menuju kamar yang saat ini ditempatinya, hamdi merapikan anak rambut lyara yang berantakan menyeka air mata lyara. “Kakak mohon jangan menangis, nanti Kamu sakit lagi,”
“Lana Kak,,” hamdi tersenyum kepada lyara “Kenapa??”
“Lana sakit,” alis hamdi bertaut, lyara kemudian menceritakan apa yang terjadi setelah hamdi memberikan nomor ponsel lana kepadanya dan lyara tidak kuasa menahan tangisnya saat menceritakan bagian lana menyanyikan lagu untuknya dengan suara yang sangat lirih membuat lyara menyembunyikan tangisnya dan berpura – pura terlelap, dan tangis itu menjadi isakan saat panggilan terputus. Hamdi menghela nafas panjang meraih ponselnya mengetikkan sesuatu kemudian kembali mendekap lyara erat.
            Dias memantul – mantulkan bola basketnya lemah, hamdi yang melihatnya dari kejauhan menghela nafas panjang memutuskan untuk menghampiri sahabatnya itu. Hamdi menepuk bahu dias pelan, kemudian duduk disampingnya. “Kenapa sob??” dias menoleh, mengusap wajahnya kasar. “Takut,” hamdi mengerenyit “Takut??
 “Lana benar – benar marah sama semua orang dirumah, Dia gak mau makan, gak mau minum obat dan gak mau bicara, Dia hanya mau bicara sama Aku itupun seperlunya saja,” hamdi menghela nafas panjang mengusap rambutnya kesal. “Kenapa Ayah dan Bundamu melarang lana untuk melakukan apa yang Dia mau??” dias menunduk “Karena Dia berbeda, sejak Dia lahir ke dunia Dia udah di vonis penyakit mematikan.. sudah hampir sepuluh kali Kami akan kehilangannya, dan Ayah sama Bunda terlalu takut akan kehilangan lana lagi,”
“Sama,”
“Sama?? Apanya??”
“Lyara, bedanya sekarang lyara sudah bebas bergerak kemanapun, meskipun harus tetap di awasi dan belum boleh olahraga berat – berat, sebenarnya jantung yang saat ini ada di tubuh lyara bukan milik lyara, tapi milik kakaknya,” hamdi menghela nafas panjang “Saat itu, lyara kambuh parah dan akan di bawa ke rumah sakit, namun tanpa ada yang mengira mobil yang ditumpangi Mereka kecelakaan, anehnya om dharma dan tante nirma hanya terluka ringan dan tidak sampai pingsan, namun lyara dan revan kakaknya terluka parah, mereka sama – sama kritis saat di rumah sakit, waktu itu om dharma dan tante nirma dilema, untuk memilih menyelamatkan siapa, namun kebimbangan itu luntur saat dokter mengatakan kalau revan sadar dan mencari Mereka, revan berkata kepada Mereka bahwa Mereka harus memilih lyara kemudian revan pergi, itu yang membuat lyara di sangkar,, namun gadis keras kepala itu memberontak, mogok makan berhari – hari agar Dia bisa diijinkan untuk sekolah umum, akhirnya voila !! pemberontakan gadis itu berhasil !!” dias merenung sesaat kemudian menatap hamdi. “Ham,” hamdi menatap dias bingung “Apa ada masalah dengan ingatan lyara?? Dia kan pernah kecelakaan??” hamdi menimangnya sebentar. “Apa Dia tidak mengingatmu??”
“Ya, lana yang mengatakannya padaku semalam, Dia juga bilang kalau sejak kecil hanya lyara yang bisa mengertinya, dan Dia bingung saat lyara tidak mengingatnya,” hamdi berfikir sebentar, mencoba mengingat – ngingat kejadian masa kecil Mereka “Ya, Aku ingat !! kecelakaan itu membuat separuh memori lyara hilang, bisa jadi itu memori saat bertemu dengan lana, dan ada efek berkepanjangan juga, lyara tidak bisa mengingat jelas orang – orang yang baru saja dikenalnya atau ditemuinya jika hanya satu kali pertemuan, Dia butuh Tiga kali pertemuan baru Dia akan mengingatnya, dengan catatan berturut – turut,”
“Ham,, apa Kau pernah mendengar cerita dari lyara tentang teman yang ditemuinya saat dirumah sakit, seorang teman yang diajaknya untuk menjahili dokter dan suster??” hamdi kembali mencoba mengingat kemudian mengangguk “Ya, revan pernah bercerita padaku dengan kesal, karena adik kecilnya yang terlihat manis itu sangat nakal dan jail,” dias menatap hamdi mengguncangkan pundak hamdi. “Itu dia !! lana sebenarnya sudah mengenal lyara !! dan lana melihat gadis itu !! itu yang membuat lana ingin keluar dari rumah !! tapi lana sedih karena lyara tidak mengingatnya !! dan memilih memulai dari awal, lana mencintai lyara sejak pertama Mereka bertemu !! namun lyara kecelakaan dan amnesia, melupakan semua tentang lana di masa kecilnya,” hamdi melepaskan tangan dias dari bahunya, menghembuskan nafas kesal. “Iya, Aku tahu itu kesimpulannya”
“Bantu Aku hamdi, bawalah lyara ke rumah,, hanya lyara yang bisa membujuk lana, hanya lyara yang bisa menolong lana, Ku mohon lana benar – benar menyedihkan sekarang..” hamdi menghela nafas panjang “Apa keluargamu akan menyetujuinya?? Apa Mereka akan mengijinkan lyara untuk menemui lana, lyara yang nota bene sudah membuat lana menjadi pemberontak??” bahu dias melemas “Aku bisa menjaminnya, Ham.. Aku benar – benar tidak tega melihatnya seperti ini,” hamdi kembali menghela nafas panjang “Bukannya seperti itu Yas, Aku mau saja membantu, begitupun dengan lyara,, tapi Aku tidak mau menerima resiko kalau lyara terkena tamparan atau dicaci, lyara belum pernah diperlakukan seperti itu, dan Aku akan sangat marah jika lyara diperlakukan seperti itu, selain itu kesehatannya juga belum stabil, Dia masih menjalani berbagai terapi sampai sekarang, Mereka berdua sama – sama rapuh,” dias menunduk berfikir, benar juga apa yang dikatakan hamdi Dia tidak bisa menjamin jika lyara akan diterima dengan baik, dias menghela nafas lelah. “Terus Aku harus bagaimana?? Bagaimana bisa lana hanya menggantungkan kehidupannya pada selang infus?? Aku sungguh tidak tega melihatnya,,” hamdi terdiam kepalanya mendongak saat mendengar keributan di tengah lapangan. Hamdi menghambur, dadanya berdegup kencang Dia merasa sangat khawatir. “LYARA !!!” teriakan hamdi terdengar panik, mengambil alih tubuh lyara dari guru olahraganya, hamdi menggendong lyara yang sudah terpejam membawanya jauh dari kerumunan sesampainya di parkiran Dia meminta tolong satpam untuk membuka pintu mobilnya, kebetulan Dia membawa mobil hari ini setelah memastikan lyara aman, hamdi segera berlari dan mendudukkan diri di belakang kemudi, Dia tahu harus membawa lyara kemana, sangat tahu.
            Hamdi duduk dengan gelisah, sembari terus merutuki dirinya sendiri dan memukul – mukulkan kepalanya ke tembok, hamdi memijat pelipisnya yang terasa berdenyut sudah hampir Tiga jam lyara ditangani dan selama Tiga jam itu pula hamdi cemas. Suara pintu terbuka membuat hamdi mendongak, mencoba tersenyum saat orang yang sangat dikenalnya itu menghampirinya. “Bagaimana Om??”
“Tidak apa hamdi, hanya terlalu lelah.. istirahat Dua atau Tiga hari juga pasti baikan, apa tadi lyara ikut pelajaran olahraga??” hamdi mengangguk ragu “Maaf,”
“Tidak apa – apa, yang penting sekarang lyara tidak apa – apa, tidak ada yang serius,” dan ucapan itu membuat hamdi menghela nafas lega. “Kamu istrahat saja dulu, ganti bajumu, Om dharma gak akan marah sama Kamu, lyara biarkan istirahat kondisinya juga masih harus dikontrol, kalau lyara siuman Om pasti akan ngabarin,” hamdi mengangguk lesu “Baiklah,” hamdi akan melangkah saat seorang suster menghampiri dokter yang merupakan pamannya itu. “Dokter !! dokter fandi membutuhkan bantuan Anda !! adiknya kambuh sangat parah dok !!” tanpa kata pamannya berlari – lari kecil, hamdi mengikuti dengan penasaran. Dan kaki hamdi membeku saat melihat dias terlihat sangat  terpukul, hamdi menghampiri sahabatnya menepuk pundaknya pelan, dias menoleh tatapannya berubah marah dan langsung menghujani hamdi dengan pukulan. “Kenapa Kau tak mau membantu !! kalau Kau membantu lana tidak akan berakhir seperti ini,, !!” hamdi menghela nafas panjang memegang tangan dias yang mencengkeram kerah seragamnya, “Bukan itu masalahnya, lyara juga drop Dia juga tidak bisa menolong, Kamu fikir lyara baik – baik saja setelah mengetahui kalau lana sakit??” dias terdiam “Lyara belum sembuh total Yas !! lyara gak boleh nangis terlalu lama, kalau saja semua orang itu peka dan tahu, kalau sebenarnya lyara selalu ingin menangis saat melihat lana, tapi lyara mencoba tersenyum, kalau lana drop itu bukan salah lyara, lana drop karena Dia tertekan,” bukannya mereda dias malah semakin beringas, hamdi yang tadi tidak melawan kini melawan namun sebuah teguran membuat hamdi menghentikan aksinya. “Hamdi !!!” hamdi mengenal suara itu, itu suara kakeknya pemilik rumah sakit ini hamdi mundur “Ini rumah sakit anak muda,” sang kakek menepuk pundak hamdi yang naik turun seirama dengan deru nafasnya. “Dia yang memulai Kek,” hamdi menjawab “Perhatikan etikamu hamdi, sekarang temui lyara, Dia sudah siuman..”
