Lost
Hari sudah beranjak siang saat lyara dan
segerombol temannya datang ke aula tempat PPDB sebuah SMA favorit untuk
mendaftar. Rombongan, dari sekolah yang sama. Lyara berhenti melangkah saat di
depan pintu, mengamati seseorang yang tengah berdiri membelakanginya, tangan
kirinya di blebat perban membuat hati lyara tiba – tiba terenyuh. Lyara memang
seseorang yang gampang iba jika melihat orang lain menderita, oleh karenanya
lyara tidak mau melihatnya, lyara selalu ingin berpaling, pura – pura tidak
peduli, meskipun sebenarnya lyara tak mampu menahan perasaannya. Namun kali ini
lain ceritanya, lyara tetap mematung di ambang pintu, menatap punggung tegak
yang bergerak gelisah, tidak nyaman. Dan tatapan lyara mendadak beku saat orang
itu berbalik dan menatapnya lama, nyaris tidak berkedip. “Lyara !!” suara teman
– temannya membuatnya berjengit kaget, Dia mengelus dadanya pelan. “Ada apa??”
pertanyaan lyara di balas tatapan malas teman – temannya. “Kau menghalangi
Mereka, dan juga menghalangiku...” suara berat seseorang membuat lyara menoleh
dan terkejut saat melihat siapa yang ada di depannya, dengan gerakan seperti
robot lyara menggeser tubuhnya, membiarkan teman – temannya masuk. Lyara
menyusul saat salah satu temannya memanggilnya, namun langkahnya terhenti saat seseorang
mencekal lengannya lembut. “Senang melihatmu disini, lyara.. dan jangan lagi
mempermalukan dirimu di depan semua orang..” orang yang tidak sama sekali lyara
kenal itu tersenyum, mengacak rambut lyara kemudian berlalu dengan langkah
terpincang. Lyara yang sadar dengan itu berbalik. “Apa Kau perlu bantuan???”
orang itu juga berbalik, menatap lyara kembali tersenyum tipis. “Tidak perlu,
sana pergilah mendaftar.. dan saat seleksi Kau harus lolos, agar Kita bisa
bertemu lagi,” lyara tersenyum kaku, memandang kepergian orang itu dengan alis
bertaut. “Aneh,” gumamnya pelan. “Lyara !!” panggilan itu membuatnya sadar dan
segera masuk ke dalam aula untuk mengisi formulir pendaftaran seperti yang
lain.
Suara
pintu terbuka membuat semua kepala yang ada di ruang keluarga mendongak,
kemudian sama – sama menghela nafas lega. Sedari tadi orang yang berkumpul di
ruang keluarga itu cemas dengan keadaan salah satu anggota keluarganya.
“Lana..Kau hampir membuat jantung Kami copot,
karena Kau pergi,” Lana, orang yang ditunggunya sedari tadi hanya tersenyum
“Ayah dan Bunda tahu?? Aku menemukan lana tengah tersenyum sendiri di halte
dekat sekolahku,” Dias, sang kakak menimpali dengan kesal di selingi godaan
kepada adik bungsunya itu. “Untuk apa Kamu ke sana Sayang??” wanita paruh baya
itu menuntun lana, yang sedari tadi diam agar duduk diantaranya dan suami.
“Mendaftar, Bunda” jawaban singkat itu membuat perempuan yang duduk di
seberangnya menurunkan majalah yang sedang dibacanya, Lita kakak lana yang masih
kuliah itu melotot. “Bagaimana bisa?? Kau masih sakit lana !! Kak fandi pasti
gak akan ngijinin kamu sekolah dulu, dias !! suruh gurumu untuk tidak
meloloskan lana di seleksi masuk,”
“Kak..”
“Iya Lan, Kamu gak harus sekolah tahun ini,
pedulikan kesehatanmu dulu,,” sang Ayah angkat bicara. “Ada apa Lit,, kok
manggil nama Kakak??” suara seseorang membuat mereka menoleh, mendapati fandi
putra sulung keluarga itu tengah mengeringkan rambutnya. “Lana akan sekolah,”
“Owh, baguslah itu artinya Dia sudah jauh lebih
baik kan??”
“Fandi, lana belum benar – benar pulih, dia
tidak bisa pergi ke sekolah..”
“Ayah,, Aku akan baik – baik saja, Aku janji
sama Kalian semua, kalau Aku akan baik – baik saja.. Ku mohon, jika dalam
beberapa bulan Aku tidak baik – baik saja, Kalian boleh mencegahku dan Aku akan
kembali homescholing,” lana mencoba memohon, matanya menatap satu –
persatu anggota keluarganya yang kemudian menghela nafas panjang, mengangguk,
tidak bisa menolak. “Kamu gak perlu ikut MOS, biar nanti Kak dias yang minta
ijin, dan gak boleh ikut kemah,” titah ayah, membuat lana kembali berfikir.
“MOS tidak akan menyiksa kan Kak??” tanyanya kepada dias yang masih berseragam
putih abu. “Lana... turuti saja, atau Aku akan mengatakan kepada kepala sekolah
untuk tidak perlu meloloskanmu,” lana menghela nafas panjang, kemudian
mengangguk lesu dan beranjak pergi dengan tertatih. “Anak itu keras kepala,”
cibir lita kesal “Kenapa ayah bisa mengijinkannya??” sambung lita menatap penuh
tanya pada ayahnya “Kau juga menyetujuinya, Lita.. ingat?? Kau ikut
menganggukkan kepala,” bukan ayah yang menjawab melainkan fandi yang masih
sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk. “Tatapannya selalu membuat siapapun
terhipnotis,” lita memutuskan kembali membaca majalah. “Kurasa lana sedang
jatuh cinta,” ucapan dias membuat lita kembali menurunkan majalahnya dengan
mata melotot, fandi menghentikan aktivitasnya sedangkan kedua orang tua Mereka
mengguratkan wajah cemas.
