Minggu, 14 Agustus 2016

Lost - Part 2

Dias menyelempangkan tasnya, mengotak – atik ponselnya, memasang ekspresi cemas, hamdi yang kebetulan melihat menghampiri, menepuk bahu dias pelan. “Ke taman belakang yuk !! adikku ada disana, siapa tahu adikmu juga disana..” dias akan menolak namun urung saat tangan hamdi terlebih dahulu menarik lengannya. Dias kembali mematung, sedangkan hamdi melangkah santai dengan ekspresi bingung saat sampai di taman belakang sekolah. “Siapa laki – laki itu?? Kau mengenalnya??” tanya hamdi kepada dias, sedangkan dias mengangguk pelan “Dia adikku,” hamdi menghela nafas panjang “Aku tidak percaya ini terjadi, lyara..” panggilnya lembut, tidak berniat mengejutkan lyara. Dias masih mematung, bukan lyara atau ekspresi lana, namun mata Mereka yang menyorotkan kenyamanan saat tangan Mereka saling bertaut. “Kak hamdi?? Udah selesai??” hamdi mengangguk, matanya melirik lana, memberi kode “Kau hutang mengenalkan temanmu kepadaku lyara..” lyara tersenyum, tatapannya beralih kepada lana. “Lana, kenalkan ini Kakak sepupuku, namanya hamdi.. dan kak hamdi ini lana teman sebangkuku,” hamdi sempat terkejut sesaat namun kembali tersenyum saat tangan lana disodorkan paksa kepadanya. “Hamdi,”
“Lana,”
“Owh iya, Ly.. Kakak juga mau ngenalin sahabat kakak, yang juga kakak dari temanmu, namanya dias.. dias ini lyara adik sepupuku,” dias mengulurkan tangannya yang dibalas dengan senang hati oleh lyara. “Dias,” lyara tersenyum manis “Lyara,” dias juga tersenyum, senyum lyara membuatnya sadar bagaimana adiknya tetap baik – baik saja meski telat minum obat, dan juga sadar jika Mereka baru saja makan, dan untuk kali ini dias tidak akan melapor kepada keluarganya karena adiknya bahagia itu yang dilihatnya. “Kalian ngapain aja disini??” suara hamdi yang terlihat mengamati sebuah keranjang dengan tikar yang Dia tahu berasal dari UKS membuat dias bangun dari lamunannya. “Kami sedang berpiknik, lana yang mengajak.. lana bilang ini sebagai permintaan maafnya karena sudah tidak masuk satu minggu,, Kakak tahu lana ternyata sakit,” hamdi menoleh, mengamati lana yang memilih diam sedari tadi. “Jadi..”
“Tapi sekarang lana baik – baik saja, Kakak... lihat bahkan sedari tadi dia selalu tersenyum, Dia lucu lho kak,” nada ceria lyara saat menceritakannya membuat hamdi mengacak rambut lyara gemas. Dias menatap adiknya, memberikan senyuman manis, mengacungkan ibu jarinya membuat lana mengerenyit namun mau tak mau tersenyum juga. Senja itu membuat dias merasa lega, karena mungkin Dia tidak akan mendengar suara benda pecah di kamar adiknya, ditatapnya bekas luka baret di tangan adiknya, bekas jarum infus dan bekas goresan pecahan vas bunga. “Kak.. Aku ingin menonton pertandingan basket bersama lyara, boleh??” pertanyaan lana membuat hamdi dan dias bertukar toleh. “Boleh, tapi untuk menghindari hukuman tujuh hari tujuh malam.. lyara berangkat sama Kakak dulu, dan lana berangkat sama dias dulu.. nah seterusnya mah terserah kalian, mau piknik lagi di tengah lapangan juga gak masalah asal pulangnya tepat waktu,, ya nggak Yas??” hamdi meminta persetujuan dias, menunggu dias menghentikan kekehannya karena lelucon hamdi. “Iya, Kakak setuju.. lan?? Kamu juga kan??” lana mengangguk dan itu membuat Mereka sama – sama berteriak gembira.
            Suasana lapangan basket indoor SMA harapan ramai, lyara menggandeng lana untuk duduk di kursi pemain, dan itu membuat Pak rahmat, pelatih basket SMA mereka menghela nafas sebal. “Kamu lagi – kamu lagi.. siapa namamu?? Lyara??” lyara mengangguk antusias, sedangkan lana hanya terdiam. “Lyara?? Ya ampun kenapa disini??” suara hamdi membuat lyara nyengir lebar “Hamdi, gadis ini selalu duduk disini di setiap pertandingan,” dan itu mau tak mau membuat hamdi menghela nafas lelah. “Ly,, Kamu duduk di depan aja yaa.. Kamu gak berniat mengajak lana berpiknik disini kan??” ucapan hamdi membuat lyara cemberut. “Nanti rekamannya tidak akan jelas Kak,” lana menghela nafas panjang, merebut handycam di tangan lyara, “Aku yang akan membuatnya jelas, jadi ayo !! percayakan lyara padaku Kak,” hamdi mengangguk, Dia selalu mencoba percaya, karena Dia teringat ucapan mendiang revan “Bagaimanapun juga, meskipun sejak kecil lyara sakit – sakitan dan sering keluar masuk rumah sakit bahkan pernah berada di ambang kematian berulang kali, Dia tetaplah manusia yang memiliki hati dan perasaan, yang juga bisa jatuh cinta, biarkan lyara jatuh cinta,, biarkan dia hidup normal,, siapapun pria itu, biarkan saja.. itu sebuah kodrat yang tidak bisa dihindari” hamdi menghela nafas panjang, kemarin Dia meminta penjelasan dias tentang lana yang tidak masuk sekolah satu minggu, dan dias menceritakannya sembari menahan air matanya agar tidak tumpah, dias tidak pernah tega adiknya di kurung seperti itu, dias lebih suka adiknya tersenyum dan tertawa dan itu hanya lana lakukan saat keluar dari rumah. Dias memang pernah mendengar tawa lana, tapi itu sudah lama sekali.. saat lana dipaksa tinggal di rumah sakit selama berbulan – bulan, saat lana masih kecil,, adik kecilnya itu baru saja mengerjai seorang dokter dan beberapa suster dengan seorang temannya yang merupakan seorang gadis cilik seumuran dengannya. “Melihat lana dengan lyara seolah melihat lana kecil, bahagia, usil dan jail,” ucapan dias sore itu membuat hamdi menghela nafas panjang, menatap lana dan lyara yang tengah berebut handycam, Mereka tertawa lepas sembari saling melempar pop corn. “Hamdi !! jangan melamun pertandingan akan dimulai!!” teguran pak rahmat membuat hamdi bergegas menghampiri timnya, ditepuknya pundak dias untuk melihat lana dan lyara yang sedang tertawa. “Tawanya membuatku semangat untuk memenangkan pertandingan ini,” hamdi ikut tertawa lepas, jarang sekali melihat dias tertawa lepas.