“Tapi...”
“Tidak ada kata tapi hamdi,” hamdi mengangguk “Dan tolong kek, tolong ajari Mereka bagaimana cara memperlakukan orang sakit dengan benar,” ucapan hamdi membuat dias kembali emosi namun segera redam saat tangannya dicekal. “Sudah, apa yang dikatakan hamdi benar, seseorang akan drop saat dia tertekan dan merasa sangat kelelahan, atau bisa dikatakan tidak menikmati hidupnya,” dias merenung “Kau hanya terbawa emosi anak muda, Kau terlalu takut sehingga Kau memukul temanmu sendiri, Aku tidak akan menghukummu karena sudah memukul cucuku di depan mataku, tapi perbaikilah emosimu,” pria yang di perkirakan usianya lebih dari setengah abad itu memasuki ruangan dimana lana terbaring memperjuangkan kesempatan hidupnya.
            Lyara meringis saat melihat hamdi meringis karena sedang di obati oleh suster jaga. Suster itu tertawa pelan “Kamu ini Ham, ada – ada saja berkelahi kok dirumah sakit, gak takut dimarahin Tuan besar??” celetukan suster itu membuat hamdi mendelik dan membuat lyara tertawa kecil. “Kakak ini ada – ada saja, Kakek tidak marah??” hamdi menatap wajah pucat lyara, kemudian menggeleng “Kakek ada pasien yang harus ditangani,”
“Parah??” hamdi mengangguk “Lana,” dan jawaban hamdi sukses membuat mata lyara nyaris keluar matanya berkaca – kaca, air mata siap menetes, hamdi bangkit dari duduknya “Jangan menangis, Kakak mohon jangan menangis lagi..” hamdi menyeka air mata lyara, lyara tidak boleh menangis dalam kondisi seperti ini. Lyara mengangguk “Bawa Aku padanya Kak,” hamdi menggeleng “Tidak bisa lyara, kondisimu masih lemah,” hamdi mencoba mencegah “Kakak mohon lyara,, kakak akan disini jaga Kamu, tapi kakak mohon kali ini aja nurut sama Kakak,” hamdi menangkupkan kedua tangannya di pipi lyara, mencoba memohon. “Sudah cukup Dua kali Kamu menangis dan pingsan di pelukan Kakak,” suster yang sangat mengenal lyara itu juga khawatir. “Iya, lyara jangan menangis..” lyara menurut “Sekarang Kamu istirahat saja yaa, jangan mikir yang aneh – aneh”  lyara mengangguk, kembali berbaring.
            Dias menatap keluarganya ragu, Dia merasa menyesal karena sudah marah pada hamdi tadi, itu artinya lyara dalam bahaya.
“Yas !! Kamu bisa jelasin ini semua kan??” lita angkat bicara, ditatapnya sang adik yang babak belur itu tajam. Dias menghela nafas panjang. “Yas ! tolong beritahu Kami, apa yang membuatmu marah dan berkelahi tadi??” kini suara sang bunda yang terdengar lembut menyapa gendang telinganya, membuatnya luluh, wanita yang baru saja berhenti menangis itu terlihat menyedihkan. Dias kembali menghela nafas panjang “Hamdi teman Dias,” dias mencoba memulai “Dias meminta bantuan hamdi untuk membujuk lana makan, tapi hamdi menolak dan malah meninggalkanku, Aku sangat marah padanya saat tahu lana semakin drop,”
“Memangnya apa hubungan hamdi dengan lana??” pertanyaan sang bunda membuat dias mengumpulkan oksigen sebanyak – banyaknya. “Hamdi adalah sepupu gadis yang lana cintai, saat itu lana hanya menginginkan gadis itu berada di dekatnya, karena dengan adanya gadis itu disampingnya lana merasa lebih baik, lana seakan melupakan rasa sakitnya, lana selalu tertawa saat bersama gadis itu, tersenyum dan jahil,” Mereka sama – sama diam, dias kembali menghela nafas panjang “Nama gadis itu lyara, dan lyaralah alasan kenapa lana selalu ngotot ingin sekolah,”
“Kurang ajar!! Dimana gadis itu ??” teriakan sang Ayah membuat dias gentar, membenarkan hipotesa hamdi tentang orang tuanya. “Dia disini, sakit, memangnya kenapa Ayah??” dias mencoba bertanya meskipun sebenarnya Dia tahu betul apa jawaban yang akan diberikan sang Ayah. “Menemui gadis itu dan memintanya pergi dari kehidupan lana,” dias menelan salivanya mencoba menatap sang Ayah “Itu sama saja dengan meminta lana pergi lebih cepat,” sanggahan dias membuat Mereka termenung “Karena lyara adalah semangat hidup lana, mungkin lyara tidak akan membuat lana sembuh total, tapi setidaknya membuat lana menikmati hidupnya, membuat lana bertahan lebih lama, sebelum nanti pada akhirnya lana akan pergi, lana hanya perlu dukungan itu saja, Dia ingin melakuan apa yang Dia mau, dan lana sangat tahu mana yang boleh dan tidak boleh dilakukannya,” dias menunduk Dia tidak tahu darimana Dia mendapatkan kata – kata itu, yang jelas Dia akan meminta maaf kepada hamdi sekaligus berterima kasih padanya. “Bagaimanapun juga meskipun lana sering keluar masuk rumah sakit dan seringkali berada di ambang kematian, lana tetaplah ciptaan Tuhan yang memiliki hati dan perasaan, biarkan Dia jatuh cinta,, Dia akan tahu sampai batas mana cinta itu,” dias bergumam pelan, teringat ucapan hamdi tempo hari dan gumaman yang menurut dias pelan itu masuk kedalam hati kedua orang tuanya dan kedua kakaknya, membuat pikiran Mereka terbuka lebar. “Ajak gadis itu menemui lana,”
            Lana koma, dan kenyataan itu membuat keluarganya terpukul, merasa bersalah, saat ini di depan kamar rawat lana kedua orang tuanya saling berpelukan juga dias yang memeluk lita kakaknya. Lyara mendongak menatap hamdi yang bertugas mendorong kursi rodanya, sebenarnya lyara bisa berjalan sendiri namun kakek dan pamannya memaksanya menggunakan kursi roda, masih dalam masa pemulihan kata Mereka, membuat lyara mendengus sebal. “Kak,” panggilnya pelan, nyaris berbisik hamdi menatap lyara “Kakak yakin??” hamdi mengangguk mantap “Tapi...”
“Apa Kamu nggak mau menjenguk teman yang sakit??” lyara berfikir sebentar. Hamdi menghela nafas panjang mendorong kursi roda lyara mendekati dias, dan seperti biasa hamdi selalu menepuk bahu dias “Yas!!” dias mendongak mendapati hamdi tengah tersenyum manis kepadanya. “Aku membawakan obat lana,” mendengar kata itu membuat lyara mencubit pinggang kakak sepupunya kuat – kuat . “Aw.. Lyara.. sakit tahu!!” pekikan hamdi cukup keras ternyata membuat pak hari dan bu jingga menoleh, begitupun dengan lita. Hamdi tersenyum kikuk, malu. Sedangkan dias menatap lyara yang menatapnya bingung “Aku sepertinya pernah melihatmu?? Tapi kapan yaa??” pertanyaan lyara membuat dias membenarkan ucapan hamdi. Sedangkan hamdi menghela nafas panjang, “Wajahnya kan pasaran, jadi mungkin Kamu pernah melihatnya di pasar atau pasar malam,” jawaban hamdi membuat dias mendelik sedangkan lyara masih memasang ekspresi bingung. “Lyara kan??” suara pak hari membuat lyara menoleh, mengerenyitkan dahi bingung. Hamdi yang sadar dengan itu langsung bertindak “Ini keluarga lana Ly, ini Ayahnya dan Itu Bundanya, sedangkan wanita itu Kakak perempuannya, dan teman Kakak itu juga Kakak lana, ada satu lagi Kakak lana di dalam lagi sama Om Farhan,” penjelasan hamdi membuat lyara melongo. “WOW, benarkah?? Menyenangkan sekali menjadi lana, Dia pasti tidak akan merasa kesepian, lana mempunyai Tiga saudara, bahkan keluarga Kita yang anaknya paling banyak Cuma Kakek sama Nenek,” celetukan lyara yang terlihat kagum itu membuat pak hari, bu jingga dan lita tersenyum. “Memangnya Kamu berapa bersaudara??”
