Naura sadar dan itu langsung membuat
Binta bergegas pergi ke rumah sakit dan menemui sahabatnya. Naura nampak
melamun saat sampai disana dan mendapat laporan jika sahabatnya itu tidak mau
makan dan meminum obatnya, dengan langkah ragu Binta menemui Naura yang masih termenung.
“Ra..maaf,” Naura menoleh menatap Binta
penuh rindu.
“Binta..” dengan segera Binta menubruk
tubuh sahabatnya itu, melepas rindu sedang Naura menangis.
“Semuanya hancur Ta...” Binta melepas
pelukannya kemudian duduk di sisi Naura.
“Ceritalah,” Naura mulai menerawang ke
jendela, mengingat lagi momen
menyakitkan yang pernah dialaminya.
“Aku tahu sesuatu yang buruk akan
terjadi saat Putri tahu siapa Aku, awalnya Aku biasa aja tapi lama kelamaan
Mereka keterlaluan, seminggu sebelum ulang tahun Jihan Mereka jebak Aku ngancem
Aku, mereka bilang Jihan akan terluka kalau Aku gak ngelakuin itu,” Naura
menyeka air mata yang menetes di pipinya menjeda ucapannya sebentar. “Aku
mencintai Jihan, jadi Aku menuruti apa kata Mereka, dan terjebak untuk kedua
kalinya Mereka menyuruh Aku sujud sama Ryan dan berkata kalau Aku cinta sama
Ryan, di situ Aku merasa takut bahkan sangat takut, kabar baiknya Mereka
memberiku waktu beberapa bulan sebelum akhirnya Aku dipaksa oleh Mereka
memutuskan Jihan, sejak itu Aku banyak membuat kenangan indah bersama Jihan,
tertawa. bahagia.. dan mulai jarang menghabiskan waktu sama Kamu, Aku minta
maaf untuk itu sebenarnya Aku tahu kalau Kamu putus sama Alex” air mata Naura
kembali menetes tapi Naura tidak menyekanya. “Puncaknya saat hari terakhir UN,
di situ kesempatan terakhir Aku bareng sama Jihan, dan Kamu tahu saat Aku
pulang Ayah sama Ibu bertengkar dan Mereka memutuskan untuk bercerai, Kak
Gilang orang yang paling Aku butuhin saat itu pergi ikut sama Ayah ke Yogya,
Aku tahu Ta.. Kamu pasti mau bilang ada ponsel, tapi gak segampang itu Ta...
baik Ayah maupun Ibu melarang Kita untuk berhubungan, bahkan semua ponsel Aku
dan simcard di buang sama Ibu, di situ Aku merasa bahwa duniaku akan berakhir,
kenapa Aku gak mati aja Ta.. kenapa?? Kenapa di saat Aku tahu cerita sedih itu
terjadi maka akan ada cerita sedih kedua, Aku benci kenapa Aku gak mati aja
malam itu, agar Aku gak ngrasain pedihnya cerita sedih kedua, Best couplenya
SMA 01 putus, dan itu hanya karena masalah sepele, kenapa Aku gak mati aja
Ta...??” Binta memeluk Naura erat, air matanya ikut menetes untuk ukuran Naura
yang hidup dalam kerapuhan masalah hati menjadi berat ternyata. “Aku
mencintainya Ta.. Cuma Dia Ta... Cuma Jihan, bahkan Aku juga menyakiti hatinya
dan Kamu tahu hati Aku turut sakit karenanya.. Aku mencintainya Ta... mencintai
Jihan dan Dia satu – satunya, Aku butuh Ayah Ta.. butuh Ibu... butuh Kak
Gilang... butuh Kamu, butuh Jihan..” Bu Alya menyeka air matanya, Dia mendengar
semuanya semua isi hati Putrinya sejujurnya Dia juga tidak menginginkan
perpisahan ini, bahkan perlahan Dirinya mulai merasa kehilangan separuh
jiwanya, dengan segera Dia meninggalkan ruang rawat Naura tidak sanggup lagi.
Binta semakin mendekap erat Naura membiarkan sahabatnya menangis di bahunya.
Tak jauh dari tempat Aunty Sara dan
Rinz dan tak jauh dari ruang perawatan Jihan berdiri memegang dadanya yang
terasa ngilu dan sakit, tahu apa yang dirasakan oleh Naura, Jihan mendesah
masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikannya dan mungkin bisa sedikit
banyak mampu mengalihkan perhatiannya, Jihan berbalik sebelum Aunty Sara atau pria yang tak Dia tahu
namanya menyadari kehadirannya. Rinz menatap intens Jihan yang berbalik dan
dengan segera menyenggol lengan Aunty
Sara.