            Lagi – lagi lana merasa kembali duduk di kursi pesakitan, namun kali ini berbeda ada dias yang juga duduk disampingnya.
“Dias,, kenapa Kamu tidak bilang kalau akan selama itu??” pertanyaan pak hari membuat dias semakin kesal, ditatapnya lana yang menyorotkan amarah. “Lana terlambat minum obat dan makan siang, Kau akan tahu akibatnya kan?? Sudah Dua hari lana pulang terlambat dan tidak meminum obatnya,” dias diam, dia merasa sangat marah kepada semua anggota keluarganya yang memperlakukan lana seolah tahanan. “Lana baik – baik saja, akan tetap baik – baik saja, kalau Kalian tidak mengurungnya seperti kemarin,”
“Itu demi kebaikannya,”
“Aku tidak pernah merasa lebih baik dengan itu semua !!” lana berteriak marah. “Kamu dihukum lana !! dan dias kamu tidak akan dapat uang saku untuk satu minggu!!” hari bangkit dari duduknya, menarik lengan lana yang memberontak keras. Namun lana hanya mampu menahan emosinya saat pintu kamarnya dikunci, lana nyaris menangis, Dia tidak mau dikurung lagi seperti kemarin itu membuatnya gila, Dia baru saja melihat lyara Tiga hari dan lana tidak mau terkurung selama Satu minggu lagi. Lana bangkit kembali mengamuk, dibantingnya semua vas bunga di kamarnya, disapu bersih meja belajar dan meja riasnya, obat – obatan yang sudah tertata rapi tersapu bersih, lana menginjaknya penuh emosi. “AKU BENCI KALIAN SEMUA !!!” lana berteriak marah, Dia benar – benar sangat marah, mendengar teriakan lana membuat air mata dias menetes, rasanya baru tadi Dia melihat tawa adiknya saat bersama lyara, senyum adiknya dan sifat jail adiknya. Dias beranjak ke kamarnya segera menghubungi hamdi, Dia membutuhkan bantuan hamdi. “Ham.. lana ngamuk lagi, Dia dikurung lagi,, tolong suruh lyara telfon lana,, nanti Ku kirim nomornya, lana benar – benar membutuhkan lyara saat ini..” dias mengakhiri panggilannya, masih samar di dengarnya teriakan marah adiknya yang Dia yakin diselingi air mata, membuat air mata dias kembali menetes, fandi duduk disamping dias, menyeka air mata dias pelan. “Jangan menangis,”
“Aku baru saja melihatnya tertawa lepas Kak,, biarkan Dia hidup normal Kak,” fandi menghela nafas panjang. “Kakak juga inginnya begitu, namun Ayah dan Bunda sangat keras kepala dias, apalagi lita..”
“Aku hanya ingin melihatnya tertawa, dan mati dengan bahagia.. bukannya marah dan menangis kemudian mati dengan penderitaan,” fandi menghela nafas panjang. “Kau menang??” dias mengangguk, “Itu karena tawanya, dan dukungannya.. Dia meneriakkan namaku dengan kencang,” fandi menepuk – nepuk pundak dias. “Ganti baju, ayo ke rumah sakit, adik kesayanganmu itu pasti menghancurkan obatnya lagi,”
“Dia mencintai seorang gadis kak, dan itu yang membuatnya tetap baik – baik saja meskipun tidak meminum obatnya,” fandi mengangguk. “Kakak tahu, Kakak tunggu di luar, owh iya satu lagi nanti bantu kakak membereskan kamarnya yang lebih mirip rumah sakit itu,”
            Lana terduduk lemas di sudut kamarnya, seragamnya belum diganti Dia merasa lelah hari ini, kamarnya sudah seperti kapal pecah, tiba – tiba ponselnya berbunyi tertulis nama lyara disana, membuat dahinya mengerenyit dari mana lyara tahu nomor ponselnya, padahal Dia tidak pernah menghubungi lyara sama sekali setelah mencuri nomor gadis itu dari ponselnya. Dia memutuskan untuk menjawab, Dia butuh lyara.
“Hallo.. lana???” suara diseberang sana terdengar ragu, lana tersenyum kecil “Iya, ini Aku..”
“Owh syukurlah, kak hamdi berkata jujur, ku pikir ini bukan nomormu,”
“Memangnya kak hamdi bilang apa??”
“Dia bilang Dia tidak yakin kalau ini nomormu,” lana terkekeh, nada suara lyara yang terdengar ceria membuatnya merasa lebih baik. “Lana?? Emm suaramu terdengar seperti orang habis menangis dan marah – marah,” alis lana terangkat, heran. “Bagaimana Kau menebaknya??”
“Aku sering bersuara seperti itu ditelfon saat baru marah – marah dan menangis,”
“Itu berbeda lyara, Kau perempuan dan Aku laki – laki,”
“Itu dia !! Kamu tahu itu kan jadi jangan menangis, sesakit apapun yang Kamu rasakan, jangan mengeluh, hadapi semua dengan senyuman.. keep smile,, hehe” lana tertawa pelan, “Kamu masih seperti dulu lyara,”
“Aku?? Seperti dulu?? Maksudmu??” lana menggeleng pelan, “Akh tidak, Kau mengingatkanku pada teman kecilku dahulu..”
“Kau punya teman lain?? Boleh Aku berkenalan dengannya??” lana tersenyum menggeleng “Tidak bisa,” terdengar desahan kecewa lyara di seberang sana membuat lana tersenyum jenaka. “Ra?? Aku senang mengenalmu,”
“Aku juga, apa Kau sudah makan??”