“Dua Tante, tapi Kak revan udah meninggal” tidak ada kesedihan dalam nada bicara lyara, seolah – olah apa yang baru saja dibicarakannya adalah berita bahagia, membuat Mereka tiba – tiba merasa tertampar. Hamdi hanya tersenyum melihat respon keluarga itu, menatap dias yang tengah menatapnya tidak percaya. Suara pintu terbuka membuat Mereka mengalihkan perhatian ke arah pintu, mendapati Dua orang berseragam dokter baru saja keluar dari ruangan. “Ya ampun lyara ?? kok sudah jalan – jalan??” salah seorang dokter itu segera menghampiri lyara, menangkupkan kedua telapak tangannya ke kedua pipi keponakannya cemas. “Lho?? Bukannya tadi Om juga mengijinkan?? Asal lyara pakai kursi roda,” respon hamdi membuat dokter itu menepuk dahinya kemudian mengacak rambut keponakannya gemas. “Maafkan Om, Om kira Kamu masih saja masuk ambang kematian,” ucapan dokter itu membuat lyara mendelik. “Aku sudah sehat Om,” pernyataan lyara membuat dokter itu tersenyum “Mungkin Om lelah, Om mau istirahat sebentar,”
“Itu lebih baik, dari pada mengira kalau Aku akan mati,” celetukan lyara yang terdengar ketus itu membuat dokter itu kembali mengacak rambut lyara dan mengecup dahi keponakannya itu lembut kemudian berlalu. dias menatap adegan itu dengan bingung begitupun dengan keluarganya Jadi seperti itu cara memperlakukan orang sakit?? Tetap terlihat baik – baik saja dan membuat si orang sakit marah atau tertawa itu yang tiba – tiba muncul dalam benak mereka. Suasana hening, hanya suara gerutuan lyara yang kerepotan membenahi rambut panjangnya di bantu hamdi. “Ham” panggilan dias membuat hamdi menoleh, menghentikan aktivitasnya membenahi anak rambut lyara yang berantakan. “Ada apa??”
“Sepertinya lana membutuhkan obatnya,” dias menatap satu persatu anggota keluarganya, yang perlahan juga mengangguk. Hamdi tersenyum, “Ly, katanya Kamu mau menjenguk teman semejamu??” pertanyaan hamdi membuat lyara menghentikan gerutuannya. “Memangnya boleh??”
“Tentu saja,” bukan hamdi yang menjawab tapi pak hari, membuat lyara mengangguk antusias, “Sekarang Kak !!” hamdi terkekeh mendorong kursi roda lyara menuju kamar rawat lana.
            Lyara menatap sedih lana yang terbaring dengan alat – alat medis yang menguasai hampir seluruh tubuhnya itu. “Kakak tinggal dulu yaa,” hamdi berlalu setelah memberhentikan kursi roda lyara tepat di samping bangsal. “Hey, teman semeja tak diundang,” sapa lyara jail, namun tidak ada respon “Kau tahu, Aku marah mendengarmu sakit.. tapi Aku juga senang kalau melihatmu lebih baik, meskipun Aku tidak tahu apakah yang seperti ini lebih baik atau tidak,” lyara menghela nafas kesal, memberanikan diri memegang tangan lana. “Kamu semakin membuatku kesal, sungguh !! Kamu pikir Aku sedang berbicara dengan robot?? Ayolah respon ucapanku ini ,, atau kalau tidak Aku akan benar – benar sangat marah padamu,” lyara menghentakkan begitu saja tangan lana yang terkulai, lyara kembali menghela nafas kesal “Apa suaraku tidak berarti buat Kamu?? Oke, maafkan Aku kalau Aku datang kepadamu dengan rambut seperti ijuk, Aku belum sempat menyisirnya lagi,, Kau tahu ini perbuatan siapa??” lyara berdecak “Kau pasti tidak tahu, kalau orang yang sudah menjejal – jejalkan kepadamu alat – alat ini yang membuat rambutku berantakan,” suasana hening, lyara berhenti berbicara banyak berbicara membuat nafasnya tidak beraturan. Lyara berfikir sebentar kemudian tersenyum nakal, Dia bangkit dari kursi rodanya, memang sempat akan jatuh, mengingat betapa tubuhnya masih terasa lemas, dengan usil lyara menyentil telinga lana. Membuat tidur tenang lana terusik. Lana membuka matanya pelan, mendapati lyara tengah tersenyum jenaka kepadanya. “Kau bangun juga,”
“Kaukah itu Lyara??” lyara mengangguk antusias, senyumnya mengembang lucu, membuat lana mau tidak mau terkekeh. Melupakan selang infus di tangan kanannya, lana mengacak rambut lyara gemas. “Terima kasih,” ucapan lana yang terdengar lirih itu membuat lyara mendelik. “Terima kasih?? Yaya.. boleh – boleh, dan terima kasih juga karena sudah membuat rambutku terlihat seperti rambut kuntilanak,” lana kembali terkekeh menatap wajah lyara yang sedang kesal. “Aku akan mengajakmu berpiknik lagi, sebagai ganti karena sudah membuatmu marah dan kesal,” ucapan lana membuat lyara kembali tersenyum jail “Tapi kali ini Aku yang menentukan tempatnya,” lana mengangguk membuat lyara bersorak senang.
            Hamdi yang tidak benar – benar keluar dari ruangan itu tersenyum lega, lyara selalu berhasil membuat siapa saja menurut, hamdi keluar memberitahukan kabar gembira ini kepada keluarga itu. “Lana sudah sadar,” ucapan hamdi membuat keluarga itu menghela nafas lega. “Apa Kalian tidak mau mengunjunginya??” keluarga itu terdiam membuat hamdi semakin bingung. “Lana sedang membenci Kami,”
“Biar Ku tanyakan,” hamdi berinisiatif untuk bertanya, Dia kembali masuk menghampiri lyara dan lana yang masih asyik bercengkrama. “Kau sudah bangun rupanya, apa Kau mau bertemu keluargamu??” mendengar itu membuat lana memalingkan wajahnya “Tidak,” jawaban lana membuat lyara mengangguk paham. “Terkadang kalau Aku lagi ngambek Aku juga gak mau nemuin Mereka, tapi pasti ada satu orang yang berhasil meluluhkan hatiku, Kak hamdi,” ucapan lyara membuat hamdi tersenyum manis, Dia tahu siapa yang bisa membujuk lana.
            Dias menatap wajah pucat adiknya bimbang, disampingnya hamdi terus mendesak untuk berbicara kepada lana. Dias menghela nafas panjang, menggantikan posisi lyara, sedangkan lyara di tarik mundur oleh hamdi. “Lana, maaf, lyara tidak bisa berlama – lama, ada pemeriksaan lagi untuknya,” hamdi berkata dengan nada penuh penyesalan. “Sebenarnya Aku masih ingin di sampingmu, tapi.. maaf Aku hanya ingin Kamu menepati janjimu dan tidak boleh mengingkari,” lyara tersenyum, tangannya melambai lucu, membuat lana tersenyum manis ikut melambai sampai hamdi dan lyara benar – benar pergi dari kamar rawatnya. Suasana hening membuat dias semakin ragu. “Ada apa Kak??” dias menoleh, menatap adiknya yang terlihat lebih segar itu, lalu tersenyum “Kamu tahu siapa yang melahirkan kita?? Yang sudah merelakan tubuhnya untuk disinggahi kita,” lana terdiam “Bunda,” dias mengangguk senang “Kamu sudah tahu arah pembicaraan Kakak kan??” lana menghela nafas panjang, mengangguk pelan. “Ya,”
“Kamu mau maafin Mereka?? Nemuin mereka??” lana terdiam sebentar, berfikir.
            Hamdi membelai rambut lyara lembut, mata lyara terpejam pamannya sengaja membuat lyara tertidur karena lyara terus menangis. “Aku gak tahu kenapa Kamu masih sanggup menahan air matamu, padahal setelah kamu tidak melihatnya kamu selalu menangis,” hamdi menghela nafas panjang menyelimuti lyara kemudian mengecup dahi lyara, Dia harus pulang membawakan baju ganti untuk lyara, besok lyara sudah boleh pulang.
            Waktu berlalu, detik demi detik berjalan cepat tak ada yang sempat menghindar semuanya terasa begitu asing dan gelap. Waktu berlalu perjalanannya begitu kejam dan terjal, tidak peduli. Waktu berlalu dan waktu itu pula meninggalkan luka lama yang terbuka kembali. Hamdi menghempaskan tubuhnya di atas ranjangnya yang beberapa hari ini tidak Dia tempati, setelah mengambil baju ganti hamdi memutuskan untuk mengunjungi rumahnya sebentar. Dan saat ini hamdi tengah menatap kosong langit – langit kamarnya yang di hiasi banyak stiker dengan warna biru elektrik, potongan kertas berbentuk bintang itu membuat hamdi mengingat masa kecilnya, begitu bahagia damai dan penuh keceriaan. Hamdi kembali menghela nafas panjang, perhatiannya beralih kepada sebuah bingkai foto yang terpajang di meja belajarnya, foto keluarganya. Hamdi menyeka sudut matanya yang basah, Dia ingat saat itu sekitar Lima tahun yang lalu sebelum kedua orangtuanya memutuskan untuk menetap di luar negeri dengan membawa serta adiknya, meninggalkannya sendiri di rumah bersama seorang pelayan yang siap membantunya. “Ayah, kenapa Aku tidak boleh ikut??” hamdi yang saat itu masih SD dan akan masuk SMP mencoba merengek. “Kamu tetap disini, sampai Kamu bisa memperbaiki sikap Kamu dan juga nilai – nilamu, jadilah seperti revan,” hamdi berteriak frustasi saat kembali mengingat memori itu. Sejak saat itu Dia tidak pernah melihat kedua orangtuanya lagi, Mereka hanya menelfon Satu bulan sekali untuk memastikan apakah uang yang Mereka kirimkan cukup atau tidak, selebihnya hanya basa – basi. Selama ini kedua orang tua lyara yang benar – benar memperhatikannya, bergantian mengambil raport lyara dan dirinya. Hamdi merenung sesaat. “Tuhan itu adil kok, Dia gak akan ngasih cobaan melebihi kemampuan makhluknya,”  hamdi teringat kata – kata yang selalu Dia lontarkan saat melihat kedua orang tua lyara bersedih melihat lyara kambuh, kata – kata yang juga Dia lontarkan untuk dirinya sendiri. Mendadak hamdi merasa sedih, hamdi kembali menghela nafas panjang, memejamkan matanya, Dia butuh istirahat.