Lyara
memandang papan pengumuman kesal, Dia menemukan namanya di urutan kedua, urutan
pertama di duduki oleh seorang laki – laki. Dia lulus, namun Dia tidak
menemukan pria yang tempo hari dilihatnya di ruang PPDB. Lyara menjauh dari
kerumunan yang membuatnya semakin sesak. Lyara memutuskan untuk jalan – jalan
sebentar. Setelah merasa lelah karena sedari tadi berjalan, lyara memutuskan
untuk duduk di sebuah bangku di taman belakang sekolah. Lyara menghela nafas
panjang, merogoh tasnya kemudian mengambil novel dan Ipod lengkap dengan
earphonenya. Lyara memutar play list, kemudian membuka novelnya mulai membaca.
Tanpa lyara sadari, dari jauh ada yang memperhatikannya diam – diam. “Lyara !!”
seseorang berteriak memanggil nama lyara, namun lyara yang masih asyik dengan
dunianya tidak mendengar. “Dasar lyara, kalau udah ngedate sama buku, gak
peduli keadaan sekitar, mau gempa seratus juta sekala ritcher gak bakal deh tuh
anak sadar, meskipun gunung gunung udah pada meletus gara – gara manggil Dia
!!” cerocosan panjang gadis dengan ikat ekor kuda itu malah membuat gadis yang
sedari tadi berteriak memanggil lyara mendengus sebal, dengan kesal gadis
dengan name tag Aira itu melepas earphone di telinga lyara, membuat lyara
berjengit kaget untuk sementara, namun segera kembali tenggelam dalam
bacaannya. “Ikh, lyara !! sebel deh !!” gerutuan aira membuat lyara terkekeh,
begitupun dengan dea, gadis dengan ikat ekor kuda tadi. “Ada apa sih Ra?? Kok
tumben, sampai maksa gitu,??” goda lyara kepada sahabatnya itu. Sedangkan dea
kembali terkekeh “Jangan menggodanya, Lyara.. bukankah Dia selalu sebal saat
Kamu mulai selingkuh dengan buku??” celetukan dea membuat tawa Mereka pecah.
Lyara
melangkah lesu di sepanjang koridor, hari ini adalah hari terakhir MOS, lyara
lega mendengarnya karena sejak kemarin Dia sangat kerepotan. Sebagai anak
tunggal yang tidak mempunyai saudara baik Kakak maupun adik membuat lyara
terpontang – panting, untungnya ada sepupu – sepupunya yang siap membantunya
membuat barang – barang MOS yang banyak itu, meskipun pada akhirnya berakhir di
tong sampah. Lyara berdesis kesal, bukannya membuang lyara malah menyimpannya
sebagai kenang – kenangan. “Lyara !!” panggilan seseorang membuatnya menoleh,
kemudian tersenyum saat mendapati kakak sepupunya menghampirinya. “Ada apa
Kak??”, hamdi sepupu lyara menghela nafas panjang. “Hari ini pulang sama Kakak
yaa,, tadi Om Dharma sama Tante Nirma telfon, katanya gak bisa jemput Kamu,
Mereka udah coba nelfon Kamu tapi tidak diangkat,,” hamdi menyeka peluh di
pelipisnya dengan tisu yang disodorkan lyara. “Kan bisa naik angkutan umum
Kak,” hamdi mendengus sebal. “Apa Kamu pikir Mereka akan membiarkannya begitu
saja?? Mereka bisa marah tujuh hari tujuh malam sama Kamu, dan akan ngurung
Kamu lagi di rumah,” ucapan yang mendekati ancaman itu membuat wajah lyara lemas.
“Yaah.. kok gitu sih,,??”
“Mau gak mau,” lyara akhirnya mengangguk lesu
“Iyadeh, pulang sekarang yaa, soalnya Aku capek banget,” hamdi mengangguk,
menuntun sepupunya ke parkiran namun perjalanannya terhenti saat ponselnya
berbunyi. “Angkat dulu Kak,” pria dengan pakaian OSIS dengan pita biru di
lengan kanannya yang menandakan bahwa Dia adalah panitia MOS itu menjauh dari
lyara untuk menjawab panggilan, sedangkan lyara menghembuskan nafas kesal.
Hamdi kembali menyimpan ponselnya setelah panggilan berakhir, menghampiri lyara
dengan raut wajah menyesal. “Ly.. Kita gak bisa pulang sekarang,” alis lyara
bertaut “Kenapa??” hamdi menatap wajah lyara gusar. “Kakak ada rapat lagi,”
“Rapat?? MOS kan udah selesai,”
“Buat kemah,” pundak lyara melemas bibirnya
mengkerucut. Sedangkan hamdi menghela nafas panjang merutuki dirinya sendiri
karena lupa ada rapat, dan langsung tertuju kepada lyara setelah Ayah dan Ibu
gadis mungil itu menelfonnya. “Dea sama Aira udah pulang??” lyara mengangguk
lemas. “Kamu mau kan nunggu??”
“Tapi boleh lepas ikat rambut gak??” hamdi
berfikir sebentar, benar saja rambut lyara yang biasa tergerai dengan poni
menyamping itu kini di kucir Dua dengan sisa rambut di beberapa bagian dengan
ikat rambut warna warni sesuai tanggal bulan dan tahun lahir, membuatnya mati –
matian menahan emosi melihat lyara kelelahan karenanya, dan tentu saja ikatan
rapi itu hasil tangan Tantenya, Ibu lyara. “Kaya’ gitu udah bagus kok,”
mendengar jawaban hamdi membuat lyara mendengus sebal. “Tapi berat Kak,”
“Emang Kamu bisa ngelepasinnya???” lyara
tersenyum jenaka kemudian menggeleng membuat hamdi mengacak poni lyara gemas.
Poni yang membuat lyara dihukum, ingin sekali hamdi berteriak marah kepada
temannya yang menghukum lyara untuk lari keliling lapangan, namun tatapan dan
senyum lyara meluruhkan amarahnya. “Kakak traktir deh sebagai gantinya.. Kamu
harus coba makanan paling tenar di seluruh pelosok Harapan, dan Kamu pasti
suka,” hamdi menuntun lyara ke kantin, sedangkan lyara menurut.