“Aunty,
Aku melihat Jihan,”
“Dimana??”
“Tadi Dia disana,”
“Tidak ada siapa – siapa disana, pasti
efek lapar nih,” Rinz hanya menatap kecewa padahal Dia yakin sekali bahwa orang
yang dilihatnya adalah orang yang sama yang ada di bingkai foto di kamar Naura.
“Ayo Kita makan,” Rinz mengangguk
mengikuti langkah wanita paruhbaya itu.
Binta
melepaskan pelukannya saat tangis Naura mereda, dengan lembut Binta menyeka
sisa – sisa air mata di pipi Naura.
“Dengar, mulai sekarang buktikan pada
dunia bahwa Kamu adalah Naura yang kuat, Naura yang gak pernah menyerah,Naura
yang selalu tersenyum, Naura yang selalu semangat, seperti Naura sebelum
mengenal Jihan, Naura yang ditakuti adik kelasnya, Naura yang selalu berbuat
konyol dengan sahabatnya, Naura yang usil jahil dan Naura yang disegani banyak
orang seperti Naura yang pernah berkata seperti bahwa Kadang, banyak berharap
harus banyak menelan kekecewaan Tapi.. banyak berharap artinya banyak cita –
cita Dan...banyak cita – cita itu salah satu ciri seorang pemimpi Dan.. seorang
pemimpi pasti akan mengejar harapannya agar tidak kecewa, Dan.. gagal satu
bukan masalah besar, karena masih banyak mimpi – mimpi dan cita – cita yang
harus dikejar, Dan.. menyesali yang telah gagal adalah sia karena masih banyak
pintu yang harus dibuka, Naura yang berkata seperti itu saat teman atau
sahabatnya yang gagal dalam ulangan atau tes,” Binta merapikan rambut panjang
Naura yang berantakan.
“Naura yang rusuh saat pelajaran
olahraga karena Rehan dan Oji membuat rambutmu kotor, Naura yang suka gangguin
Rehan, Naura yang suka diam kalau teman sekelas ngeles gara – gara bosan
belajar, Naura yang dulu,”
“Tapi Aku gak mau jadi Naura yang dulu,”
“Kenapa??”
“Aku mau jadi Naura yang lebih baik dari
kemarin,” Binta tersenyum kembali memeluk Naura erat, Dia berhasil.
“Makan yaa, biar cepet sembuh atau mau
minta disuapin Rinz??”
“Rinz???” Naura nampak mengingat – ingat
sesuatu.
“Pria tampan paras blasteran, yang mau
liburan,”
“Rinz?? Akh ya, Kamu kenal??”
“Kenal lah, Dia yang pertama kali
inisiatif bawa Kamu ke rumah sakit, Dia yang khawatir banget sama Kamu,” pipi
Naura memerah.
“Cie merah cie,”
“Apaan sih, Aku juga baru kenal sama
Rinz, dan kalau gak salah namanya itu Prinz,”
“Rinz, Naura”
“Aku belum selesai bicara,Ta..”
“Hehe, lanjutkan”
“Namanya emang Prinz tapi Dia lebih suka
di panggil Rinz, dalam bahasa Jerman Prinz artinya Pangeran,”
“Sama dong kaya Prince,”
“Bukan Prince, tapi Prinz beda dong,”
“Iyadeh,”
“Ngambek??”
“Gak tahu,” Naura tertawa di ikuti
Binta, Rinz yang baru makan siang bersama Sara tersenyum melihatnya.
“Dari mana Kamu tahu??”
“Dia mengoceh sepanjang malam,” apa yang
diucapkan Naura membuat Rinz malu.
Kesehatan
Naura pulih dengan cepat, dan hari ini Naura diperbolehkan pulang dan itu
membuat Binta tersenyum senang, dengan semangat Binta menyisir rambut panjang Naura
sesekali membuat rambut Naura tertarik dan Naura mengaduh kemudian menggerutu
kesal sedang Binta hanya mengeluarkan cengiran khasnya, di tengah asyiknya
kebersamaan Mereka Bu Alya menghampiri Mereka Binta tersenyum sopan kemudian
meninggalkan Naura membiarkan Naura berdua bersama Ibunya.
“Ibu,”
“Sayang..” Bu Alya memeluk Naura hangat,
Naura tersenyum karenanya.
“Kamu beneran udah baikan??” Naura
mengangguk tersenyum, meskipun wanita dihadapannya telah menggoreskan luka,
tapi Naura tak sedikitpun membencinya.