To Be Continue...
 #Khichand_Lee

Minggu, 07 Agustus 2016

Lost - Part 1

  Lost
Hari sudah beranjak siang saat lyara dan segerombol temannya datang ke aula tempat PPDB sebuah SMA favorit untuk mendaftar. Rombongan, dari sekolah yang sama. Lyara berhenti melangkah saat di depan pintu, mengamati seseorang yang tengah berdiri membelakanginya, tangan kirinya di blebat perban membuat hati lyara tiba – tiba terenyuh. Lyara memang seseorang yang gampang iba jika melihat orang lain menderita, oleh karenanya lyara tidak mau melihatnya, lyara selalu ingin berpaling, pura – pura tidak peduli, meskipun sebenarnya lyara tak mampu menahan perasaannya. Namun kali ini lain ceritanya, lyara tetap mematung di ambang pintu, menatap punggung tegak yang bergerak gelisah, tidak nyaman. Dan tatapan lyara mendadak beku saat orang itu berbalik dan menatapnya lama, nyaris tidak berkedip. “Lyara !!” suara teman – temannya membuatnya berjengit kaget, Dia mengelus dadanya pelan. “Ada apa??” pertanyaan lyara di balas tatapan malas teman – temannya. “Kau menghalangi Mereka, dan juga menghalangiku...” suara berat seseorang membuat lyara menoleh dan terkejut saat melihat siapa yang ada di depannya, dengan gerakan seperti robot lyara menggeser tubuhnya, membiarkan teman – temannya masuk. Lyara menyusul saat salah satu temannya memanggilnya, namun langkahnya terhenti saat seseorang mencekal lengannya lembut. “Senang melihatmu disini, lyara.. dan jangan lagi mempermalukan dirimu di depan semua orang..” orang yang tidak sama sekali lyara kenal itu tersenyum, mengacak rambut lyara kemudian berlalu dengan langkah terpincang. Lyara yang sadar dengan itu berbalik. “Apa Kau perlu bantuan???” orang itu juga berbalik, menatap lyara kembali tersenyum tipis. “Tidak perlu, sana pergilah mendaftar.. dan saat seleksi Kau harus lolos, agar Kita bisa bertemu lagi,” lyara tersenyum kaku, memandang kepergian orang itu dengan alis bertaut. “Aneh,” gumamnya pelan. “Lyara !!” panggilan itu membuatnya sadar dan segera masuk ke dalam aula untuk mengisi formulir pendaftaran seperti yang lain.
            Suara pintu terbuka membuat semua kepala yang ada di ruang keluarga mendongak, kemudian sama – sama menghela nafas lega. Sedari tadi orang yang berkumpul di ruang keluarga itu cemas dengan keadaan salah satu anggota keluarganya.
“Lana..Kau hampir membuat jantung Kami copot, karena Kau pergi,” Lana, orang yang ditunggunya sedari tadi hanya tersenyum “Ayah dan Bunda tahu?? Aku menemukan lana tengah tersenyum sendiri di halte dekat sekolahku,” Dias, sang kakak menimpali dengan kesal di selingi godaan kepada adik bungsunya itu. “Untuk apa Kamu ke sana Sayang??” wanita paruh baya itu menuntun lana, yang sedari tadi diam agar duduk diantaranya dan suami. “Mendaftar, Bunda” jawaban singkat itu membuat perempuan yang duduk di seberangnya menurunkan majalah yang sedang dibacanya, Lita kakak lana yang masih kuliah itu melotot. “Bagaimana bisa?? Kau masih sakit lana !! Kak fandi pasti gak akan ngijinin kamu sekolah dulu, dias !! suruh gurumu untuk tidak meloloskan lana di seleksi masuk,”
“Kak..”
“Iya Lan, Kamu gak harus sekolah tahun ini, pedulikan kesehatanmu dulu,,” sang Ayah angkat bicara. “Ada apa Lit,, kok manggil nama Kakak??” suara seseorang membuat mereka menoleh, mendapati fandi putra sulung keluarga itu tengah mengeringkan rambutnya. “Lana akan sekolah,”
“Owh, baguslah itu artinya Dia sudah jauh lebih baik kan??”
“Fandi, lana belum benar – benar pulih, dia tidak bisa pergi ke sekolah..”
“Ayah,, Aku akan baik – baik saja, Aku janji sama Kalian semua, kalau Aku akan baik – baik saja.. Ku mohon, jika dalam beberapa bulan Aku tidak baik – baik saja, Kalian boleh mencegahku dan Aku akan kembali homescholing,” lana mencoba memohon, matanya menatap satu – persatu anggota keluarganya yang kemudian menghela nafas panjang, mengangguk, tidak bisa menolak. “Kamu gak perlu ikut MOS, biar nanti Kak dias yang minta ijin, dan gak boleh ikut kemah,” titah ayah, membuat lana kembali berfikir. “MOS tidak akan menyiksa kan Kak??” tanyanya kepada dias yang masih berseragam putih abu. “Lana... turuti saja, atau Aku akan mengatakan kepada kepala sekolah untuk tidak perlu meloloskanmu,” lana menghela nafas panjang, kemudian mengangguk lesu dan beranjak pergi dengan tertatih. “Anak itu keras kepala,” cibir lita kesal “Kenapa ayah bisa mengijinkannya??” sambung lita menatap penuh tanya pada ayahnya “Kau juga menyetujuinya, Lita.. ingat?? Kau ikut menganggukkan kepala,” bukan ayah yang menjawab melainkan fandi yang masih sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk. “Tatapannya selalu membuat siapapun terhipnotis,” lita memutuskan kembali membaca majalah. “Kurasa lana sedang jatuh cinta,” ucapan dias membuat lita kembali menurunkan majalahnya dengan mata melotot, fandi menghentikan aktivitasnya sedangkan kedua orang tua Mereka mengguratkan wajah cemas.
            Lyara memandang papan pengumuman kesal, Dia menemukan namanya di urutan kedua, urutan pertama di duduki oleh seorang laki – laki. Dia lulus, namun Dia tidak menemukan pria yang tempo hari dilihatnya di ruang PPDB. Lyara menjauh dari kerumunan yang membuatnya semakin sesak. Lyara memutuskan untuk jalan – jalan sebentar. Setelah merasa lelah karena sedari tadi berjalan, lyara memutuskan untuk duduk di sebuah bangku di taman belakang sekolah. Lyara menghela nafas panjang, merogoh tasnya kemudian mengambil novel dan Ipod lengkap dengan earphonenya. Lyara memutar play list, kemudian membuka novelnya mulai membaca. Tanpa lyara sadari, dari jauh ada yang memperhatikannya diam – diam. “Lyara !!” seseorang berteriak memanggil nama lyara, namun lyara yang masih asyik dengan dunianya tidak mendengar. “Dasar lyara, kalau udah ngedate sama buku, gak peduli keadaan sekitar, mau gempa seratus juta sekala ritcher gak bakal deh tuh anak sadar, meskipun gunung gunung udah pada meletus gara – gara manggil Dia !!” cerocosan panjang gadis dengan ikat ekor kuda itu malah membuat gadis yang sedari tadi berteriak memanggil lyara mendengus sebal, dengan kesal gadis dengan name tag Aira itu melepas earphone di telinga lyara, membuat lyara berjengit kaget untuk sementara, namun segera kembali tenggelam dalam bacaannya. “Ikh, lyara !! sebel deh !!” gerutuan aira membuat lyara terkekeh, begitupun dengan dea, gadis dengan ikat ekor kuda tadi. “Ada apa sih Ra?? Kok tumben, sampai maksa gitu,??” goda lyara kepada sahabatnya itu. Sedangkan dea kembali terkekeh “Jangan menggodanya, Lyara.. bukankah Dia selalu sebal saat Kamu mulai selingkuh dengan buku??” celetukan dea membuat tawa Mereka pecah.
            Lyara melangkah lesu di sepanjang koridor, hari ini adalah hari terakhir MOS, lyara lega mendengarnya karena sejak kemarin Dia sangat kerepotan. Sebagai anak tunggal yang tidak mempunyai saudara baik Kakak maupun adik membuat lyara terpontang – panting, untungnya ada sepupu – sepupunya yang siap membantunya membuat barang – barang MOS yang banyak itu, meskipun pada akhirnya berakhir di tong sampah. Lyara berdesis kesal, bukannya membuang lyara malah menyimpannya sebagai kenang – kenangan. “Lyara !!” panggilan seseorang membuatnya menoleh, kemudian tersenyum saat mendapati kakak sepupunya menghampirinya. “Ada apa Kak??”, hamdi sepupu lyara menghela nafas panjang. “Hari ini pulang sama Kakak yaa,, tadi Om Dharma sama Tante Nirma telfon, katanya gak bisa jemput Kamu, Mereka udah coba nelfon Kamu tapi tidak diangkat,,” hamdi menyeka peluh di pelipisnya dengan tisu yang disodorkan lyara. “Kan bisa naik angkutan umum Kak,” hamdi mendengus sebal. “Apa Kamu pikir Mereka akan membiarkannya begitu saja?? Mereka bisa marah tujuh hari tujuh malam sama Kamu, dan akan ngurung Kamu lagi di rumah,” ucapan yang mendekati ancaman itu membuat wajah lyara lemas. “Yaah.. kok gitu sih,,??”