“Emang
gak dimarahin sama KETOS??” tanya lyara saat hamdi meletakkan semangkuk bakso
di depannya, hamdi tersenyum. “Apanya yang spesial??” tanya lyara kembali
menatap heran semangkuk bakso di depannya. Hamdi kembali tersenyum, memotong
bakso di mangkuk lyara menjadi kecil kemudian menyendoknya. “Buka mulutnya,”
lyara yang penasaran menurut, Dia membuka mulutnya membiarkan bakso yang
disuapkan hamdi masuk kedalam mulutnya yang mungil. Hening sesaat, lyara masih
asyik mengunyah sedangkan hamdi menatap lyara tak sabar. “Gimana??”
“Enak,” seru lyara girang, matanya bersinar
“Lagi,” hamdi kembali menyuapkan baksonya kepada lyara. “Nah sekarang Kamu
makan sepuas Kamu, Kakak mau rapat dulu,” lyara mengangguk rambutnya yang
dikucir Dua bergerak – gerak lucu membuat hamdi tersenyum gemas dan kembali
mengacak poni lyara, mengecupnya sebelum akhirnya berlalu, sedangkan lyara
mengangguk – anggukkan kepalanya senang.
“Siapa
Ham??” hamdi yang baru saja datang di Ruang OSIS dengan tergopoh mencoba
tersenyum “Cewek baru yaa?? Ciee yang langsung dapat,” hamdi menggelengkan
kepalanya “Sepupu,” jawabnya dingin dan melangkah menuju mejanya, meja
sekretaris. Dan jawaban itu membuat seseorang menghela nafas lega.
Lyara
masih asyik mengunyah baksonya di kantin, matanya bersinar ceria, rambutnya
terus bergerak kesana – kemari seiring dengan gerakan lyara, pipinya mengembang
lucu karena mulutnya penuh dengan bakso saat seseorang menghampirinya dan duduk
tepat di depannya. “Hey,” sapa orang itu yang mau tidak mau membuat lyara
mengalihkan perhatiannya mulutnya masih terus mengunyah dan kunyahannya
terhenti saat melihat tatapan orang dihadapannya, lyara segera menelan baksonya
kemudian meminum es jeruk pesanannya. “Siapa yaa??” tanya lyara heran membuat
orang yang berada di hadapannya melepaskan kaca matanya. “Ini Aku, lyara..”
lyara mengamati sebentar, tangan kiri di belebat perban dan kaki pincang. “Coba
Kau berjalan,” perintah lyara membuat orang dihadapanya mengerenyit. “Aku
lana,”
“Siapa?? Lana? Aku mengenalmu??” pertanyaan
lyara membuat alis orang dihadapannya bertaut. “Ruang PPDB, lyara..” lyara
menerawang mencoba mengingat sesuatu. “Akh,, Kau yang waktu itu kan?? Hey
kenapa Kau tidak ikut acara MOS?? Apa Kau senior??” lana, orang itu menggeleng.
“Tidak, Aku dapat dispensasi,” lyara hanya mengangguk kembali melanjutkan
makannya. “Apa Kau tidak mau makan?? Makanan ini sangat lezat, Pak !! Aku mau
satu lagi !!” lyara berteriak kembali memesan. “Kau membawa uang??” lyara
menggeleng. “Ponsel??” lyara juga menggeleng. “Tidak ada yang boleh membawa
uang lebih dari Lima ratus rupiah, dan tidak ada yang boleh membawa ponsel,” lana
mengangguk paham, pandangannya tertumbuk pada tumpukan mangkuk di samping gadis
itu. “Lantas Kau mau membayarnya dengan apa??” lyara kembali menelan baksonya.
“Aku di traktir.. jadi tidak perlu khawatir,”
“Kau rakus, Kau ingin besar yaa??” celetukan lana
yang mendekati ejekan itu membuat lyara menghentikan aktivitas makannya “Jangan
menghina, Aku memang mungil tapi bukan berarti Aku tidak besar,”
“Itu sama,”
“Tidak, mungil dan tidak besar itu berbeda,”
“Sama,”
“Beda, secara harfiah.. mungil itu kecil dan
identik dengan lucu sedangkan kecil itu identik dengan anak – anak,” lana
tersenyum menatap mata jenaka lyara yang bersinar ceria,keadaan hening hanya
suara dentingan sendok yang sesekali beradu dengan mangkuk.
Lyara
menggeser mangkuk terakhirnya, di ambilnya tisu dari tempatnya kemudian
disekanya mulutnya, lyara melongok ke arah jam dinding di kantin, hampir sore.
“Nungguin siapa??” tanya lana penasaran, menatap gadis yang terlihat mengantuk
itu. “Kakak,” jawab lyara sekenanya. “Lyara...” panggilan seseorang membuat
lyara menoleh, kemudian tersenyum senang. “Maaf lama,” lyara menggeleng “Tidak,
Aku ditemani..” ucapan lyara menggantung. Karena terlalu sibuk dengan
kedatangan hamdi lyara sampai tidak menyadari kalau lana sudah beranjak dari
tempatnya. “Ditemani??”
“Tadi, ada seseorang disini,”
“Siapa?? Tidak ada seorangpun disini, kecuali
Kamu dan Pak Adit,” lyara menghela nafas panjang kemudian mengangkat bahu tak
peduli, meskipun diam – diam kecewa. “Ya sudah, mungkin Kamu lelah, Kakak bayar
dulu yaa,” lyara mengangguk lesu, bibirnya melukiskan senyum jail. “LYARA !!!!
KAMU HABIS BERAPA MANGKOK???” teriakan histeris hamdi mengundang cengiran lucu
di wajah imut lyara, membuat hamdi menghela nafas lelah, Dia tidak bisa marah
kepada lyara.