“Tidak ada orang nafsu makan setelah marah,”
“Kau ini, kalau Kau sakit dan membuatku marah lagi Kamu mau mentraktirku piknik lagi??” lana terkekeh mendengar ancaman lyara, “Nanti kusuruh kak hamdi untuk memaksamu makan,”
“Kak hamdi?? Apa hubungannya denganku??” tanya lana heran, “Karena kak hamdi yang memberikan nomormu padaku,” lana mengangguk mafhum “Dia pasti mendapatkannya dari Kak dias,”
“Kak dias?? Siapa Dia??” pertanyaan lyara membuat lana tercengang, rasanya baru kemarin lusa Mereka berkenalan, dan tadi saat pertandingan lyara juga menanyakan hal yang sama saat Dia meneriakkan nama dias. “Kamu tidak mengingatnya??”
“Tidak,” lana menghela nafas panjang, Dia harus mendapatkan penjelasan, namun lana kembali diam saat mengingat lyara juga tidak mengenalinya saat di kantin. “Lana?? Kau tertidur?? Hey !! apa Kau masih disana?? Kau tidak mendadak pingsan kan??” lana menggeleng pelan “Tidak, apa Kau benar – benar tidak mengingat siapa kak dias??”
“Tidak,”
“Bagaimana dengan seseorang yang kak hamdi kenalkan padamu kemarin lusa saat Kita berpiknik,”
“Memangnya Kita pernah berpiknik??”
“Lyara.. ini serius?? Kamu tidak mengingatnya??” terdengar gelak tawa di seberang sana membuat lana mengerenyit “Tidak, Aku bercanda lana, tentu saja Aku mengingat piknik itu, tapi sungguh Aku tidak ingat siapa kak dias,” lana terdiam sesaat saat dirasakannya perutnya perih. “Ra?? Kalau besok Aku tidak disampingmu, jangan marah yaa..”
“Apa?? Kamu sakit lagi??”
“Ya, apa Kau sedih??” lyara terdiam sesaat. “Tidak, tapi Aku marah.. kalau Kau tidak cepat sembuh,” lana tersenyum tipis “Kau belum tidur??” tanya lana pelan “Belum, Aku belum mengantuk, padahal kak hamdi sudah tergeletak tak berdaya di kamar,”
“Kak hamdi di rumahmu??”
“Ya, seminggu ini Ayah dan Ibu pergi ke luar kota, jadi kak hamdi menginap,”
“Ini sudah malam lyara.. Kau masih belum mengantuk juga??”
“Biasanya Aku tidur karena suara nyanyian kak hamdi, Dia jago main gitar,”
“Kalau begitu biar Aku yang menggantikannya, tanpa diiringi gitar tidak apa kan??” lana menawarkan Dia membayangkan anggukan antusias lyara, akh gadis itu selalu antusias dengan apapun yang menariknya. “Kamu mau pilih lagu apa??”
“Terserah Kamu, tapi Aku ke kamar mandi dulu sebentar yaa.. gak lama kok,” lana mengangguk pelan, tangan kirinya yang sedari tadi memegang perutnya kini beralih ke dadanya, untuk saat ini Dia merasa dihimpit dinding – dinding kamarnya. “Lana??” suara di telfon membuat lana kembali mengumpulkan kesadarannya, lana bersenandung pelan sedangkan lyara mendengarkannya dengan mata terkantuk – kantuk tidak sampai Dua menit lyara sudah jatuh tertidur. “Ra??” panggil lana pelan “Kau sudah tidur?? Good night Princess” lana mengakhiri panggilannya meletakkan ponselnya berusaha mengatur nafasnya.
“Lana??” suara dias yang terdengar cemas, membuat lana menoleh didapatinya fandi membuntuti dias dengan cemas pula, dias membuka jendela kemudian melangkah masuk diikuti fandi. “Lyara menelfonku Kak,” lana melapor, Dia merasa sangat bahagia. “Tapi rasanya berbeda, dibanding saat lyara berada disampingku,” fandi menekan saklar kemudian menghela nafas lelah saat melihat kondisi kamar adiknya, fandi membenahi ranjang adiknya. “Yas, tuntun lana untuk kesini,,” dias mengangguk menatap lana yang masih betah duduk meringkuk di sudut kamarnya. “Kak Aku baru saja bernyanyi,” karena gemas, fandi menyusul setelah sebelumnya mempersiapkan semuanya, “Lana?? Ayo !! kondisi Kamu gak baik sekarang,” fandi mendesak, meraih tangan lana yang dingin “Kak?? Lyara bilang Dia tidak mengingat Kakak, Aku bingung, padahal Dia adalah satu – satunya teman yang Ku punya, sejak kecil Dia yang paling mengertiku, tanyakan pada teman kakak kenapa lyara melupakanku,” lana masih meracau, setengah kesadarannya terengut, gelap dan terang. “Kita papah sama – sama,” dias mengangguk saat melihat adiknya mulai kedinginan, perlahan dias dan fandi membaringkan tubuh lana di ranjang, “Yas ! ambilin baju ganti !!” dias mengangguk menuju lemari besar yang kacanya sudah retak kembali padahal baru kemarin kaca itu diganti. “Lana,, Kamu harus tetap sadar oke?? Buka mata kamu,” lana menurut, Dia membuka matanya pelan “Sekarang telan obatnya,” lana menggeleng “Ini akan mengurangi rasa sakitnya,” akhirnya lana menurut. “Yas !! bantu minum,” dias yang sudah duduk di sisi lana mengangguk menerima beberapa pil dari tangan fandi, dengan hati – hati dias membantu lana meminum obatnya, sedangkan fandi kembali memasang infus di lengan kanan lana, menyuntikkan sesuatu di tabung infusnya. Dias sudah selesai melakukan tugasnya, dibaringkannnya adiknya pelan – pelan, dias menumpuk bantal. Kemudian menghela nafas lelah saat perlahan mata adiknya tertutup. “Ganti bajunya Yas !!” dias mengangguk, dengan hati – hati Dia melepas seragam sekolah adiknya, takut mengganggu tidur adiknya yang sebenarnya sama sekali tidak akan terganggu. “Siapa gadis yang lana maksud??” tanya fandi sembari membereskan kekecauan di kamar adik bungsunya. “Lyara??”