“Mau gak mau,” lyara akhirnya mengangguk lesu “Iyadeh, pulang sekarang yaa, soalnya Aku capek banget,” hamdi mengangguk, menuntun sepupunya ke parkiran namun perjalanannya terhenti saat ponselnya berbunyi. “Angkat dulu Kak,” pria dengan pakaian OSIS dengan pita biru di lengan kanannya yang menandakan bahwa Dia adalah panitia MOS itu menjauh dari lyara untuk menjawab panggilan, sedangkan lyara menghembuskan nafas kesal. Hamdi kembali menyimpan ponselnya setelah panggilan berakhir, menghampiri lyara dengan raut wajah menyesal. “Ly.. Kita gak bisa pulang sekarang,” alis lyara bertaut “Kenapa??” hamdi menatap wajah lyara gusar. “Kakak ada rapat lagi,”
“Rapat?? MOS kan udah selesai,”
“Buat kemah,” pundak lyara melemas bibirnya mengkerucut. Sedangkan hamdi menghela nafas panjang merutuki dirinya sendiri karena lupa ada rapat, dan langsung tertuju kepada lyara setelah Ayah dan Ibu gadis mungil itu menelfonnya. “Dea sama Aira udah pulang??” lyara mengangguk lemas. “Kamu mau kan nunggu??”
“Tapi boleh lepas ikat rambut gak??” hamdi berfikir sebentar, benar saja rambut lyara yang biasa tergerai dengan poni menyamping itu kini di kucir Dua dengan sisa rambut di beberapa bagian dengan ikat rambut warna warni sesuai tanggal bulan dan tahun lahir, membuatnya mati – matian menahan emosi melihat lyara kelelahan karenanya, dan tentu saja ikatan rapi itu hasil tangan Tantenya, Ibu lyara. “Kaya’ gitu udah bagus kok,” mendengar jawaban hamdi membuat lyara mendengus sebal. “Tapi berat Kak,”
“Emang Kamu bisa ngelepasinnya???” lyara tersenyum jenaka kemudian menggeleng membuat hamdi mengacak poni lyara gemas. Poni yang membuat lyara dihukum, ingin sekali hamdi berteriak marah kepada temannya yang menghukum lyara untuk lari keliling lapangan, namun tatapan dan senyum lyara meluruhkan amarahnya. “Kakak traktir deh sebagai gantinya.. Kamu harus coba makanan paling tenar di seluruh pelosok Harapan, dan Kamu pasti suka,” hamdi menuntun lyara ke kantin, sedangkan lyara menurut.
            “Emang gak dimarahin sama KETOS??” tanya lyara saat hamdi meletakkan semangkuk bakso di depannya, hamdi tersenyum. “Apanya yang spesial??” tanya lyara kembali menatap heran semangkuk bakso di depannya. Hamdi kembali tersenyum, memotong bakso di mangkuk lyara menjadi kecil kemudian menyendoknya. “Buka mulutnya,” lyara yang penasaran menurut, Dia membuka mulutnya membiarkan bakso yang disuapkan hamdi masuk kedalam mulutnya yang mungil. Hening sesaat, lyara masih asyik mengunyah sedangkan hamdi menatap lyara tak sabar. “Gimana??”
“Enak,” seru lyara girang, matanya bersinar “Lagi,” hamdi kembali menyuapkan baksonya kepada lyara. “Nah sekarang Kamu makan sepuas Kamu, Kakak mau rapat dulu,” lyara mengangguk rambutnya yang dikucir Dua bergerak – gerak lucu membuat hamdi tersenyum gemas dan kembali mengacak poni lyara, mengecupnya sebelum akhirnya berlalu, sedangkan lyara mengangguk – anggukkan kepalanya senang.
            “Siapa Ham??” hamdi yang baru saja datang di Ruang OSIS dengan tergopoh mencoba tersenyum “Cewek baru yaa?? Ciee yang langsung dapat,” hamdi menggelengkan kepalanya “Sepupu,” jawabnya dingin dan melangkah menuju mejanya, meja sekretaris. Dan jawaban itu membuat seseorang menghela nafas lega.
            Lyara masih asyik mengunyah baksonya di kantin, matanya bersinar ceria, rambutnya terus bergerak kesana – kemari seiring dengan gerakan lyara, pipinya mengembang lucu karena mulutnya penuh dengan bakso saat seseorang menghampirinya dan duduk tepat di depannya. “Hey,” sapa orang itu yang mau tidak mau membuat lyara mengalihkan perhatiannya mulutnya masih terus mengunyah dan kunyahannya terhenti saat melihat tatapan orang dihadapannya, lyara segera menelan baksonya kemudian meminum es jeruk pesanannya. “Siapa yaa??” tanya lyara heran membuat orang yang berada di hadapannya melepaskan kaca matanya. “Ini Aku, lyara..” lyara mengamati sebentar, tangan kiri di belebat perban dan kaki pincang. “Coba Kau berjalan,” perintah lyara membuat orang dihadapanya mengerenyit. “Aku lana,”
“Siapa?? Lana? Aku mengenalmu??” pertanyaan lyara membuat alis orang dihadapannya bertaut. “Ruang PPDB, lyara..” lyara menerawang mencoba mengingat sesuatu. “Akh,, Kau yang waktu itu kan?? Hey kenapa Kau tidak ikut acara MOS?? Apa Kau senior??” lana, orang itu menggeleng. “Tidak, Aku dapat dispensasi,” lyara hanya mengangguk kembali melanjutkan makannya. “Apa Kau tidak mau makan?? Makanan ini sangat lezat, Pak !! Aku mau satu lagi !!” lyara berteriak kembali memesan. “Kau membawa uang??” lyara menggeleng. “Ponsel??” lyara juga menggeleng. “Tidak ada yang boleh membawa uang lebih dari Lima ratus rupiah, dan tidak ada yang boleh membawa ponsel,” lana mengangguk paham, pandangannya tertumbuk pada tumpukan mangkuk di samping gadis itu. “Lantas Kau mau membayarnya dengan apa??” lyara kembali menelan baksonya. “Aku di traktir.. jadi tidak perlu khawatir,”
“Kau rakus, Kau ingin besar yaa??” celetukan lana yang mendekati ejekan itu membuat lyara menghentikan aktivitas makannya “Jangan menghina, Aku memang mungil tapi bukan berarti Aku tidak besar,”
“Itu sama,”
“Tidak, mungil dan tidak besar itu berbeda,”
“Sama,”
“Beda, secara harfiah.. mungil itu kecil dan identik dengan lucu sedangkan kecil itu identik dengan anak – anak,” lana tersenyum menatap mata jenaka lyara yang bersinar ceria,keadaan hening hanya suara dentingan sendok yang sesekali beradu dengan mangkuk.
            Lyara menggeser mangkuk terakhirnya, di ambilnya tisu dari tempatnya kemudian disekanya mulutnya, lyara melongok ke arah jam dinding di kantin, hampir sore. “Nungguin siapa??” tanya lana penasaran, menatap gadis yang terlihat mengantuk itu. “Kakak,” jawab lyara sekenanya. “Lyara...” panggilan seseorang membuat lyara menoleh, kemudian tersenyum senang. “Maaf lama,” lyara menggeleng “Tidak, Aku ditemani..” ucapan lyara menggantung. Karena terlalu sibuk dengan kedatangan hamdi lyara sampai tidak menyadari kalau lana sudah beranjak dari tempatnya. “Ditemani??”
“Tadi, ada seseorang disini,”
“Siapa?? Tidak ada seorangpun disini, kecuali Kamu dan Pak Adit,” lyara menghela nafas panjang kemudian mengangkat bahu tak peduli, meskipun diam – diam kecewa. “Ya sudah, mungkin Kamu lelah, Kakak bayar dulu yaa,” lyara mengangguk lesu, bibirnya melukiskan senyum jail. “LYARA !!!! KAMU HABIS BERAPA MANGKOK???” teriakan histeris hamdi mengundang cengiran lucu di wajah imut lyara, membuat hamdi menghela nafas lelah, Dia tidak bisa marah kepada lyara.
            Lana duduk sembari tersenyum, seperti biasa Dia duduk di halte depan sekolah menunggu bus yang akan membawanya pulang. Lana sungguh sangat bahagia hari ini, pertama Dia berhasil kabur dari rumah dan pergi ke sekolahan, kedua Dia melihat gadis itu bahkan menemani gadis itu dan yang ketiga Dia tidak ketahuan Dias, kakaknya. “Lana??” dan senyum di bibirnya luntur saat seseorang menyapanya, menatapnya yang memberikan tatapan datar kemudian menghela nafas lelah. “Ayo pulang,” ajaknya lesu membuat lana bangkit menuju motor Kakaknya, memboncengnya seperti biasa.