Lana
duduk sembari tersenyum, seperti biasa Dia duduk di halte depan sekolah
menunggu bus yang akan membawanya pulang. Lana sungguh sangat bahagia hari ini,
pertama Dia berhasil kabur dari rumah dan pergi ke sekolahan, kedua Dia melihat
gadis itu bahkan menemani gadis itu dan yang ketiga Dia tidak ketahuan Dias,
kakaknya. “Lana??” dan senyum di bibirnya luntur saat seseorang menyapanya,
menatapnya yang memberikan tatapan datar kemudian menghela nafas lelah. “Ayo
pulang,” ajaknya lesu membuat lana bangkit menuju motor Kakaknya, memboncengnya
seperti biasa.
Lana
hanya menatap semua anggota keluarganya datar, seperti biasa. Sedangkan semua
anggota keluarganya menatapnya tajam. “Sudah ke berapa kali Lana???” tanya ayah
tegas, matanya tertumbuk pada putra bungsunya yang terlihat tidak peduli duduk
di seberangnya. “Kau membuat Kami panik saat tidak menemukanmu di kamar,,” Lita
angkat bicara, matanya terlihat sembab. “Kau baru saja kambuh parah Lana,
mungkin benar seharusnya Kamu fokus dengan kesehatanmu dulu,” kini fandi angkat
bicara, sorot matanya terlihat khawatir dengan adik bungsunya yang selalu
terlihat pucat itu. “Kami mencarimu, sayang..Kami mengkhawatirkanmu,,” Jingga,
wanita paruh baya penuh kasih itu duduk disamping lana, mengusap lembut rambut
lana. Lana menghela nafas berat “Ayah,, Ibu,, Kak, sudah Ku bilang Aku baik – baik saja, Aku sudah terbiasa
dengan semua ini,,, Aku hanya ingin sekolah di sekolah umum, ada sebuah alasan
kenapa Aku ingin melihat dunia luar, selain rumah ini..”
“Apa sayang??” lana menghela nafas, kemudian
bangkit “Seseorang yang selalu tersenyum di tengah tangisnya,, seseorang yang
lebih suka keheningan dari pada keramaian, seseorang yang Ku lihat selalu
melompat disetiap langkahnya, membuat orang yang mengikutinya kewalahan..
seseorang yang tidak tahu air mata kesedihan,, seseorang yang Aku harap tetap
tersenyum meskipun melihatku kesakitan..” hening “Senyumnya yang akan membuatku
tetap bertahan,” suasana benar – benar hening, hanya suara langkah lana yang
terdengar pelan dan isakan jingga, wanita penuh kasih itu menangis. “Hari,
lana..” semua yang ada disana menghela nafas panjang. Lana muak dianggap lemah.
Lyara
duduk merenung di depan jendela kamarnya, wajahnya Dia tempelkan di kacanya
kemudian menghela nafas bosan. Rinai – rinai hujan yang membasahi jendela
kacanya membuatnya kacau. “Tidak boleh keluar lyara,,, nanti..” suara sang Ibu
yang terdengar menyebalkan di telinganya masih bergaung, membuatnya menggerutu.
Lyara akan bangkit dan memilih tidur saat kaca jendelanya di ketuk, lyara
berbalik, penasaran. Hamdi tengah tersenyum manis di luar sana sembari memegang
bola, mengajak lyara bermain, lyara tersenyum sumringah kemudian melompat dari
jendelanya, menghambur ke pelukan hamdi dan bermain. Sedangkan Pak Dharma dan
Bu Nirma, pasangan paruh baya itu menatap pemandangan itu terenyuh, bahkan air
mata Bu Nirma menetes. Lyara, gadis itu meminta izin untuk bermain hujan –
hujanan saat rintiknya mulai membasahi bumi, Namun Mereka tidak mengijinkan
membuat lyara marah dan merajuk di kamar, tidak mau makan dan tidak mau menemui
Mereka. Hanya ada satu orang yang bisa meluluhkan hati lyara, Hamdi. Laki –
laki yang usianya terpaut satu tahun dari anak gadis Mereka itulah yang bisa
meluluhkan lyara, akhirnya Mereka menelfon hamdi meminta hamdi untuk membujuk
lyara makan. Hamdi datang dengan pakaian basah kuyup, membuat pak dharma dan bu
nirma khawatir dan merasa bersalah. “Izinkan saja, Om Tante... percaya sama
hamdi, lyara akan baik – baik saja, kemudian memaafkan Kalian,” dan pak dharma
dan bu nirma akhirnya mengangguk demi melihat putri semata wayang Mereka
melahap makanan kesukaannya.
Lyara
mengusap hidungnya yang memerah membuat hamdi tersenyum mengacak pelan rambut
lyara. “Lain kali jangan di ulangi yaaa,,” lyara mendengus “Kakak yang
mengajakku,” hamdi terkekeh kembali menyuapkan makanan kedalam mulut lyara.
“Kakak hanya memberimu pelajaran, kenapa om dharma dan tante nirma tidak
mengizinkanmu bermain hujan, Mereka terlalu takut jika Kamu sakit,, Kamu tahu
orang tua juga turut merasakan sakitnya,” ucapan hamdi membuat lyara termenung
“Jadi itu yaa?? Alasan kenapa Ayah dan Ibu melarangku?? Tapi kan Aku sudah
besar Kak,”
“Mereka tahu, tapi Kamu satu – satunya yang
Mereka punya, yang akan Mereka jaga sepenuh hati Mereka,, melindungimu dari
semua marabahaya, Mereka terlalu menyayangimu lyara,” ucapan hamdi kali ini
membuat lyara beranjak dari tempat tidurnya berlari kecil, menghiraukan hamdi
yang memanggilnya. Hamdi menyusul dan tersenyum manis saat melihat lyara
memeluk kedua orang tuanya. Hamdi menyeka air mata di sudut matanya, mendadak
Dia merindukan kedua orangtuanya, Diantara semua sepupunya hanya Dia yang
jarang dibelai orangtuanya, kedua orangtuanya bekerja di luar negeri mengajak
serta kedua adiknya yang masih kecil meninggalkannya sendiri di rumah dengan
pembantu dan mengirimkan uang setiap bulan, sebenarnya pak dharma dan bu nirma
sudah menawarkan kepadanya untuk tinggal dirumahnya sekalian menemani lyara
kalau – kalau Mereka ke luar kota, namun hamdi menolaknya. Suara dering
ponselnya membuat lamunannya pecah, kemudian tersenyum saat melihat siapa yang
menelfon. “Hallo.. Ibu, Aku baik,.. Aku masih dirumah om dharma, tidak
kurang,,, kapan Kalian liburan??” hamdi terlarut dalam obrolannya, baginya
seperti ini saja sudah cukup.