“Ibu senang mendengarnya,”
“Aku juga, Ibu pasti capek kerja terus,”
Bu Alya hanya tersenyum meraih sisir yang ditinggalkan Binta, menyisir lembut
rambut Putrinya.
“Kamu putus sama Jihan??”
“Iya, mau gimana lagi sama kan kaya Ayah
dan Ibu,”
“Kamu pasti masih sangat mencintainya,”
“Tentunya, kalau Ibu??”
“Mungkin Ibu juga, Kamu tahu kadang Kita
merasakan kehilangan seseorang saat orang itu sudah tidak ada dalam hidup
Kita,”
“Seperti lampu yang dibutuhkan saat
gelap??”
“Ya, ada orang bilang kehilangan adalah
cara menunjukkan betapa berartinya seseorang dalam hidup Kita,”
“Ibu kehilangan Ayah??,” Bu Alya hanya
tersenyum simpul, mulai menata rambut Naura, hal yang sudah sangat lama tidak
dilakukannya.
“Kalau misalnya Kalian kembali apa Ibu
akan berubah??”
“Tentu sayang, itupun kalau Ayahmu masih
memberi kesempatan kedua, kalau Ayahmu masih mencintai Ibu,”
“Kalau Ayah masih cinta sama Ibu, apa
Kalian akan kembali??”
“Ibu tidak tahu, jika Ibu dan Ayahmu
memang ditakdirkan berjodoh, Kami pasti akan bersatu kembali sayang..”
“Ibu, Naura boleh minta??”
“Apa???”
“Izinkan Aku pergi ke Yogya,”
“Tentu sayang, tapi hanya liburan
setelah itu Kamu kuliah di Paris bersama Rinz,”
“Makasih Bu,” Naura memeluk sang Ibu
erat dan baru kali ini Dia merasakan arti keluarga, ini yang Dia cari sebuah
kebersamaan. Bu Alya mengelus puncak kepala Naura penuh kasih air matanya
menetes.
“Ibu nangis??”
“Ibu nangis bahagia karena lihat Kamu
udah sehat,” Naura tersenyum untuk saat ini dia merasa begitu bahagia.
“Yang lain kemana Bu??” Bu Alya hanya
mengangkat bahu membuat Naura kesal sendiri.
WELCOME
HOME NAURA !!
Tulisan besar – besar di spanduk
langsung menyambut kedatangan Naura, dan membuat Naura terharu.
“Apa artinya??”
“Kau ini, setelah hampir Satu minggu
tidak sadar dan Dua minggu di rumah sakit apa tidak rindu rumah??” Naura
terkekeh mendengarnya, ada banyak orang disana ada Auntynya, para pelayannya, Rinz, Sandra dan Binta namun ada yang
kurang, Ayahnya dan Kakaknya, masih segar diingatannya saat Dia mengalami hal
yang sama beberapa tahun silam,dan Ayah dan Kakaknya yang paling bersemangat
menyiapkan kejutan untuknya.
“Ra..” Naura menyeka air matanya saat
sang Ibu menegurnya.
“Kamu senang??”
“Aku bahagia banget,” mendengar jawaban
Naura membuat seisi rumah lega.
“Kau tahu, tadi ada perdebatan lucu
antara Sandra, Rinz dan Aunty
Sara,Aku punya rekamannya, perdebatan Tiga bahasa sekaligus,”
“Kok bisa??”
“Bisalah, bahasa Prancis, Ingris dan
medok tulen,”
“Binta..sekali lagi bilang seperti itu,”
Naura terkekeh melihat tingkah Binta dan Sandra. Hari itu Mereka bahagia. Di
saat yang lain sedang berpesta Rinz menghampiri Naura yang duduk di sofa.
“Aku senang melihatmu kembali,” Rinz
mengambil posisi di samping Naura.
“Aku juga,”
“Akan Aku tunggu hingga Kamu sembuh
untuk mengajakku jalan – jalan,”
“Kita liburan di Yogya,”
“Yogya?? Wah Aku ingin selalu kesana,”
“Lusa Kita berangkat,”
“Tapi Kamu belum sembuh benar,”
“Kau tahu Rinz, ragaku baik – baik saja,
hanya hati yang terluka dan itu bukan masalah selagi Aku masih bisa
mengendalikannya, karena luka itu berangsur sembuh,”
“Syukurlah Kalau begitu, kalau boleh
tahu apa Kamu sangat mencintai ex special
boyfriendmu?? Hingga Kamu terluka??”
“Kurasa,” Rinz tersenyum simpul.
To Be Continued
#Khichand_Lee
Tidak ada komentar:
Posting Komentar