            Lana hanya menatap semua anggota keluarganya datar, seperti biasa. Sedangkan semua anggota keluarganya menatapnya tajam. “Sudah ke berapa kali Lana???” tanya ayah tegas, matanya tertumbuk pada putra bungsunya yang terlihat tidak peduli duduk di seberangnya. “Kau membuat Kami panik saat tidak menemukanmu di kamar,,” Lita angkat bicara, matanya terlihat sembab. “Kau baru saja kambuh parah Lana, mungkin benar seharusnya Kamu fokus dengan kesehatanmu dulu,” kini fandi angkat bicara, sorot matanya terlihat khawatir dengan adik bungsunya yang selalu terlihat pucat itu. “Kami mencarimu, sayang..Kami mengkhawatirkanmu,,” Jingga, wanita paruh baya penuh kasih itu duduk disamping lana, mengusap lembut rambut lana. Lana menghela nafas berat “Ayah,, Ibu,, Kak, sudah Ku bilang  Aku baik – baik saja, Aku sudah terbiasa dengan semua ini,,, Aku hanya ingin sekolah di sekolah umum, ada sebuah alasan kenapa Aku ingin melihat dunia luar, selain rumah ini..”
“Apa sayang??” lana menghela nafas, kemudian bangkit “Seseorang yang selalu tersenyum di tengah tangisnya,, seseorang yang lebih suka keheningan dari pada keramaian, seseorang yang Ku lihat selalu melompat disetiap langkahnya, membuat orang yang mengikutinya kewalahan.. seseorang yang tidak tahu air mata kesedihan,, seseorang yang Aku harap tetap tersenyum meskipun melihatku kesakitan..” hening “Senyumnya yang akan membuatku tetap bertahan,” suasana benar – benar hening, hanya suara langkah lana yang terdengar pelan dan isakan jingga, wanita penuh kasih itu menangis. “Hari, lana..” semua yang ada disana menghela nafas panjang. Lana muak dianggap lemah.
            Lyara duduk merenung di depan jendela kamarnya, wajahnya Dia tempelkan di kacanya kemudian menghela nafas bosan. Rinai – rinai hujan yang membasahi jendela kacanya membuatnya kacau. “Tidak boleh keluar lyara,,, nanti..” suara sang Ibu yang terdengar menyebalkan di telinganya masih bergaung, membuatnya menggerutu. Lyara akan bangkit dan memilih tidur saat kaca jendelanya di ketuk, lyara berbalik, penasaran. Hamdi tengah tersenyum manis di luar sana sembari memegang bola, mengajak lyara bermain, lyara tersenyum sumringah kemudian melompat dari jendelanya, menghambur ke pelukan hamdi dan bermain. Sedangkan Pak Dharma dan Bu Nirma, pasangan paruh baya itu menatap pemandangan itu terenyuh, bahkan air mata Bu Nirma menetes. Lyara, gadis itu meminta izin untuk bermain hujan – hujanan saat rintiknya mulai membasahi bumi, Namun Mereka tidak mengijinkan membuat lyara marah dan merajuk di kamar, tidak mau makan dan tidak mau menemui Mereka. Hanya ada satu orang yang bisa meluluhkan hati lyara, Hamdi. Laki – laki yang usianya terpaut satu tahun dari anak gadis Mereka itulah yang bisa meluluhkan lyara, akhirnya Mereka menelfon hamdi meminta hamdi untuk membujuk lyara makan. Hamdi datang dengan pakaian basah kuyup, membuat pak dharma dan bu nirma khawatir dan merasa bersalah. “Izinkan saja, Om Tante... percaya sama hamdi, lyara akan baik – baik saja, kemudian memaafkan Kalian,” dan pak dharma dan bu nirma akhirnya mengangguk demi melihat putri semata wayang Mereka melahap makanan kesukaannya.
            Lyara mengusap hidungnya yang memerah membuat hamdi tersenyum mengacak pelan rambut lyara. “Lain kali jangan di ulangi yaaa,,” lyara mendengus “Kakak yang mengajakku,” hamdi terkekeh kembali menyuapkan makanan kedalam mulut lyara. “Kakak hanya memberimu pelajaran, kenapa om dharma dan tante nirma tidak mengizinkanmu bermain hujan, Mereka terlalu takut jika Kamu sakit,, Kamu tahu orang tua juga turut merasakan sakitnya,” ucapan hamdi membuat lyara termenung “Jadi itu yaa?? Alasan kenapa Ayah dan Ibu melarangku?? Tapi kan Aku sudah besar Kak,”
“Mereka tahu, tapi Kamu satu – satunya yang Mereka punya, yang akan Mereka jaga sepenuh hati Mereka,, melindungimu dari semua marabahaya, Mereka terlalu menyayangimu lyara,” ucapan hamdi kali ini membuat lyara beranjak dari tempat tidurnya berlari kecil, menghiraukan hamdi yang memanggilnya. Hamdi menyusul dan tersenyum manis saat melihat lyara memeluk kedua orang tuanya. Hamdi menyeka air mata di sudut matanya, mendadak Dia merindukan kedua orangtuanya, Diantara semua sepupunya hanya Dia yang jarang dibelai orangtuanya, kedua orangtuanya bekerja di luar negeri mengajak serta kedua adiknya yang masih kecil meninggalkannya sendiri di rumah dengan pembantu dan mengirimkan uang setiap bulan, sebenarnya pak dharma dan bu nirma sudah menawarkan kepadanya untuk tinggal dirumahnya sekalian menemani lyara kalau – kalau Mereka ke luar kota, namun hamdi menolaknya. Suara dering ponselnya membuat lamunannya pecah, kemudian tersenyum saat melihat siapa yang menelfon. “Hallo.. Ibu, Aku baik,.. Aku masih dirumah om dharma, tidak kurang,,, kapan Kalian liburan??” hamdi terlarut dalam obrolannya, baginya seperti ini saja sudah cukup.
            Lyara terbangun saat bu nirma mencium keningnya dan membelai rambutnya pelan, lyara menatap bu nirma penuh tanya. “Ada apa Ibu?? Ini masih pagi,” bu nirma menghela nafas panjang. “Pagi ini hujan sayang, ini sudah jam Setengah Tujuh, Kamu terlambat sayang..” dan ucapan bu nirma membuat lyara bergegas menuju kamar mandi. “Kenapa Ibu tidak membangunkanku??”
“Ibu dan Ayah sudah melakukan segala cara untuk membangunkanmu sejak jam setengah enam tadi, Kamu bilang ini hari pertama KBM normal,” dan mengingat itu membuat lyara bergegas.
            Lyara berlari kecil di sepanjang koridor sembari menyimpulkan dasinya yang berantakan, lyara menggerutu saat dasinya tidak terikat dengan benar, kalau saja ada hamdi, sepupunya itu pasti akan dengan senang hati membantunya. Lyara berhenti sebentar di depan pintu kelasnya, mengatur nafasnya merapikan penampilannya, kemudian melangkah masuk menatap seluruh kelas kemudian menuju kursi yang kosong, kembali mencoba menyimpulkan dasinya. Lyara mendesah saat Dia kebagian tempat di pojok belakang dan sendiri dea dan aira tidak kebagian satu kelas dengannya. Lyara memilih memainkan ponselnya, kemudian tersenyum sendiri saat melihat pesan dari aira, dea dan hamdi. Ternyata mereka juga berusaha membangunkannya tadi pagi, lyara tersenyum konyol saat menyadari apa yang membuatnya bangun terlambat Dia membaca novel di laptopnya sampai malam, lyara terkekeh pelan, kembali memasukkan ponselnya belum sempurna ponselnya masuk kedalam tasnya Dia sudah terlebih dahulu terkejut saat tiba – tiba seseorang sudah duduk disampingnya. “Kamu siapa??”
“Teman semejamu,” dan lyara hanya tersenyum tipis, berusaha mengingat orang yang duduk disampingnya itu. “Lana??” orang itu menoleh tersenyum manis “Kau mengingatku,” lyara hanya terkekeh lucu, membuat lana mau tak mau mengacak poni gadis itu.
            Lana menyandarkan punggungnya di dinding koridor yang sepi, tangannya memegang dadanya kuat. Ditengah pelajaran Dia meminta izin untuk pergi ke toilet karena merasa ada yang tidak enak di tubuhnya. Lana menghela nafas lelah, sebenarnya Dia membutuhkan seseorang untuk membantunya. “Lana !!” suara khas yang menyapa indra pendengarannya membuat lana cepat – cepat menegakkan tubuhnya, berusaha terlihat baik – baik saja. “Ada apa Ra??” tanyanya sembari menahan sakit, ulu hatinya terasa sangat perih. Lana mengangkat alisnya saat lyara tidak bereaksi apapun, hanya memandangnya penuh tanya, kemudian menyeretnya menelusuri koridor. Lana yang tidak siap, terhuyung hanya mengikuti dengan langkah terseret. Lyara menyeretnya menuju UKS. “Kau sakit??” lyara bertanya Dia membuka lemari UKS mencari sesuatu. Lana menggeleng “Tidak,” lyara berbalik menatap lana tajam “Kau berbohong,, coba Aku cek,” lyara menghampiri lana yang ditidurkan paksa olehnya di ranjang, dengan gaya seolah menjadi dokter lyara memakai stetoskop yang ditemukannya di lemari, kemudian meletakkannya di dada lana, ekspresinya terlihat serius. “Kurasa Aku mendengar rintihan kesakitan disini,, owh juga ada sedikit rasa kesal, Ini serius anak muda, seperti ada air yang mengalir..” ucapan lyara yang terdengar polos itu membuat lana mau tak mau terkekeh bahkan cenderung tertawa, melupakan rasa sakitnya. “Wah.. sekarang seperti ada komedi putar di perutmu,, penuh suara tawa anak – nak pintar dan lucu,” dan itu membuat tawa lana meledak. “Kau tertawa, apa sudah tidak sakit??” lyara bertanya dengan mata penuh harap. “Darimana Kau belajar dokter??” lyara terlihat berfikir sebentar. “Waktu Aku sakit dulu.. saat masih kecil Aku dirawat oleh dokter yang menyenangkan bahkan Aku yang tadinya takut dengan selang – selang kedokteran itu tertawa dan para suster itu berhasil memasang selang – selang itu di tubuhku, dan Kau tau?? Aku tidak merasa sakit sama sekali, meskipun kemudian Aku merasa kepalaku berputar setelah dokter itu menyelesaikan leluconnya, sepertinya seorang suster berhasil menyuntikku dengan obat bius,” dan cerita panjang lebar yang di lontarkan lyara membuat lana kembali tergelak. “Owh iya, guru Sejarah menyuruhku mencarimu, karena Dia bilang ada tugas kelompok penting, yang akan melibatkanmu,, bahkan tadi Guru sejarah itu bilang akan mengadakan permainan dan harus ada Kau dan Aku diperintah mencarimu, tapi Kau sakit..” dan itu membuat lana kembali tergelak, lyara terlalu polos menurutnya tidak sedikit teman sekelasnya yang mengerjai lyara. “Kenapa Kamu selalu seperti itu lyara???”