Lyara
terbangun saat bu nirma mencium keningnya dan membelai rambutnya pelan, lyara
menatap bu nirma penuh tanya. “Ada apa Ibu?? Ini masih pagi,” bu nirma menghela
nafas panjang. “Pagi ini hujan sayang, ini sudah jam Setengah Tujuh, Kamu
terlambat sayang..” dan ucapan bu nirma membuat lyara bergegas menuju kamar
mandi. “Kenapa Ibu tidak membangunkanku??”
“Ibu dan Ayah sudah melakukan segala cara untuk
membangunkanmu sejak jam setengah enam tadi, Kamu bilang ini hari pertama KBM
normal,” dan mengingat itu membuat lyara bergegas.
Lyara
berlari kecil di sepanjang koridor sembari menyimpulkan dasinya yang
berantakan, lyara menggerutu saat dasinya tidak terikat dengan benar, kalau
saja ada hamdi, sepupunya itu pasti akan dengan senang hati membantunya. Lyara
berhenti sebentar di depan pintu kelasnya, mengatur nafasnya merapikan
penampilannya, kemudian melangkah masuk menatap seluruh kelas kemudian menuju
kursi yang kosong, kembali mencoba menyimpulkan dasinya. Lyara mendesah saat
Dia kebagian tempat di pojok belakang dan sendiri dea dan aira tidak kebagian
satu kelas dengannya. Lyara memilih memainkan ponselnya, kemudian tersenyum
sendiri saat melihat pesan dari aira, dea dan hamdi. Ternyata mereka juga
berusaha membangunkannya tadi pagi, lyara tersenyum konyol saat menyadari apa
yang membuatnya bangun terlambat Dia membaca novel di laptopnya sampai malam,
lyara terkekeh pelan, kembali memasukkan ponselnya belum sempurna ponselnya
masuk kedalam tasnya Dia sudah terlebih dahulu terkejut saat tiba – tiba
seseorang sudah duduk disampingnya. “Kamu siapa??”
“Teman semejamu,” dan lyara hanya tersenyum
tipis, berusaha mengingat orang yang duduk disampingnya itu. “Lana??” orang itu
menoleh tersenyum manis “Kau mengingatku,” lyara hanya terkekeh lucu, membuat
lana mau tak mau mengacak poni gadis itu.
Lana
menyandarkan punggungnya di dinding koridor yang sepi, tangannya memegang
dadanya kuat. Ditengah pelajaran Dia meminta izin untuk pergi ke toilet karena
merasa ada yang tidak enak di tubuhnya. Lana menghela nafas lelah, sebenarnya
Dia membutuhkan seseorang untuk membantunya. “Lana !!” suara khas yang menyapa
indra pendengarannya membuat lana cepat – cepat menegakkan tubuhnya, berusaha
terlihat baik – baik saja. “Ada apa Ra??” tanyanya sembari menahan sakit, ulu
hatinya terasa sangat perih. Lana mengangkat alisnya saat lyara tidak bereaksi
apapun, hanya memandangnya penuh tanya, kemudian menyeretnya menelusuri
koridor. Lana yang tidak siap, terhuyung hanya mengikuti dengan langkah
terseret. Lyara menyeretnya menuju UKS. “Kau sakit??” lyara bertanya Dia
membuka lemari UKS mencari sesuatu. Lana menggeleng “Tidak,” lyara berbalik
menatap lana tajam “Kau berbohong,, coba Aku cek,” lyara menghampiri lana yang
ditidurkan paksa olehnya di ranjang, dengan gaya seolah menjadi dokter lyara
memakai stetoskop yang ditemukannya di lemari, kemudian meletakkannya di dada
lana, ekspresinya terlihat serius. “Kurasa Aku mendengar rintihan kesakitan
disini,, owh juga ada sedikit rasa kesal, Ini serius anak muda, seperti ada air
yang mengalir..” ucapan lyara yang terdengar polos itu membuat lana mau tak mau
terkekeh bahkan cenderung tertawa, melupakan rasa sakitnya. “Wah.. sekarang
seperti ada komedi putar di perutmu,, penuh suara tawa anak – nak pintar dan
lucu,” dan itu membuat tawa lana meledak. “Kau tertawa, apa sudah tidak
sakit??” lyara bertanya dengan mata penuh harap. “Darimana Kau belajar
dokter??” lyara terlihat berfikir sebentar. “Waktu Aku sakit dulu.. saat masih
kecil Aku dirawat oleh dokter yang menyenangkan bahkan Aku yang tadinya takut
dengan selang – selang kedokteran itu tertawa dan para suster itu berhasil
memasang selang – selang itu di tubuhku, dan Kau tau?? Aku tidak merasa sakit
sama sekali, meskipun kemudian Aku merasa kepalaku berputar setelah dokter itu
menyelesaikan leluconnya, sepertinya seorang suster berhasil menyuntikku dengan
obat bius,” dan cerita panjang lebar yang di lontarkan lyara membuat lana
kembali tergelak. “Owh iya, guru Sejarah menyuruhku mencarimu, karena Dia
bilang ada tugas kelompok penting, yang akan melibatkanmu,, bahkan tadi Guru
sejarah itu bilang akan mengadakan permainan dan harus ada Kau dan Aku
diperintah mencarimu, tapi Kau sakit..” dan itu membuat lana kembali tergelak,
lyara terlalu polos menurutnya tidak sedikit teman sekelasnya yang mengerjai
lyara. “Kenapa Kamu selalu seperti itu lyara???”
“Apa??”