“Iya, Aku tahu namanya lyara,” dias menghela nafas lelah. “Gadis yang dicintai lana diam – diam,”
“Lalu apa hubungannya dengan masa kecil lana?? Bukankah lana lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit??”
“Lana pernah bercerita padaku bahwa Dia bertemu seorang gadis imut seumurannya, yang mengajaknya untuk menjahili para dokter dan suster, entahlah Aku tidak tahu yang sebenarnya, nanti akan ku tanyakan pada hamdi,”
“Siapa hamdi?? Pacar lyara??” dias meletakkan bungkus obat – obatan yang telah remuk di tempat sampah, menatap fandi lelah. “Bukan, hamdi kakak sepupu lyara, tapi bagi lyara hamdi adalah kakaknya, pelindungnya,” dias mengampiri lana yang terbaring tenang dengan selang oksigen dihidungnya, “Aku ingin tidur disini malam ini,” fandi mengangguk, “Aku juga,” fandi membanting tubuhnya di atas sofa, Dia merasa sangat lelah, sedangkan dias mengambil tempat disamping lana.
            Hamdi membuka matanya pelan saat pintu kamar di ketuk, sebenarnya Dia merasa sangat lelah. Namun rasa lelah dan kantuk itu hilang saat melihat lyara berdiri diambang pintu kamar sembari terisak. “Ly,, Kamu kenapa menangis, jangan menangis Kakak mohon jangan menangis,” bukannya berhenti tangisan lyara malah semakin kencang, hamdi membawa lyara kedalam dekapannya, berharap lyara merasa tenang. “Ly, ayo ke kamar,” lyara menggeleng, dan mau tidak mau membuat hamdi menuntun lyara menuju kamar yang saat ini ditempatinya, hamdi merapikan anak rambut lyara yang berantakan menyeka air mata lyara. “Kakak mohon jangan menangis, nanti Kamu sakit lagi,”
“Lana Kak,,” hamdi tersenyum kepada lyara “Kenapa??”
“Lana sakit,” alis hamdi bertaut, lyara kemudian menceritakan apa yang terjadi setelah hamdi memberikan nomor ponsel lana kepadanya dan lyara tidak kuasa menahan tangisnya saat menceritakan bagian lana menyanyikan lagu untuknya dengan suara yang sangat lirih membuat lyara menyembunyikan tangisnya dan berpura – pura terlelap, dan tangis itu menjadi isakan saat panggilan terputus. Hamdi menghela nafas panjang meraih ponselnya mengetikkan sesuatu kemudian kembali mendekap lyara erat.
            Dias memantul – mantulkan bola basketnya lemah, hamdi yang melihatnya dari kejauhan menghela nafas panjang memutuskan untuk menghampiri sahabatnya itu. Hamdi menepuk bahu dias pelan, kemudian duduk disampingnya. “Kenapa sob??” dias menoleh, mengusap wajahnya kasar. “Takut,” hamdi mengerenyit “Takut??
 “Lana benar – benar marah sama semua orang dirumah, Dia gak mau makan, gak mau minum obat dan gak mau bicara, Dia hanya mau bicara sama Aku itupun seperlunya saja,” hamdi menghela nafas panjang mengusap rambutnya kesal. “Kenapa Ayah dan Bundamu melarang lana untuk melakukan apa yang Dia mau??” dias menunduk “Karena Dia berbeda, sejak Dia lahir ke dunia Dia udah di vonis penyakit mematikan.. sudah hampir sepuluh kali Kami akan kehilangannya, dan Ayah sama Bunda terlalu takut akan kehilangan lana lagi,”
“Sama,”
“Sama?? Apanya??”
“Lyara, bedanya sekarang lyara sudah bebas bergerak kemanapun, meskipun harus tetap di awasi dan belum boleh olahraga berat – berat, sebenarnya jantung yang saat ini ada di tubuh lyara bukan milik lyara, tapi milik kakaknya,” hamdi menghela nafas panjang “Saat itu, lyara kambuh parah dan akan di bawa ke rumah sakit, namun tanpa ada yang mengira mobil yang ditumpangi Mereka kecelakaan, anehnya om dharma dan tante nirma hanya terluka ringan dan tidak sampai pingsan, namun lyara dan revan kakaknya terluka parah, mereka sama – sama kritis saat di rumah sakit, waktu itu om dharma dan tante nirma dilema, untuk memilih menyelamatkan siapa, namun kebimbangan itu luntur saat dokter mengatakan kalau revan sadar dan mencari Mereka, revan berkata kepada Mereka bahwa Mereka harus memilih lyara kemudian revan pergi, itu yang membuat lyara di sangkar,, namun gadis keras kepala itu memberontak, mogok makan berhari – hari agar Dia bisa diijinkan untuk sekolah umum, akhirnya voila !! pemberontakan gadis itu berhasil !!” dias merenung sesaat kemudian menatap hamdi. “Ham,” hamdi menatap dias bingung “Apa ada masalah dengan ingatan lyara?? Dia kan pernah kecelakaan??” hamdi menimangnya sebentar. “Apa Dia tidak mengingatmu??”