“Apa??”
“Kamu tahu?? Kamu sering dipermainkan, Kamu terlalu polos lyara,,”
“Aku selalu asyik dengan duniaku, sebelum bertemu denganmu.. tapi entah kenapa seteleh bertemu denganmu, masa kanak – kanakku yang hilang seolah kembali,”
“Kau kehilangan masa kanak – kanakmu??” lyara mengangguk, enggan membahas namun karena sudah terlanjur basah akhirnya lyara meneruskan. “Masa kanak – kanakku, hanya lingkungan rumah dan rumah sakit, tidak ada yang membiarkanku berlarian, dan bermain sendirian kalau tidak mau Aku berakhir di rumah sakit, Mereka semua sangat berlebihan, Aku muak tapi setelah kepergian Kakak satu – satunya yang Aku miliki Aku sadar, kalau Mereka Cuma ingin melindungiku,” lana tersenyum pahit kisah lyara hampir sama dengannya, Dia tidak bisa menikmati masa kanak – kanaknya dengan baik. “Tapi Kau punya teman saat SMP,”
“Owh itu, Aku baru pindah saat kelas Dua, itupun Aku merajuk supaya Aku diijinkan sekolah dan tidak  Homeschooling, tidak ada bel, tidak ada tugas berat, tidak ada kantin, tidak ada teman untuk belajar kelompok, tidak ada hukuman itu sangat membosankan,” lana tersenyum, lyara lebih berutung karena diijinkan sekolah umum saat SMP, sedangkan Dia?? Dia baru mendapat ijin saat SMA, karena Dia pernah mendapat izin keluar rumah dan berakhir dengan perban di tangan kiri dan kaki yang pincang. Lana tersenyum mengacak rambut lyara gemas, karena gadis itu, sakit yang sejak tadi menderanya berangsur hilang, ditatapnya gadis yang masih asyik memainkan stetoskop di dadanya sembari bergumam dan terkekeh lucu. Ini yang lana butuhkan, sebuah senyum yang akan menguatkannya.
            Dias sedang melangkah santai di koridor, Dia baru saja selesai pertandingan basket antar sekolah, dan kali ini tim basket yang dipimpin hamdi kembali menang. Langkahnya terhenti di koridor depan UKS saat Dia mendengar suara tawa yang terdengar lepas tanpa beban, dengan penasaran Dia masuk UKS dan tubuhnya membeku saat melihat lana tertawa, itu suara tawa adiknya, tawa yang selama ini tidak pernah didengarnya, lana lebih sering meringis sakit dan berteriak saat kejang dari pada tertawa dan tersenyum. Dan dias semakin terpaku saat yang membuat lana tertawa adalah seorang gadis yang tengah memainkan stetoskop UKS, membuat dias menelan ludah pahitnya. Tiba – tiba perkataan kakak sulungnya bergaung ditelinganya. “Dia tidak akan bertahan lebih lama, bisa jadi tidak kurang dari Dua Puluh Tahun,” dias akan menghampiri saat seseorang datang menerobos dan hampir menabraknya. “Lyara !!! Kamu gapapa??” hamdi memeluk lyara, meraba lyara mengecek apakah ada yang kurang atau tidak. “Aku tidak apa Kak,,” hamdi menarik nafas lega “Terus Kamu ngapain disini??” lyara mengendikkan dagunya kepada lana “Merawat teman yang sakit,” jawab lyara polos membuat hamdi kembali menarik nafas lega “Memangnya tidak dimarahi gurumu??”
“Tidak akan bisa !! Dia yang menyuruhku mencari teman sebangkuku, jadi jangan salahkan Aku kalau Aku membolos, Dia pikir Dia bisa membodohiku terus – terusan..” lyara menggerutu kesal, membuat hamdi mengacak rambut lyara gemas. Sedangkan lana hanya menatap datar dias yang menatapnya tajam.
            Lana seakan kembali duduk di kursi pesakitan saat semua anggota keluarganya berkumpul di ruang keluarga, lana menyenderkan tubuhnya yang terasa lelah.
“Sekarang apa lagi?? Ini sudah hampir satu tahun, dan Aku masih baik – baik saja, apa lagi..”
“Tadi Kamu kambuh??” mendengar itu membuat lana mendengus sebal, Dias pasti sudah memberitahu Mereka. “Ya,” jawab lana sekenanya membuat Bu jingga mendekat ke arah putra bungsunya, mengecek, begitupun dengan fandi. “Aku baik – baik saja,” lana menjauhkan stetoskop fandi dari dadanya. Namun fandi tak menyerah, memberi kode kepada sang Ibu untuk memegang kedua tangan adiknya membuat lana menghela nafas lelah, menurut saja. “Ini kurang baik lana, istirahat satu hari,” mendengar itu membuat lana mendengus sebal, menampik tangan Ibunya dan menyingkirkan stetoskop kakaknya. Lana bangkit, menatap semua anggota  keluarganya tajam. “Sudah Ku bilang Aku baik – baik saja !!” lana berteriak penuh penekanan “Tadi hanya serangan kecil, dan bisa ditangani dengan baik, jadi ku mohon berhenti menganggapku lemah, beri Aku kesempatan, sudah cukup Aku kehilangan masa kecilku karena dipaksa berbaring dengan tangan dan kaki terikat, dengan harapan Aku bertahan lebih lama.. sudah cukup Aku kehilangan keceriaanku karena Aku harus terbaring seminggu tanpa bisa berbuat apapun,Kalian bahkan tidak pernah mengizinkanku melakukan apa yang Aku mau, Ku mohon kali ini biarkan Aku menjadi normal, sebelum kematian itu datang padaku,, Ayah.. Bunda,, Kakak.. Aku tahu kapan saat tubuhku harus istirahat dan beraktivitas, Ku mohon...” semua kepala yang disana terdiam, tidak pernah lana sampai seperti itu, selama ini lana selalu menerima, dan tidak menolak saat stetoskop fandi menempel didadanya. “Kak Dias, tadi kakak lihat Aku kan?? Tadi Kakak dengar kan?? Ku mohon jika Kakak ingin Aku mengulang lagi, jangan cegah Aku,,” rahang dias mengeras, tangannya terkepal di sisi tubuhnya dan tanpa disadari siapapun dias menghampiri lana dan memberi pukulan telak kepada lana, membuat semua yang ada disana bangkit, lana tersungkur menatap dias penuh tanya. “Brengsek !!! Kamu egois ! lana !! kamu egois !! kamu sudah merebut kebahagiaan semua orang !!! kamu sudah membuat Ayah dan Bunda tidak tidur nyenyak hanya  demi melihatmu baik – baik saja , kenapa Kamu masih belum ngerti lana !!! Kau mencintai gadis itu?? Iya kan??” lana menghela nafas berat. Mencoba bangkit “Kalian yang selama ini egois,” ucapan lana yang datar itu membuat semua yang ada disana membeku. “Lana !!” teriakan bu jingga dihiraukan oleh lana. “Lana !! obati dulu lukamu !!” lana tidak peduli Dia sudah sangat lelah, lana membanting pintu kamarnya menguncinya, tubuhnya melorot di pintu, lana mencoba mengatur nafasnya, emosi membuat dadanya sangat sesak, lana menatap ke arah meja kecil di samping ranjang disana bungkus obat – obatan tertata rapi, lana seperti melihat apotek di kamarnya dan yang membuatnya lebih muak adalah karena hanya pil – pil pahit itu yang bisa menolongnya. Dan untuk kali ini lana mengabaikannya, karena Dia baru saja mendapatkan resep dari dokter barunya. “Anak muda, jika sakitnya berlanjut.. panggil namaku tiga kali pejamkan matamu kemudian bayangkan Kamu sedang berdiri di sebuah padang rumput dengan pemandangan pedesaan yang indah dan sejuk, hirup oksigen sebanyak – banyaknya, bangkit dan berjalanlah..” lana tersenyum mengingat itu, lyara membisikkannya saat bel pulang sekolah berbunyi, setelah sebelumnya lyara menatap kesal kepada guru sejarahnya yang berani marah kepadanya. Lana memejamkan matanya memanggil nama lyara tiga kali, kemudian Dia bangkit dan Dia merasa ringan sangat ringan, dan perlahan sakit itu memudar.