“Kamu tahu?? Kamu sering dipermainkan, Kamu
terlalu polos lyara,,”
“Aku selalu asyik dengan duniaku, sebelum
bertemu denganmu.. tapi entah kenapa seteleh bertemu denganmu, masa kanak –
kanakku yang hilang seolah kembali,”
“Kau kehilangan masa kanak – kanakmu??” lyara
mengangguk, enggan membahas namun karena sudah terlanjur basah akhirnya lyara
meneruskan. “Masa kanak – kanakku, hanya lingkungan rumah dan rumah sakit,
tidak ada yang membiarkanku berlarian, dan bermain sendirian kalau tidak mau
Aku berakhir di rumah sakit, Mereka semua sangat berlebihan, Aku muak tapi
setelah kepergian Kakak satu – satunya yang Aku miliki Aku sadar, kalau Mereka
Cuma ingin melindungiku,” lana tersenyum pahit kisah lyara hampir sama
dengannya, Dia tidak bisa menikmati masa kanak – kanaknya dengan baik. “Tapi
Kau punya teman saat SMP,”
“Owh itu, Aku baru pindah saat kelas Dua,
itupun Aku merajuk supaya Aku diijinkan sekolah dan tidak Homeschooling, tidak ada bel, tidak ada
tugas berat, tidak ada kantin, tidak ada teman untuk belajar kelompok, tidak
ada hukuman itu sangat membosankan,” lana tersenyum, lyara lebih berutung
karena diijinkan sekolah umum saat SMP, sedangkan Dia?? Dia baru mendapat ijin
saat SMA, karena Dia pernah mendapat izin keluar rumah dan berakhir dengan
perban di tangan kiri dan kaki yang pincang. Lana tersenyum mengacak rambut
lyara gemas, karena gadis itu, sakit yang sejak tadi menderanya berangsur
hilang, ditatapnya gadis yang masih asyik memainkan stetoskop di dadanya sembari
bergumam dan terkekeh lucu. Ini yang lana butuhkan, sebuah senyum yang akan
menguatkannya.
Dias
sedang melangkah santai di koridor, Dia baru saja selesai pertandingan basket
antar sekolah, dan kali ini tim basket yang dipimpin hamdi kembali menang. Langkahnya
terhenti di koridor depan UKS saat Dia mendengar suara tawa yang terdengar
lepas tanpa beban, dengan penasaran Dia masuk UKS dan tubuhnya membeku saat
melihat lana tertawa, itu suara tawa adiknya, tawa yang selama ini tidak pernah
didengarnya, lana lebih sering meringis sakit dan berteriak saat kejang dari
pada tertawa dan tersenyum. Dan dias semakin terpaku saat yang membuat lana
tertawa adalah seorang gadis yang tengah memainkan stetoskop UKS, membuat dias
menelan ludah pahitnya. Tiba – tiba perkataan kakak sulungnya bergaung
ditelinganya. “Dia tidak akan bertahan
lebih lama, bisa jadi tidak kurang dari Dua Puluh Tahun,” dias akan menghampiri saat seseorang datang
menerobos dan hampir menabraknya. “Lyara !!! Kamu gapapa??” hamdi memeluk
lyara, meraba lyara mengecek apakah ada yang kurang atau tidak. “Aku tidak apa
Kak,,” hamdi menarik nafas lega “Terus Kamu ngapain disini??” lyara
mengendikkan dagunya kepada lana “Merawat teman yang sakit,” jawab lyara polos
membuat hamdi kembali menarik nafas lega “Memangnya tidak dimarahi gurumu??”
“Tidak akan bisa !!
Dia yang menyuruhku mencari teman sebangkuku, jadi jangan salahkan Aku kalau
Aku membolos, Dia pikir Dia bisa membodohiku terus – terusan..” lyara
menggerutu kesal, membuat hamdi mengacak rambut lyara gemas. Sedangkan lana
hanya menatap datar dias yang menatapnya tajam.
Lana seakan kembali duduk di kursi
pesakitan saat semua anggota keluarganya berkumpul di ruang keluarga, lana
menyenderkan tubuhnya yang terasa lelah.
“Sekarang apa lagi??
Ini sudah hampir satu tahun, dan Aku masih baik – baik saja, apa lagi..”
“Tadi Kamu kambuh??”
mendengar itu membuat lana mendengus sebal, Dias pasti sudah memberitahu
Mereka. “Ya,” jawab lana sekenanya membuat Bu jingga mendekat ke arah putra
bungsunya, mengecek, begitupun dengan fandi. “Aku baik – baik saja,” lana
menjauhkan stetoskop fandi dari dadanya. Namun fandi tak menyerah, memberi kode
kepada sang Ibu untuk memegang kedua tangan adiknya membuat lana menghela nafas
lelah, menurut saja. “Ini kurang baik lana, istirahat satu hari,” mendengar itu
membuat lana mendengus sebal, menampik tangan Ibunya dan menyingkirkan
stetoskop kakaknya. Lana bangkit, menatap semua anggota keluarganya tajam. “Sudah Ku bilang Aku baik
– baik saja !!” lana berteriak penuh penekanan “Tadi hanya serangan kecil, dan
bisa ditangani dengan baik, jadi ku mohon berhenti menganggapku lemah, beri Aku
kesempatan, sudah cukup Aku kehilangan masa kecilku karena dipaksa berbaring
dengan tangan dan kaki terikat, dengan harapan Aku bertahan lebih lama.. sudah
cukup Aku kehilangan keceriaanku karena Aku harus terbaring seminggu tanpa bisa
berbuat apapun,Kalian bahkan tidak pernah mengizinkanku melakukan apa yang Aku
mau, Ku mohon kali ini biarkan Aku menjadi normal, sebelum kematian itu datang
padaku,, Ayah.. Bunda,, Kakak.. Aku tahu kapan saat tubuhku harus istirahat dan
beraktivitas, Ku mohon...” semua kepala yang disana terdiam, tidak pernah lana
sampai seperti itu, selama ini lana selalu menerima, dan tidak menolak saat
stetoskop fandi menempel didadanya. “Kak Dias, tadi kakak lihat Aku kan?? Tadi
Kakak dengar kan?? Ku mohon jika Kakak ingin Aku mengulang lagi, jangan cegah
Aku,,” rahang dias mengeras, tangannya terkepal di sisi tubuhnya dan tanpa
disadari siapapun dias menghampiri lana dan memberi pukulan telak kepada lana,
membuat semua yang ada disana bangkit, lana tersungkur menatap dias penuh
tanya. “Brengsek !!! Kamu egois ! lana !! kamu egois !! kamu sudah merebut
kebahagiaan semua orang !!! kamu sudah membuat Ayah dan Bunda tidak tidur
nyenyak hanya demi melihatmu baik – baik
saja , kenapa Kamu masih belum ngerti lana !!! Kau mencintai gadis itu?? Iya
kan??” lana menghela nafas berat. Mencoba bangkit “Kalian yang selama ini
egois,” ucapan lana yang datar itu membuat semua yang ada disana membeku. “Lana
!!” teriakan bu jingga dihiraukan oleh lana. “Lana !! obati dulu lukamu !!”