“Ya, lana yang mengatakannya padaku semalam, Dia juga bilang kalau sejak kecil hanya lyara yang bisa mengertinya, dan Dia bingung saat lyara tidak mengingatnya,” hamdi berfikir sebentar, mencoba mengingat – ngingat kejadian masa kecil Mereka “Ya, Aku ingat !! kecelakaan itu membuat separuh memori lyara hilang, bisa jadi itu memori saat bertemu dengan lana, dan ada efek berkepanjangan juga, lyara tidak bisa mengingat jelas orang – orang yang baru saja dikenalnya atau ditemuinya jika hanya satu kali pertemuan, Dia butuh Tiga kali pertemuan baru Dia akan mengingatnya, dengan catatan berturut – turut,”
“Ham,, apa Kau pernah mendengar cerita dari lyara tentang teman yang ditemuinya saat dirumah sakit, seorang teman yang diajaknya untuk menjahili dokter dan suster??” hamdi kembali mencoba mengingat kemudian mengangguk “Ya, revan pernah bercerita padaku dengan kesal, karena adik kecilnya yang terlihat manis itu sangat nakal dan jail,” dias menatap hamdi mengguncangkan pundak hamdi. “Itu dia !! lana sebenarnya sudah mengenal lyara !! dan lana melihat gadis itu !! itu yang membuat lana ingin keluar dari rumah !! tapi lana sedih karena lyara tidak mengingatnya !! dan memilih memulai dari awal, lana mencintai lyara sejak pertama Mereka bertemu !! namun lyara kecelakaan dan amnesia, melupakan semua tentang lana di masa kecilnya,” hamdi melepaskan tangan dias dari bahunya, menghembuskan nafas kesal. “Iya, Aku tahu itu kesimpulannya”
“Bantu Aku hamdi, bawalah lyara ke rumah,, hanya lyara yang bisa membujuk lana, hanya lyara yang bisa menolong lana, Ku mohon lana benar – benar menyedihkan sekarang..” hamdi menghela nafas panjang “Apa keluargamu akan menyetujuinya?? Apa Mereka akan mengijinkan lyara untuk menemui lana, lyara yang nota bene sudah membuat lana menjadi pemberontak??” bahu dias melemas “Aku bisa menjaminnya, Ham.. Aku benar – benar tidak tega melihatnya seperti ini,” hamdi kembali menghela nafas panjang “Bukannya seperti itu Yas, Aku mau saja membantu, begitupun dengan lyara,, tapi Aku tidak mau menerima resiko kalau lyara terkena tamparan atau dicaci, lyara belum pernah diperlakukan seperti itu, dan Aku akan sangat marah jika lyara diperlakukan seperti itu, selain itu kesehatannya juga belum stabil, Dia masih menjalani berbagai terapi sampai sekarang, Mereka berdua sama – sama rapuh,” dias menunduk berfikir, benar juga apa yang dikatakan hamdi Dia tidak bisa menjamin jika lyara akan diterima dengan baik, dias menghela nafas lelah. “Terus Aku harus bagaimana?? Bagaimana bisa lana hanya menggantungkan kehidupannya pada selang infus?? Aku sungguh tidak tega melihatnya,,” hamdi terdiam kepalanya mendongak saat mendengar keributan di tengah lapangan. Hamdi menghambur, dadanya berdegup kencang Dia merasa sangat khawatir. “LYARA !!!” teriakan hamdi terdengar panik, mengambil alih tubuh lyara dari guru olahraganya, hamdi menggendong lyara yang sudah terpejam membawanya jauh dari kerumunan sesampainya di parkiran Dia meminta tolong satpam untuk membuka pintu mobilnya, kebetulan Dia membawa mobil hari ini setelah memastikan lyara aman, hamdi segera berlari dan mendudukkan diri di belakang kemudi, Dia tahu harus membawa lyara kemana, sangat tahu.
            Hamdi duduk dengan gelisah, sembari terus merutuki dirinya sendiri dan memukul – mukulkan kepalanya ke tembok, hamdi memijat pelipisnya yang terasa berdenyut sudah hampir Tiga jam lyara ditangani dan selama Tiga jam itu pula hamdi cemas. Suara pintu terbuka membuat hamdi mendongak, mencoba tersenyum saat orang yang sangat dikenalnya itu menghampirinya. “Bagaimana Om??”
“Tidak apa hamdi, hanya terlalu lelah.. istirahat Dua atau Tiga hari juga pasti baikan, apa tadi lyara ikut pelajaran olahraga??” hamdi mengangguk ragu “Maaf,”
“Tidak apa – apa, yang penting sekarang lyara tidak apa – apa, tidak ada yang serius,” dan ucapan itu membuat hamdi menghela nafas lega. “Kamu istrahat saja dulu, ganti bajumu, Om dharma gak akan marah sama Kamu, lyara biarkan istirahat kondisinya juga masih harus dikontrol, kalau lyara siuman Om pasti akan ngabarin,” hamdi mengangguk lesu “Baiklah,” hamdi akan melangkah saat seorang suster menghampiri dokter yang merupakan pamannya itu. “Dokter !! dokter fandi membutuhkan bantuan Anda !! adiknya kambuh sangat parah dok !!” tanpa kata pamannya berlari – lari kecil, hamdi mengikuti dengan penasaran. Dan kaki hamdi membeku saat melihat dias terlihat sangat  terpukul, hamdi menghampiri sahabatnya menepuk pundaknya pelan, dias menoleh tatapannya berubah marah dan langsung menghujani hamdi dengan pukulan. “Kenapa Kau tak mau membantu !! kalau Kau membantu lana tidak akan berakhir seperti ini,, !!” hamdi menghela nafas panjang memegang tangan dias yang mencengkeram kerah seragamnya, “Bukan itu masalahnya, lyara juga drop Dia juga tidak bisa menolong, Kamu fikir lyara baik – baik saja setelah mengetahui kalau lana sakit??” dias terdiam “Lyara belum sembuh total Yas !! lyara gak boleh nangis terlalu lama, kalau saja semua orang itu peka dan tahu, kalau sebenarnya lyara selalu ingin menangis saat melihat lana, tapi lyara mencoba tersenyum, kalau lana drop itu bukan salah lyara, lana drop karena Dia tertekan,” bukannya mereda dias malah semakin beringas, hamdi yang tadi tidak melawan kini melawan namun sebuah teguran membuat hamdi menghentikan aksinya. “Hamdi !!!” hamdi mengenal suara itu, itu suara kakeknya pemilik rumah sakit ini hamdi mundur “Ini rumah sakit anak muda,” sang kakek menepuk pundak hamdi yang naik turun seirama dengan deru nafasnya. “Dia yang memulai Kek,” hamdi menjawab “Perhatikan etikamu hamdi, sekarang temui lyara, Dia sudah siuman..”
“Tapi...”
“Tidak ada kata tapi hamdi,” hamdi mengangguk “Dan tolong kek, tolong ajari Mereka bagaimana cara memperlakukan orang sakit dengan benar,” ucapan hamdi membuat dias kembali emosi namun segera redam saat tangannya dicekal. “Sudah, apa yang dikatakan hamdi benar, seseorang akan drop saat dia tertekan dan merasa sangat kelelahan, atau bisa dikatakan tidak menikmati hidupnya,” dias merenung “Kau hanya terbawa emosi anak muda, Kau terlalu takut sehingga Kau memukul temanmu sendiri, Aku tidak akan menghukummu karena sudah memukul cucuku di depan mataku, tapi perbaikilah emosimu,” pria yang di perkirakan usianya lebih dari setengah abad itu memasuki ruangan dimana lana terbaring memperjuangkan kesempatan hidupnya.
            Lyara meringis saat melihat hamdi meringis karena sedang di obati oleh suster jaga. Suster itu tertawa pelan “Kamu ini Ham, ada – ada saja berkelahi kok dirumah sakit, gak takut dimarahin Tuan besar??” celetukan suster itu membuat hamdi mendelik dan membuat lyara tertawa kecil. “Kakak ini ada – ada saja, Kakek tidak marah??” hamdi menatap wajah pucat lyara, kemudian menggeleng “Kakek ada pasien yang harus ditangani,”
“Parah??” hamdi mengangguk “Lana,” dan jawaban hamdi sukses membuat mata lyara nyaris keluar matanya berkaca – kaca, air mata siap menetes, hamdi bangkit dari duduknya “Jangan menangis, Kakak mohon jangan menangis lagi..” hamdi menyeka air mata lyara, lyara tidak boleh menangis dalam kondisi seperti ini. Lyara mengangguk “Bawa Aku padanya Kak,” hamdi menggeleng “Tidak bisa lyara, kondisimu masih lemah,” hamdi mencoba mencegah “Kakak mohon lyara,, kakak akan disini jaga Kamu, tapi kakak mohon kali ini aja nurut sama Kakak,” hamdi menangkupkan kedua tangannya di pipi lyara, mencoba memohon. “Sudah cukup Dua kali Kamu menangis dan pingsan di pelukan Kakak,” suster yang sangat mengenal lyara itu juga khawatir. “Iya, lyara jangan menangis..” lyara menurut “Sekarang Kamu istirahat saja yaa, jangan mikir yang aneh – aneh”  lyara mengangguk, kembali berbaring.
            Dias menatap keluarganya ragu, Dia merasa menyesal karena sudah marah pada hamdi tadi, itu artinya lyara dalam bahaya.
“Yas !! Kamu bisa jelasin ini semua kan??” lita angkat bicara, ditatapnya sang adik yang babak belur itu tajam. Dias menghela nafas panjang. “Yas ! tolong beritahu Kami, apa yang membuatmu marah dan berkelahi tadi??” kini suara sang bunda yang terdengar lembut menyapa gendang telinganya, membuatnya luluh, wanita yang baru saja berhenti menangis itu terlihat menyedihkan. Dias kembali menghela nafas panjang “Hamdi teman Dias,” dias mencoba memulai “Dias meminta bantuan hamdi untuk membujuk lana makan, tapi hamdi menolak dan malah meninggalkanku, Aku sangat marah padanya saat tahu lana semakin drop,”
“Memangnya apa hubungan hamdi dengan lana??” pertanyaan sang bunda membuat dias mengumpulkan oksigen sebanyak – banyaknya. “Hamdi adalah sepupu gadis yang lana cintai, saat itu lana hanya menginginkan gadis itu berada di dekatnya, karena dengan adanya gadis itu disampingnya lana merasa lebih baik, lana seakan melupakan rasa sakitnya, lana selalu tertawa saat bersama gadis itu, tersenyum dan jahil,” Mereka sama – sama diam, dias kembali menghela nafas panjang “Nama gadis itu lyara, dan lyaralah alasan kenapa lana selalu ngotot ingin sekolah,”
“Kurang ajar!! Dimana gadis itu ??” teriakan sang Ayah membuat dias gentar, membenarkan hipotesa hamdi tentang orang tuanya. “Dia disini, sakit, memangnya kenapa Ayah??” dias mencoba bertanya meskipun sebenarnya Dia tahu betul apa jawaban yang akan diberikan sang Ayah. “Menemui gadis itu dan memintanya pergi dari kehidupan lana,” dias menelan salivanya mencoba menatap sang Ayah “Itu sama saja dengan meminta lana pergi lebih cepat,” sanggahan dias membuat Mereka termenung “Karena lyara adalah semangat hidup lana, mungkin lyara tidak akan membuat lana sembuh total, tapi setidaknya membuat lana menikmati hidupnya, membuat lana bertahan lebih lama, sebelum nanti pada akhirnya lana akan pergi, lana hanya perlu dukungan itu saja, Dia ingin melakuan apa yang Dia mau, dan lana sangat tahu mana yang boleh dan tidak boleh dilakukannya,” dias menunduk Dia tidak tahu darimana Dia mendapatkan kata – kata itu, yang jelas Dia akan meminta maaf kepada hamdi sekaligus berterima kasih padanya. “Bagaimanapun juga meskipun lana sering keluar masuk rumah sakit dan seringkali berada di ambang kematian, lana tetaplah ciptaan Tuhan yang memiliki hati dan perasaan, biarkan Dia jatuh cinta,, Dia akan tahu sampai batas mana cinta itu,” dias bergumam pelan, teringat ucapan hamdi tempo hari dan gumaman yang menurut dias pelan itu masuk kedalam hati kedua orang tuanya dan kedua kakaknya, membuat pikiran Mereka terbuka lebar. “Ajak gadis itu menemui lana,”
            Lana koma, dan kenyataan itu membuat keluarganya terpukul, merasa bersalah, saat ini di depan kamar rawat lana kedua orang tuanya saling berpelukan juga dias yang memeluk lita kakaknya. Lyara mendongak menatap hamdi yang bertugas mendorong kursi rodanya, sebenarnya lyara bisa berjalan sendiri namun kakek dan pamannya memaksanya menggunakan kursi roda, masih dalam masa pemulihan kata Mereka, membuat lyara mendengus sebal. “Kak,” panggilnya pelan, nyaris berbisik hamdi menatap lyara “Kakak yakin??” hamdi mengangguk mantap “Tapi...”
“Apa Kamu nggak mau menjenguk teman yang sakit??” lyara berfikir sebentar. Hamdi menghela nafas panjang mendorong kursi roda lyara mendekati dias, dan seperti biasa hamdi selalu menepuk bahu dias “Yas!!” dias mendongak mendapati hamdi tengah tersenyum manis kepadanya. “Aku membawakan obat lana,” mendengar kata itu membuat lyara mencubit pinggang kakak sepupunya kuat – kuat . “Aw.. Lyara.. sakit tahu!!” pekikan hamdi cukup keras ternyata membuat pak hari dan bu jingga menoleh, begitupun dengan lita. Hamdi tersenyum kikuk, malu. Sedangkan dias menatap lyara yang menatapnya bingung “Aku sepertinya pernah melihatmu?? Tapi kapan yaa??” pertanyaan lyara membuat dias membenarkan ucapan hamdi. Sedangkan hamdi menghela nafas panjang, “Wajahnya kan pasaran, jadi mungkin Kamu pernah melihatnya di pasar atau pasar malam,” jawaban hamdi membuat dias mendelik sedangkan lyara masih memasang ekspresi bingung. “Lyara kan??” suara pak hari membuat lyara menoleh, mengerenyitkan dahi bingung. Hamdi yang sadar dengan itu langsung bertindak “Ini keluarga lana Ly, ini Ayahnya dan Itu Bundanya, sedangkan wanita itu Kakak perempuannya, dan teman Kakak itu juga Kakak lana, ada satu lagi Kakak lana di dalam lagi sama Om Farhan,” penjelasan hamdi membuat lyara melongo. “WOW, benarkah?? Menyenangkan sekali menjadi lana, Dia pasti tidak akan merasa kesepian, lana mempunyai Tiga saudara, bahkan keluarga Kita yang anaknya paling banyak Cuma Kakek sama Nenek,” celetukan lyara yang terlihat kagum itu membuat pak hari, bu jingga dan lita tersenyum. “Memangnya Kamu berapa bersaudara??”
“Dua Tante, tapi Kak revan udah meninggal” tidak ada kesedihan dalam nada bicara lyara, seolah – olah apa yang baru saja dibicarakannya adalah berita bahagia, membuat Mereka tiba – tiba merasa tertampar. Hamdi hanya tersenyum melihat respon keluarga itu, menatap dias yang tengah menatapnya tidak percaya. Suara pintu terbuka membuat Mereka mengalihkan perhatian ke arah pintu, mendapati Dua orang berseragam dokter baru saja keluar dari ruangan. “Ya ampun lyara ?? kok sudah jalan – jalan??” salah seorang dokter itu segera menghampiri lyara, menangkupkan kedua telapak tangannya ke kedua pipi keponakannya cemas. “Lho?? Bukannya tadi Om juga mengijinkan?? Asal lyara pakai kursi roda,” respon hamdi membuat dokter itu menepuk dahinya kemudian mengacak rambut keponakannya gemas. “Maafkan Om, Om kira Kamu masih saja masuk ambang kematian,” ucapan dokter itu membuat lyara mendelik. “Aku sudah sehat Om,” pernyataan lyara membuat dokter itu tersenyum “Mungkin Om lelah, Om mau istirahat sebentar,”
“Itu lebih baik, dari pada mengira kalau Aku akan mati,” celetukan lyara yang terdengar ketus itu membuat dokter itu kembali mengacak rambut lyara dan mengecup dahi keponakannya itu lembut kemudian berlalu. dias menatap adegan itu dengan bingung begitupun dengan keluarganya Jadi seperti itu cara memperlakukan orang sakit?? Tetap terlihat baik – baik saja dan membuat si orang sakit marah atau tertawa itu yang tiba – tiba muncul dalam benak mereka. Suasana hening, hanya suara gerutuan lyara yang kerepotan membenahi rambut panjangnya di bantu hamdi. “Ham” panggilan dias membuat hamdi menoleh, menghentikan aktivitasnya membenahi anak rambut lyara yang berantakan. “Ada apa??”
“Sepertinya lana membutuhkan obatnya,” dias menatap satu persatu anggota keluarganya, yang perlahan juga mengangguk. Hamdi tersenyum, “Ly, katanya Kamu mau menjenguk teman semejamu??” pertanyaan hamdi membuat lyara menghentikan gerutuannya. “Memangnya boleh??”
“Tentu saja,” bukan hamdi yang menjawab tapi pak hari, membuat lyara mengangguk antusias, “Sekarang Kak !!” hamdi terkekeh mendorong kursi roda lyara menuju kamar rawat lana.
            Lyara menatap sedih lana yang terbaring dengan alat – alat medis yang menguasai hampir seluruh tubuhnya itu. “Kakak tinggal dulu yaa,” hamdi berlalu setelah memberhentikan kursi roda lyara tepat di samping bangsal. “Hey, teman semeja tak diundang,” sapa lyara jail, namun tidak ada respon “Kau tahu, Aku marah mendengarmu sakit.. tapi Aku juga senang kalau melihatmu lebih baik, meskipun Aku tidak tahu apakah yang seperti ini lebih baik atau tidak,” lyara menghela nafas kesal, memberanikan diri memegang tangan lana. “Kamu semakin membuatku kesal, sungguh !! Kamu pikir Aku sedang berbicara dengan robot?? Ayolah respon ucapanku ini ,, atau kalau tidak Aku akan benar – benar sangat marah padamu,” lyara menghentakkan begitu saja tangan lana yang terkulai, lyara kembali menghela nafas kesal “Apa suaraku tidak berarti buat Kamu?? Oke, maafkan Aku kalau Aku datang kepadamu dengan rambut seperti ijuk, Aku belum sempat menyisirnya lagi,, Kau tahu ini perbuatan siapa??” lyara berdecak “Kau pasti tidak tahu, kalau orang yang sudah menjejal – jejalkan kepadamu alat – alat ini yang membuat rambutku berantakan,” suasana hening, lyara berhenti berbicara banyak berbicara membuat nafasnya tidak beraturan. Lyara berfikir sebentar kemudian tersenyum nakal, Dia bangkit dari kursi rodanya, memang sempat akan jatuh, mengingat betapa tubuhnya masih terasa lemas, dengan usil lyara menyentil telinga lana. Membuat tidur tenang lana terusik. Lana membuka matanya pelan, mendapati lyara tengah tersenyum jenaka kepadanya. “Kau bangun juga,”
“Kaukah itu Lyara??” lyara mengangguk antusias, senyumnya mengembang lucu, membuat lana mau tidak mau terkekeh. Melupakan selang infus di tangan kanannya, lana mengacak rambut lyara gemas. “Terima kasih,” ucapan lana yang terdengar lirih itu membuat lyara mendelik. “Terima kasih?? Yaya.. boleh – boleh, dan terima kasih juga karena sudah membuat rambutku terlihat seperti rambut kuntilanak,” lana kembali terkekeh menatap wajah lyara yang sedang kesal. “Aku akan mengajakmu berpiknik lagi, sebagai ganti karena sudah membuatmu marah dan kesal,” ucapan lana membuat lyara kembali tersenyum jail “Tapi kali ini Aku yang menentukan tempatnya,” lana mengangguk membuat lyara bersorak senang.