Tubuh lana nyaris berbenturan dengan lantai kamar kalau dias tidak segera menahannya, ditatapnya wajah adiknya yang pucat, beruntung kamar adiknya di lantai satu jadi Dia tidak perlu memanjat untuk sampai ke jendela kamar adiknya yang selalu terbuka. Di belakangnya menyusul fandi dengan peralatan dokternya, wajahnya tidak kalah cemas. Dias membiarkan fandi mengurus lana, kakinya melangkah menuju pintu kemudian memutar kunci, mendapati pak Hari, bu jingga dan lita menyorotkan kecemasan. “Lana pingsan,” ucapan dias membuat mereka mencoba menahan air mata Mereka, memang bukan untuk yang pertama kali, namun hal yang seperti inilah yang membuat Mereka khawatir. “Dia akan istirahat satu hari, beri keterangan sakit dias,” dias mengangguk. Menatap lana penuh rasa bersalah “Maafkan Aku,” gumamnya pelan. “Fandi, sampai kapan??” pertanyaan yang di lontarkan setiap kali lana kambuh membuat fandi menghela nafas panjang “Tidak akan lama,”
“Tidak Kak !!” dias menyanggah, “Tidak.. lana akan bertahan lebih lama, karena Dia memiliki alasan untuk tetap bertahan, biarkan Dia hidup normal.. kalau Dia drop jangan tampakkan ekspresi khawatir, tersenyumlah atau tertawalah, karena itu yang akan membuat lana melupakan sakitnya, seperti yang Ku lihat tadi,” fandi membereskan peralatannya setelah menyuntikkan obat tidur. “Maksudmu??” dias menghela nafas panjang menceritakan kejadian yang dilihatnya di UKS tadi dan berdasarkan cerita dari hamdi, sahabat karibnya itu adalah sosok pelindung gadis yang dikagumi adiknya.
            Lyara memandang jendela gusar, hujan kembali turun membuatnya menghela nafas panjang, entah kenapa hujan kali ini tidak membuatnya ingin menari dibawahnya. Hamdi yang berdiri di ambang pintu menghela nafas panjang, kemudian menghampiri lyara.
“Ada apa??” pertanyaan yang dilontarkan hamdi membuat lyara menoleh kemudian menubruk hamdi, mencari ketenangan di dada sepupunya. “Ada apa lyara?? Jangan menangis, apa Kau merindukan revan??” lyara tidak menjawab masih menangis, hamdi hanya mengelus rambut lyara lembut. “Kamu kangen Om sama Tante??” lyara masih tidak menjawab masih terus menangis. Hamdi kembali menghela nafas panjang, beberapa saat yang lalu Dia di telfon pak dharma untuk datang ke rumahnya dan menginap karena Mereka akan ke luar kota selama Satu minggu. “Kamu marah??” lyara menarik diri, menyeka air matanya pelan kemudian menggeleng pelan. “Aku merasa sangat sedih, juga sakit.. juga marah, muak dan Aku merasa sangat marah,”
“Kenapa??” lyara menggeleng lemah “Aku tidak tahu, itu terjadi seminggu belakangan sejak teman semejaku tidak berangkat sekolah..” laporan lyara membuat alis hamdi bertaut, bingung sekaligus heran. “Apa Kau mencintainya??” lyara menatap hamdi bingung alisnya menyatu “Cinta??” hamdi mengangguk kemudian menghela nafas panjang saat lyara hanya mengendikkan bahunya dan kembali menangis di dadanya.
            Lana membuka matanya pelan menatap kesekeliling ini masih di kamarnya, lana merubah posisinya menjadi duduk kemudian menunduk. Dia berharap Dia bangun di ranjang UKS karena sentilan kecil di hidungnya dan mendapati wajah lyara tengah tersenyum nakal kepadanya, itu lebih baik dari pada terbangun dengan selang infus menancap di lengannya. Lana menghembuskan nafas kesal, kecewa, “Mereka bilang hanya Satu hari, tapi ini apa?? Aku terkurung disini selama satu minggu !!” teriaknya frustasi Dia merasa sangat marah dan kecewa, lana melepaskan selang infus di lengannya kasar bangkit dan berjalan menuju pintu mencoba membukanya namun nihil seperti hari – hari sebelumnya pintu kamar itu terkunci, lana tidak menyerah Dia menuju ke arah jendelanya dan juga mendapati jendela itu terkunci dari luar. Lana berteriak frustasi menyapu bersih meja belajarnya juga meja kecil disamping ranjangnya kemudian terduduk lemas. Lana merindukan lyara, tiba – tiba air matanya menetes “Apa kabar lyara??” gumamnya lirih “Maaf,, Aku tidak mengabarimu. Aku di penjara lyara, Mereka sungguh jahat lyara, Aku tidak suka dikurung lyara, tidak suka.. dimanakah Kamu lyara.. Aku merindukan senyumanmu lyara, Aku merindukan tawamu lyara, Aku merindukanmu lyara, Aku ingin keluar lyara, menghabiskan waktu bersamamu, hanya berdua lyara, Aku marah lyara.. Aku sangat marah, Aku dipenjara lyara.. lyara tolong Aku lyara,,,” lana tenggelam dalam racauannya sedangkan lyara masih menangis di pelukan hamdi. Dias menatap pintu kamar adiknya penuh penyesalan, Dia mendengar suara benda jatuh dan pecah, itu yang terjadi seminggu belakangan di kamar adiknya. “Maafkan Aku lana, Aku tidak bisa menolongmu, begitupun dengan gadis itu,” dias menjauh tidak tega terus – terusan mendengar racauan lirih lana.
            Lyara tersenyum sumringah saat mendapati lana sudah duduk manis di kursinya, lyara berlari kecil menghampiri lana yang tengah menenggelamkan wajahnya diantara lipatan tangannya. “Lana !!” lana yang mendengar itu mendongak kemudian tersenyum manis saat mendapati lyara tersenyum sumringah dengan mata bersinar. “Kemana saja Kau satu minggu ini??” lana menghela nafas panjang menepuk – nepuk kursi lyara “Duduk dahulu,” lyara mengangguk duduk di kursinya. “Aku liburan,”
“Liburan?? Bohong !!” lana tersenyum, lyara selalu tahu kalau Dia berbohong. “Kau sakit??” pertanyaan lyara dijawab anggukan oleh lana, dan itu membuat lyara tersenyum. “Tapi saat ini Kau baik – baik saja, Aku bahagia melihatnya,” dan itu membuat lana merasa Dia jauh berpuluh kali kali lipat lebih baik dari kemarin bahkan sejak kelahirannya. “Kau mengkhawatirkanku??” lyara menggeleng polos “Aku hanya ingin mengatakan kepadamu, kalau Aku kehilanganmu satu minggu ini, dan itu membuatku marah,” lana mengacak rambut lyara gemas. “Maafkan Aku, sebagai gantinya bagaimana kalau Kita piknik di taman belakang sekolah??” lyara mengangguk antusias, kebetulan hamdi ada acara sepulang sekolah, Dia jadi tidak harus menunggu sampai bosan, dan ekspresi itu membuat lana kembali mengacak rambut lyara gemas.
            Dias menatap ponselnya nanar, kemudian menghela nafas panjang, itu pesan dari adiknya. `Aku akan menunggumu, silahkan kalau ingin latihan basket atau rapat OSIS` dias mengusap wajahnya kasar. “Kau akan melewatkan makan siang dan jadwal minum obatmu tolol” gerutu dias sebal. “Yas !!” panggilan disusul tepukan pelan di bahunya membuatnya menoleh, mencoba tersenyum. “Apa Ham??” tanyanya cepat membuat hamdi mendengus. “Ada apa denganmu, ?? PMS??” perkataan hamdi membuat dias melayangkan kepalan tangannya di dahi hamdi. “Sensitif banget sih?? Ada apa sob??”
“Biasa, adek yang nyebelin,” hamdi hanya beroh ria “Adikku juga ngeselin tahu, udah akh dari pada mikirin adik, mending kita mikirin caranya menang di pertandingan lusa,”
“Gampang, latihan aja..”
“Lah itu tahu, ayo !! buruan !!” dan dias hanya menurut saat hamdi menarik tangannya, hamdi memang ambisius, dan itu yang membuatnya selalu menghormati hamdi sebagai kapten basket dan menjaganya sebagai sahabat.
Lyara menikmati pemandangan kali ini, disampingnya lana juga tengah tersenyum, hal yang paling jarang dilakukannya. Lyara kembali menggigit sandwichnya, mengunyahnya pelan, Dia tidak terbiasa mengunyah cepat karena itu akan membuat mulutnya lelah. “Ra..” lyara menoleh menatap lana dengan alis bertaut. “Ada apa??”
“Tim basket sekolah akan bertanding lusa, Kamu mau menonton??” lyara mengangguk antusias. “Tentu saja, Aku ingin melihat Kakak dan mengabadikannya lewat handycam, kemudian menunjukkannya kepada Om Panca dan Tante Shilla, Mereka pasti senang melihat Kakak bermain basket,” lana tersenyum mengacak rambut lyara gemas. “Aku juga ingin, kakakku juga ikut bermain,” lyara menatap lana dengan mata bersinar. “Benarkah??” lana mengangguk “Kau kenal??” lyara menggeleng “Kak hamdi tidak pernah mengenalkan teman – temannya padaku,” lana mengangguk paham. Suasana hening, hari menjelang sore senja mulai turun, dan tanpa Mereka sadari tangan Mereka saling bertautan.