lana tidak peduli Dia sudah sangat lelah, lana membanting pintu kamarnya
menguncinya, tubuhnya melorot di pintu, lana mencoba mengatur nafasnya, emosi
membuat dadanya sangat sesak, lana menatap ke arah meja kecil di samping
ranjang disana bungkus obat – obatan tertata rapi, lana seperti melihat apotek
di kamarnya dan yang membuatnya lebih muak adalah karena hanya pil – pil pahit
itu yang bisa menolongnya. Dan untuk kali ini lana mengabaikannya, karena Dia
baru saja mendapatkan resep dari dokter barunya. “Anak
muda, jika sakitnya berlanjut.. panggil namaku tiga kali pejamkan matamu
kemudian bayangkan Kamu sedang berdiri di sebuah padang rumput dengan
pemandangan pedesaan yang indah dan sejuk, hirup oksigen sebanyak – banyaknya,
bangkit dan berjalanlah..” lana tersenyum
mengingat itu, lyara membisikkannya saat bel pulang sekolah berbunyi, setelah
sebelumnya lyara menatap kesal kepada guru sejarahnya yang berani marah
kepadanya. Lana memejamkan matanya memanggil nama lyara tiga kali, kemudian Dia
bangkit dan Dia merasa ringan sangat ringan, dan perlahan sakit itu memudar.
Tubuh lana nyaris
berbenturan dengan lantai kamar kalau dias tidak segera menahannya, ditatapnya
wajah adiknya yang pucat, beruntung kamar adiknya di lantai satu jadi Dia tidak
perlu memanjat untuk sampai ke jendela kamar adiknya yang selalu terbuka. Di
belakangnya menyusul fandi dengan peralatan dokternya, wajahnya tidak kalah
cemas. Dias membiarkan fandi mengurus lana, kakinya melangkah menuju pintu
kemudian memutar kunci, mendapati pak Hari, bu jingga dan lita menyorotkan
kecemasan. “Lana pingsan,” ucapan dias membuat mereka mencoba menahan air mata
Mereka, memang bukan untuk yang pertama kali, namun hal yang seperti inilah
yang membuat Mereka khawatir. “Dia akan istirahat satu hari, beri keterangan
sakit dias,” dias mengangguk. Menatap lana penuh rasa bersalah “Maafkan Aku,”
gumamnya pelan. “Fandi, sampai kapan??” pertanyaan yang di lontarkan setiap
kali lana kambuh membuat fandi menghela nafas panjang “Tidak akan lama,”
“Tidak Kak !!” dias
menyanggah, “Tidak.. lana akan bertahan lebih lama, karena Dia memiliki alasan
untuk tetap bertahan, biarkan Dia hidup normal.. kalau Dia drop jangan
tampakkan ekspresi khawatir, tersenyumlah atau tertawalah, karena itu yang akan
membuat lana melupakan sakitnya, seperti yang Ku lihat tadi,” fandi membereskan
peralatannya setelah menyuntikkan obat tidur. “Maksudmu??” dias menghela nafas
panjang menceritakan kejadian yang dilihatnya di UKS tadi dan berdasarkan
cerita dari hamdi, sahabat karibnya itu adalah sosok pelindung gadis yang
dikagumi adiknya.
Lyara memandang jendela gusar, hujan
kembali turun membuatnya menghela nafas panjang, entah kenapa hujan kali ini
tidak membuatnya ingin menari dibawahnya. Hamdi yang berdiri di ambang pintu
menghela nafas panjang, kemudian menghampiri lyara.
“Ada apa??” pertanyaan
yang dilontarkan hamdi membuat lyara menoleh kemudian menubruk hamdi, mencari
ketenangan di dada sepupunya. “Ada apa lyara?? Jangan menangis, apa Kau
merindukan revan??” lyara tidak menjawab masih menangis, hamdi hanya mengelus
rambut lyara lembut. “Kamu kangen Om sama Tante??” lyara masih tidak menjawab
masih terus menangis. Hamdi kembali menghela nafas panjang, beberapa saat yang
lalu Dia di telfon pak dharma untuk datang ke rumahnya dan menginap karena
Mereka akan ke luar kota selama Satu minggu. “Kamu marah??” lyara menarik diri,
menyeka air matanya pelan kemudian menggeleng pelan. “Aku merasa sangat sedih,
juga sakit.. juga marah, muak dan Aku merasa sangat marah,”
“Kenapa??” lyara
menggeleng lemah “Aku tidak tahu, itu terjadi seminggu belakangan sejak teman
semejaku tidak berangkat sekolah..” laporan lyara membuat alis hamdi bertaut,
bingung sekaligus heran. “Apa Kau mencintainya??” lyara menatap hamdi bingung
alisnya menyatu “Cinta??” hamdi mengangguk kemudian menghela nafas panjang saat
lyara hanya mengendikkan bahunya dan kembali menangis di dadanya.