            Hamdi yang tidak benar – benar keluar dari ruangan itu tersenyum lega, lyara selalu berhasil membuat siapa saja menurut, hamdi keluar memberitahukan kabar gembira ini kepada keluarga itu. “Lana sudah sadar,” ucapan hamdi membuat keluarga itu menghela nafas lega. “Apa Kalian tidak mau mengunjunginya??” keluarga itu terdiam membuat hamdi semakin bingung. “Lana sedang membenci Kami,”
“Biar Ku tanyakan,” hamdi berinisiatif untuk bertanya, Dia kembali masuk menghampiri lyara dan lana yang masih asyik bercengkrama. “Kau sudah bangun rupanya, apa Kau mau bertemu keluargamu??” mendengar itu membuat lana memalingkan wajahnya “Tidak,” jawaban lana membuat lyara mengangguk paham. “Terkadang kalau Aku lagi ngambek Aku juga gak mau nemuin Mereka, tapi pasti ada satu orang yang berhasil meluluhkan hatiku, Kak hamdi,” ucapan lyara membuat hamdi tersenyum manis, Dia tahu siapa yang bisa membujuk lana.
            Dias menatap wajah pucat adiknya bimbang, disampingnya hamdi terus mendesak untuk berbicara kepada lana. Dias menghela nafas panjang, menggantikan posisi lyara, sedangkan lyara di tarik mundur oleh hamdi. “Lana, maaf, lyara tidak bisa berlama – lama, ada pemeriksaan lagi untuknya,” hamdi berkata dengan nada penuh penyesalan. “Sebenarnya Aku masih ingin di sampingmu, tapi.. maaf Aku hanya ingin Kamu menepati janjimu dan tidak boleh mengingkari,” lyara tersenyum, tangannya melambai lucu, membuat lana tersenyum manis ikut melambai sampai hamdi dan lyara benar – benar pergi dari kamar rawatnya. Suasana hening membuat dias semakin ragu. “Ada apa Kak??” dias menoleh, menatap adiknya yang terlihat lebih segar itu, lalu tersenyum “Kamu tahu siapa yang melahirkan kita?? Yang sudah merelakan tubuhnya untuk disinggahi kita,” lana terdiam “Bunda,” dias mengangguk senang “Kamu sudah tahu arah pembicaraan Kakak kan??” lana menghela nafas panjang, mengangguk pelan. “Ya,”
“Kamu mau maafin Mereka?? Nemuin mereka??” lana terdiam sebentar, berfikir.
            Hamdi membelai rambut lyara lembut, mata lyara terpejam pamannya sengaja membuat lyara tertidur karena lyara terus menangis. “Aku gak tahu kenapa Kamu masih sanggup menahan air matamu, padahal setelah kamu tidak melihatnya kamu selalu menangis,” hamdi menghela nafas panjang menyelimuti lyara kemudian mengecup dahi lyara, Dia harus pulang membawakan baju ganti untuk lyara, besok lyara sudah boleh pulang.
            Waktu berlalu, detik demi detik berjalan cepat tak ada yang sempat menghindar semuanya terasa begitu asing dan gelap. Waktu berlalu perjalanannya begitu kejam dan terjal, tidak peduli. Waktu berlalu dan waktu itu pula meninggalkan luka lama yang terbuka kembali. Hamdi menghempaskan tubuhnya di atas ranjangnya yang beberapa hari ini tidak Dia tempati, setelah mengambil baju ganti hamdi memutuskan untuk mengunjungi rumahnya sebentar. Dan saat ini hamdi tengah menatap kosong langit – langit kamarnya yang di hiasi banyak stiker dengan warna biru elektrik, potongan kertas berbentuk bintang itu membuat hamdi mengingat masa kecilnya, begitu bahagia damai dan penuh keceriaan. Hamdi kembali menghela nafas panjang, perhatiannya beralih kepada sebuah bingkai foto yang terpajang di meja belajarnya, foto keluarganya. Hamdi menyeka sudut matanya yang basah, Dia ingat saat itu sekitar Lima tahun yang lalu sebelum kedua orangtuanya memutuskan untuk menetap di luar negeri dengan membawa serta adiknya, meninggalkannya sendiri di rumah bersama seorang pelayan yang siap membantunya. “Ayah, kenapa Aku tidak boleh ikut??” hamdi yang saat itu masih SD dan akan masuk SMP mencoba merengek. “Kamu tetap disini, sampai Kamu bisa memperbaiki sikap Kamu dan juga nilai – nilamu, jadilah seperti revan,” hamdi berteriak frustasi saat kembali mengingat memori itu. Sejak saat itu Dia tidak pernah melihat kedua orangtuanya lagi, Mereka hanya menelfon Satu bulan sekali untuk memastikan apakah uang yang Mereka kirimkan cukup atau tidak, selebihnya hanya basa – basi. Selama ini kedua orang tua lyara yang benar – benar memperhatikannya, bergantian mengambil raport lyara dan dirinya. Hamdi merenung sesaat. “Tuhan itu adil kok, Dia gak akan ngasih cobaan melebihi kemampuan makhluknya,”  hamdi teringat kata – kata yang selalu Dia lontarkan saat melihat kedua orang tua lyara bersedih melihat lyara kambuh, kata – kata yang juga Dia lontarkan untuk dirinya sendiri. Mendadak hamdi merasa sedih, hamdi kembali menghela nafas panjang, memejamkan matanya, Dia butuh istirahat.


To Be Continue...
 #Khichand_Lee

Tidak ada komentar:

Posting Komentar