Lana membuka matanya pelan menatap
kesekeliling ini masih di kamarnya, lana merubah posisinya menjadi duduk
kemudian menunduk. Dia berharap Dia bangun di ranjang UKS karena sentilan kecil
di hidungnya dan mendapati wajah lyara tengah tersenyum nakal kepadanya, itu
lebih baik dari pada terbangun dengan selang infus menancap di lengannya. Lana
menghembuskan nafas kesal, kecewa, “Mereka bilang hanya Satu hari, tapi ini
apa?? Aku terkurung disini selama satu minggu !!” teriaknya frustasi Dia merasa
sangat marah dan kecewa, lana melepaskan selang infus di lengannya kasar
bangkit dan berjalan menuju pintu mencoba membukanya namun nihil seperti hari –
hari sebelumnya pintu kamar itu terkunci, lana tidak menyerah Dia menuju ke
arah jendelanya dan juga mendapati jendela itu terkunci dari luar. Lana
berteriak frustasi menyapu bersih meja belajarnya juga meja kecil disamping
ranjangnya kemudian terduduk lemas. Lana merindukan lyara, tiba – tiba air
matanya menetes “Apa kabar lyara??” gumamnya lirih “Maaf,, Aku tidak
mengabarimu. Aku di penjara lyara, Mereka sungguh jahat lyara, Aku tidak suka
dikurung lyara, tidak suka.. dimanakah Kamu lyara.. Aku merindukan senyumanmu
lyara, Aku merindukan tawamu lyara, Aku merindukanmu lyara, Aku ingin keluar
lyara, menghabiskan waktu bersamamu, hanya berdua lyara, Aku marah lyara.. Aku
sangat marah, Aku dipenjara lyara.. lyara tolong Aku lyara,,,” lana tenggelam
dalam racauannya sedangkan lyara masih menangis di pelukan hamdi. Dias menatap
pintu kamar adiknya penuh penyesalan, Dia mendengar suara benda jatuh dan
pecah, itu yang terjadi seminggu belakangan di kamar adiknya. “Maafkan Aku
lana, Aku tidak bisa menolongmu, begitupun dengan gadis itu,” dias menjauh
tidak tega terus – terusan mendengar racauan lirih lana.
Lyara tersenyum sumringah saat
mendapati lana sudah duduk manis di kursinya, lyara berlari kecil menghampiri
lana yang tengah menenggelamkan wajahnya diantara lipatan tangannya. “Lana !!”
lana yang mendengar itu mendongak kemudian tersenyum manis saat mendapati lyara
tersenyum sumringah dengan mata bersinar. “Kemana saja Kau satu minggu ini??”
lana menghela nafas panjang menepuk – nepuk kursi lyara “Duduk dahulu,” lyara
mengangguk duduk di kursinya. “Aku liburan,”
“Liburan?? Bohong
!!” lana tersenyum, lyara selalu tahu kalau Dia berbohong. “Kau sakit??”
pertanyaan lyara dijawab anggukan oleh lana, dan itu membuat lyara tersenyum.
“Tapi saat ini Kau baik – baik saja, Aku bahagia melihatnya,” dan itu membuat
lana merasa Dia jauh berpuluh kali kali lipat lebih baik dari kemarin bahkan
sejak kelahirannya. “Kau mengkhawatirkanku??” lyara menggeleng polos “Aku hanya
ingin mengatakan kepadamu, kalau Aku kehilanganmu satu minggu ini, dan itu
membuatku marah,” lana mengacak rambut lyara gemas. “Maafkan Aku, sebagai
gantinya bagaimana kalau Kita piknik di taman belakang sekolah??” lyara
mengangguk antusias, kebetulan hamdi ada acara sepulang sekolah, Dia jadi tidak
harus menunggu sampai bosan, dan ekspresi itu membuat lana kembali mengacak
rambut lyara gemas.
Dias menatap ponselnya nanar,
kemudian menghela nafas panjang, itu pesan dari adiknya. `Aku akan menunggumu, silahkan kalau ingin
latihan basket atau rapat OSIS` dias mengusap
wajahnya kasar. “Kau akan melewatkan makan siang dan jadwal minum obatmu tolol”
gerutu dias sebal. “Yas !!” panggilan disusul tepukan pelan di bahunya
membuatnya menoleh, mencoba tersenyum. “Apa Ham??” tanyanya cepat membuat hamdi
mendengus. “Ada apa denganmu, ?? PMS??” perkataan hamdi membuat dias melayangkan
kepalan tangannya di dahi hamdi. “Sensitif banget sih?? Ada apa sob??”
“Biasa, adek yang
nyebelin,” hamdi hanya beroh ria “Adikku juga ngeselin tahu, udah akh dari pada
mikirin adik, mending kita mikirin caranya menang di pertandingan lusa,”
“Gampang, latihan
aja..”
“Lah itu tahu, ayo
!! buruan !!” dan dias hanya menurut saat hamdi menarik tangannya, hamdi memang
ambisius, dan itu yang membuatnya selalu menghormati hamdi sebagai kapten
basket dan menjaganya sebagai sahabat.
Lyara menikmati pemandangan
kali ini, disampingnya lana juga tengah tersenyum, hal yang paling jarang
dilakukannya. Lyara kembali menggigit sandwichnya, mengunyahnya pelan, Dia
tidak terbiasa mengunyah cepat karena itu akan membuat mulutnya lelah. “Ra..”
lyara menoleh menatap lana dengan alis bertaut. “Ada apa??”
“Tim basket sekolah
akan bertanding lusa, Kamu mau menonton??” lyara mengangguk antusias. “Tentu
saja, Aku ingin melihat Kakak dan mengabadikannya lewat handycam, kemudian
menunjukkannya kepada Om Panca dan Tante Shilla, Mereka pasti senang melihat
Kakak bermain basket,” lana tersenyum mengacak rambut lyara gemas. “Aku juga
ingin, kakakku juga ikut bermain,” lyara menatap lana dengan mata bersinar.
“Benarkah??” lana mengangguk “Kau kenal??” lyara menggeleng “Kak hamdi tidak
pernah mengenalkan teman – temannya padaku,” lana mengangguk paham. Suasana
hening, hari menjelang sore senja mulai turun, dan tanpa Mereka sadari tangan
Mereka saling bertautan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar