Minggu, 07 Agustus 2016

Lost - Part 1

  Lost
Hari sudah beranjak siang saat lyara dan segerombol temannya datang ke aula tempat PPDB sebuah SMA favorit untuk mendaftar. Rombongan, dari sekolah yang sama. Lyara berhenti melangkah saat di depan pintu, mengamati seseorang yang tengah berdiri membelakanginya, tangan kirinya di blebat perban membuat hati lyara tiba – tiba terenyuh. Lyara memang seseorang yang gampang iba jika melihat orang lain menderita, oleh karenanya lyara tidak mau melihatnya, lyara selalu ingin berpaling, pura – pura tidak peduli, meskipun sebenarnya lyara tak mampu menahan perasaannya. Namun kali ini lain ceritanya, lyara tetap mematung di ambang pintu, menatap punggung tegak yang bergerak gelisah, tidak nyaman. Dan tatapan lyara mendadak beku saat orang itu berbalik dan menatapnya lama, nyaris tidak berkedip. “Lyara !!” suara teman – temannya membuatnya berjengit kaget, Dia mengelus dadanya pelan. “Ada apa??” pertanyaan lyara di balas tatapan malas teman – temannya. “Kau menghalangi Mereka, dan juga menghalangiku...” suara berat seseorang membuat lyara menoleh dan terkejut saat melihat siapa yang ada di depannya, dengan gerakan seperti robot lyara menggeser tubuhnya, membiarkan teman – temannya masuk. Lyara menyusul saat salah satu temannya memanggilnya, namun langkahnya terhenti saat seseorang mencekal lengannya lembut. “Senang melihatmu disini, lyara.. dan jangan lagi mempermalukan dirimu di depan semua orang..” orang yang tidak sama sekali lyara kenal itu tersenyum, mengacak rambut lyara kemudian berlalu dengan langkah terpincang. Lyara yang sadar dengan itu berbalik. “Apa Kau perlu bantuan???” orang itu juga berbalik, menatap lyara kembali tersenyum tipis. “Tidak perlu, sana pergilah mendaftar.. dan saat seleksi Kau harus lolos, agar Kita bisa bertemu lagi,” lyara tersenyum kaku, memandang kepergian orang itu dengan alis bertaut. “Aneh,” gumamnya pelan. “Lyara !!” panggilan itu membuatnya sadar dan segera masuk ke dalam aula untuk mengisi formulir pendaftaran seperti yang lain.
            Suara pintu terbuka membuat semua kepala yang ada di ruang keluarga mendongak, kemudian sama – sama menghela nafas lega. Sedari tadi orang yang berkumpul di ruang keluarga itu cemas dengan keadaan salah satu anggota keluarganya.
“Lana..Kau hampir membuat jantung Kami copot, karena Kau pergi,” Lana, orang yang ditunggunya sedari tadi hanya tersenyum “Ayah dan Bunda tahu?? Aku menemukan lana tengah tersenyum sendiri di halte dekat sekolahku,” Dias, sang kakak menimpali dengan kesal di selingi godaan kepada adik bungsunya itu. “Untuk apa Kamu ke sana Sayang??” wanita paruh baya itu menuntun lana, yang sedari tadi diam agar duduk diantaranya dan suami. “Mendaftar, Bunda” jawaban singkat itu membuat perempuan yang duduk di seberangnya menurunkan majalah yang sedang dibacanya, Lita kakak lana yang masih kuliah itu melotot. “Bagaimana bisa?? Kau masih sakit lana !! Kak fandi pasti gak akan ngijinin kamu sekolah dulu, dias !! suruh gurumu untuk tidak meloloskan lana di seleksi masuk,”
“Kak..”
“Iya Lan, Kamu gak harus sekolah tahun ini, pedulikan kesehatanmu dulu,,” sang Ayah angkat bicara. “Ada apa Lit,, kok manggil nama Kakak??” suara seseorang membuat mereka menoleh, mendapati fandi putra sulung keluarga itu tengah mengeringkan rambutnya. “Lana akan sekolah,”
“Owh, baguslah itu artinya Dia sudah jauh lebih baik kan??”
“Fandi, lana belum benar – benar pulih, dia tidak bisa pergi ke sekolah..”
“Ayah,, Aku akan baik – baik saja, Aku janji sama Kalian semua, kalau Aku akan baik – baik saja.. Ku mohon, jika dalam beberapa bulan Aku tidak baik – baik saja, Kalian boleh mencegahku dan Aku akan kembali homescholing,” lana mencoba memohon, matanya menatap satu – persatu anggota keluarganya yang kemudian menghela nafas panjang, mengangguk, tidak bisa menolak. “Kamu gak perlu ikut MOS, biar nanti Kak dias yang minta ijin, dan gak boleh ikut kemah,” titah ayah, membuat lana kembali berfikir. “MOS tidak akan menyiksa kan Kak??” tanyanya kepada dias yang masih berseragam putih abu. “Lana... turuti saja, atau Aku akan mengatakan kepada kepala sekolah untuk tidak perlu meloloskanmu,” lana menghela nafas panjang, kemudian mengangguk lesu dan beranjak pergi dengan tertatih. “Anak itu keras kepala,” cibir lita kesal “Kenapa ayah bisa mengijinkannya??” sambung lita menatap penuh tanya pada ayahnya “Kau juga menyetujuinya, Lita.. ingat?? Kau ikut menganggukkan kepala,” bukan ayah yang menjawab melainkan fandi yang masih sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk. “Tatapannya selalu membuat siapapun terhipnotis,” lita memutuskan kembali membaca majalah. “Kurasa lana sedang jatuh cinta,” ucapan dias membuat lita kembali menurunkan majalahnya dengan mata melotot, fandi menghentikan aktivitasnya sedangkan kedua orang tua Mereka mengguratkan wajah cemas.
            Lyara memandang papan pengumuman kesal, Dia menemukan namanya di urutan kedua, urutan pertama di duduki oleh seorang laki – laki. Dia lulus, namun Dia tidak menemukan pria yang tempo hari dilihatnya di ruang PPDB. Lyara menjauh dari kerumunan yang membuatnya semakin sesak. Lyara memutuskan untuk jalan – jalan sebentar. Setelah merasa lelah karena sedari tadi berjalan, lyara memutuskan untuk duduk di sebuah bangku di taman belakang sekolah. Lyara menghela nafas panjang, merogoh tasnya kemudian mengambil novel dan Ipod lengkap dengan earphonenya. Lyara memutar play list, kemudian membuka novelnya mulai membaca. Tanpa lyara sadari, dari jauh ada yang memperhatikannya diam – diam. “Lyara !!” seseorang berteriak memanggil nama lyara, namun lyara yang masih asyik dengan dunianya tidak mendengar. “Dasar lyara, kalau udah ngedate sama buku, gak peduli keadaan sekitar, mau gempa seratus juta sekala ritcher gak bakal deh tuh anak sadar, meskipun gunung gunung udah pada meletus gara – gara manggil Dia !!” cerocosan panjang gadis dengan ikat ekor kuda itu malah membuat gadis yang sedari tadi berteriak memanggil lyara mendengus sebal, dengan kesal gadis dengan name tag Aira itu melepas earphone di telinga lyara, membuat lyara berjengit kaget untuk sementara, namun segera kembali tenggelam dalam bacaannya. “Ikh, lyara !! sebel deh !!” gerutuan aira membuat lyara terkekeh, begitupun dengan dea, gadis dengan ikat ekor kuda tadi. “Ada apa sih Ra?? Kok tumben, sampai maksa gitu,??” goda lyara kepada sahabatnya itu. Sedangkan dea kembali terkekeh “Jangan menggodanya, Lyara.. bukankah Dia selalu sebal saat Kamu mulai selingkuh dengan buku??” celetukan dea membuat tawa Mereka pecah.
            Lyara melangkah lesu di sepanjang koridor, hari ini adalah hari terakhir MOS, lyara lega mendengarnya karena sejak kemarin Dia sangat kerepotan. Sebagai anak tunggal yang tidak mempunyai saudara baik Kakak maupun adik membuat lyara terpontang – panting, untungnya ada sepupu – sepupunya yang siap membantunya membuat barang – barang MOS yang banyak itu, meskipun pada akhirnya berakhir di tong sampah. Lyara berdesis kesal, bukannya membuang lyara malah menyimpannya sebagai kenang – kenangan. “Lyara !!” panggilan seseorang membuatnya menoleh, kemudian tersenyum saat mendapati kakak sepupunya menghampirinya. “Ada apa Kak??”, hamdi sepupu lyara menghela nafas panjang. “Hari ini pulang sama Kakak yaa,, tadi Om Dharma sama Tante Nirma telfon, katanya gak bisa jemput Kamu, Mereka udah coba nelfon Kamu tapi tidak diangkat,,” hamdi menyeka peluh di pelipisnya dengan tisu yang disodorkan lyara. “Kan bisa naik angkutan umum Kak,” hamdi mendengus sebal. “Apa Kamu pikir Mereka akan membiarkannya begitu saja?? Mereka bisa marah tujuh hari tujuh malam sama Kamu, dan akan ngurung Kamu lagi di rumah,” ucapan yang mendekati ancaman itu membuat wajah lyara lemas. “Yaah.. kok gitu sih,,??”
“Mau gak mau,” lyara akhirnya mengangguk lesu “Iyadeh, pulang sekarang yaa, soalnya Aku capek banget,” hamdi mengangguk, menuntun sepupunya ke parkiran namun perjalanannya terhenti saat ponselnya berbunyi. “Angkat dulu Kak,” pria dengan pakaian OSIS dengan pita biru di lengan kanannya yang menandakan bahwa Dia adalah panitia MOS itu menjauh dari lyara untuk menjawab panggilan, sedangkan lyara menghembuskan nafas kesal. Hamdi kembali menyimpan ponselnya setelah panggilan berakhir, menghampiri lyara dengan raut wajah menyesal. “Ly.. Kita gak bisa pulang sekarang,” alis lyara bertaut “Kenapa??” hamdi menatap wajah lyara gusar. “Kakak ada rapat lagi,”
“Rapat?? MOS kan udah selesai,”
“Buat kemah,” pundak lyara melemas bibirnya mengkerucut. Sedangkan hamdi menghela nafas panjang merutuki dirinya sendiri karena lupa ada rapat, dan langsung tertuju kepada lyara setelah Ayah dan Ibu gadis mungil itu menelfonnya. “Dea sama Aira udah pulang??” lyara mengangguk lemas. “Kamu mau kan nunggu??”
“Tapi boleh lepas ikat rambut gak??” hamdi berfikir sebentar, benar saja rambut lyara yang biasa tergerai dengan poni menyamping itu kini di kucir Dua dengan sisa rambut di beberapa bagian dengan ikat rambut warna warni sesuai tanggal bulan dan tahun lahir, membuatnya mati – matian menahan emosi melihat lyara kelelahan karenanya, dan tentu saja ikatan rapi itu hasil tangan Tantenya, Ibu lyara. “Kaya’ gitu udah bagus kok,” mendengar jawaban hamdi membuat lyara mendengus sebal. “Tapi berat Kak,”
“Emang Kamu bisa ngelepasinnya???” lyara tersenyum jenaka kemudian menggeleng membuat hamdi mengacak poni lyara gemas. Poni yang membuat lyara dihukum, ingin sekali hamdi berteriak marah kepada temannya yang menghukum lyara untuk lari keliling lapangan, namun tatapan dan senyum lyara meluruhkan amarahnya. “Kakak traktir deh sebagai gantinya.. Kamu harus coba makanan paling tenar di seluruh pelosok Harapan, dan Kamu pasti suka,” hamdi menuntun lyara ke kantin, sedangkan lyara menurut.
            “Emang gak dimarahin sama KETOS??” tanya lyara saat hamdi meletakkan semangkuk bakso di depannya, hamdi tersenyum. “Apanya yang spesial??” tanya lyara kembali menatap heran semangkuk bakso di depannya. Hamdi kembali tersenyum, memotong bakso di mangkuk lyara menjadi kecil kemudian menyendoknya. “Buka mulutnya,” lyara yang penasaran menurut, Dia membuka mulutnya membiarkan bakso yang disuapkan hamdi masuk kedalam mulutnya yang mungil. Hening sesaat, lyara masih asyik mengunyah sedangkan hamdi menatap lyara tak sabar. “Gimana??”
“Enak,” seru lyara girang, matanya bersinar “Lagi,” hamdi kembali menyuapkan baksonya kepada lyara. “Nah sekarang Kamu makan sepuas Kamu, Kakak mau rapat dulu,” lyara mengangguk rambutnya yang dikucir Dua bergerak – gerak lucu membuat hamdi tersenyum gemas dan kembali mengacak poni lyara, mengecupnya sebelum akhirnya berlalu, sedangkan lyara mengangguk – anggukkan kepalanya senang.
            “Siapa Ham??” hamdi yang baru saja datang di Ruang OSIS dengan tergopoh mencoba tersenyum “Cewek baru yaa?? Ciee yang langsung dapat,” hamdi menggelengkan kepalanya “Sepupu,” jawabnya dingin dan melangkah menuju mejanya, meja sekretaris. Dan jawaban itu membuat seseorang menghela nafas lega.
            Lyara masih asyik mengunyah baksonya di kantin, matanya bersinar ceria, rambutnya terus bergerak kesana – kemari seiring dengan gerakan lyara, pipinya mengembang lucu karena mulutnya penuh dengan bakso saat seseorang menghampirinya dan duduk tepat di depannya. “Hey,” sapa orang itu yang mau tidak mau membuat lyara mengalihkan perhatiannya mulutnya masih terus mengunyah dan kunyahannya terhenti saat melihat tatapan orang dihadapannya, lyara segera menelan baksonya kemudian meminum es jeruk pesanannya. “Siapa yaa??” tanya lyara heran membuat orang yang berada di hadapannya melepaskan kaca matanya. “Ini Aku, lyara..” lyara mengamati sebentar, tangan kiri di belebat perban dan kaki pincang. “Coba Kau berjalan,” perintah lyara membuat orang dihadapanya mengerenyit. “Aku lana,”
“Siapa?? Lana? Aku mengenalmu??” pertanyaan lyara membuat alis orang dihadapannya bertaut. “Ruang PPDB, lyara..” lyara menerawang mencoba mengingat sesuatu. “Akh,, Kau yang waktu itu kan?? Hey kenapa Kau tidak ikut acara MOS?? Apa Kau senior??” lana, orang itu menggeleng. “Tidak, Aku dapat dispensasi,” lyara hanya mengangguk kembali melanjutkan makannya. “Apa Kau tidak mau makan?? Makanan ini sangat lezat, Pak !! Aku mau satu lagi !!” lyara berteriak kembali memesan. “Kau membawa uang??” lyara menggeleng. “Ponsel??” lyara juga menggeleng. “Tidak ada yang boleh membawa uang lebih dari Lima ratus rupiah, dan tidak ada yang boleh membawa ponsel,” lana mengangguk paham, pandangannya tertumbuk pada tumpukan mangkuk di samping gadis itu. “Lantas Kau mau membayarnya dengan apa??” lyara kembali menelan baksonya. “Aku di traktir.. jadi tidak perlu khawatir,”
“Kau rakus, Kau ingin besar yaa??” celetukan lana yang mendekati ejekan itu membuat lyara menghentikan aktivitas makannya “Jangan menghina, Aku memang mungil tapi bukan berarti Aku tidak besar,”
“Itu sama,”
“Tidak, mungil dan tidak besar itu berbeda,”
“Sama,”
“Beda, secara harfiah.. mungil itu kecil dan identik dengan lucu sedangkan kecil itu identik dengan anak – anak,” lana tersenyum menatap mata jenaka lyara yang bersinar ceria,keadaan hening hanya suara dentingan sendok yang sesekali beradu dengan mangkuk.
            Lyara menggeser mangkuk terakhirnya, di ambilnya tisu dari tempatnya kemudian disekanya mulutnya, lyara melongok ke arah jam dinding di kantin, hampir sore. “Nungguin siapa??” tanya lana penasaran, menatap gadis yang terlihat mengantuk itu. “Kakak,” jawab lyara sekenanya. “Lyara...” panggilan seseorang membuat lyara menoleh, kemudian tersenyum senang. “Maaf lama,” lyara menggeleng “Tidak, Aku ditemani..” ucapan lyara menggantung. Karena terlalu sibuk dengan kedatangan hamdi lyara sampai tidak menyadari kalau lana sudah beranjak dari tempatnya. “Ditemani??”
“Tadi, ada seseorang disini,”
“Siapa?? Tidak ada seorangpun disini, kecuali Kamu dan Pak Adit,” lyara menghela nafas panjang kemudian mengangkat bahu tak peduli, meskipun diam – diam kecewa. “Ya sudah, mungkin Kamu lelah, Kakak bayar dulu yaa,” lyara mengangguk lesu, bibirnya melukiskan senyum jail. “LYARA !!!! KAMU HABIS BERAPA MANGKOK???” teriakan histeris hamdi mengundang cengiran lucu di wajah imut lyara, membuat hamdi menghela nafas lelah, Dia tidak bisa marah kepada lyara.
            Lana duduk sembari tersenyum, seperti biasa Dia duduk di halte depan sekolah menunggu bus yang akan membawanya pulang. Lana sungguh sangat bahagia hari ini, pertama Dia berhasil kabur dari rumah dan pergi ke sekolahan, kedua Dia melihat gadis itu bahkan menemani gadis itu dan yang ketiga Dia tidak ketahuan Dias, kakaknya. “Lana??” dan senyum di bibirnya luntur saat seseorang menyapanya, menatapnya yang memberikan tatapan datar kemudian menghela nafas lelah. “Ayo pulang,” ajaknya lesu membuat lana bangkit menuju motor Kakaknya, memboncengnya seperti biasa.
            Lana hanya menatap semua anggota keluarganya datar, seperti biasa. Sedangkan semua anggota keluarganya menatapnya tajam. “Sudah ke berapa kali Lana???” tanya ayah tegas, matanya tertumbuk pada putra bungsunya yang terlihat tidak peduli duduk di seberangnya. “Kau membuat Kami panik saat tidak menemukanmu di kamar,,” Lita angkat bicara, matanya terlihat sembab. “Kau baru saja kambuh parah Lana, mungkin benar seharusnya Kamu fokus dengan kesehatanmu dulu,” kini fandi angkat bicara, sorot matanya terlihat khawatir dengan adik bungsunya yang selalu terlihat pucat itu. “Kami mencarimu, sayang..Kami mengkhawatirkanmu,,” Jingga, wanita paruh baya penuh kasih itu duduk disamping lana, mengusap lembut rambut lana. Lana menghela nafas berat “Ayah,, Ibu,, Kak, sudah Ku bilang  Aku baik – baik saja, Aku sudah terbiasa dengan semua ini,,, Aku hanya ingin sekolah di sekolah umum, ada sebuah alasan kenapa Aku ingin melihat dunia luar, selain rumah ini..”
“Apa sayang??” lana menghela nafas, kemudian bangkit “Seseorang yang selalu tersenyum di tengah tangisnya,, seseorang yang lebih suka keheningan dari pada keramaian, seseorang yang Ku lihat selalu melompat disetiap langkahnya, membuat orang yang mengikutinya kewalahan.. seseorang yang tidak tahu air mata kesedihan,, seseorang yang Aku harap tetap tersenyum meskipun melihatku kesakitan..” hening “Senyumnya yang akan membuatku tetap bertahan,” suasana benar – benar hening, hanya suara langkah lana yang terdengar pelan dan isakan jingga, wanita penuh kasih itu menangis. “Hari, lana..” semua yang ada disana menghela nafas panjang. Lana muak dianggap lemah.
            Lyara duduk merenung di depan jendela kamarnya, wajahnya Dia tempelkan di kacanya kemudian menghela nafas bosan. Rinai – rinai hujan yang membasahi jendela kacanya membuatnya kacau. “Tidak boleh keluar lyara,,, nanti..” suara sang Ibu yang terdengar menyebalkan di telinganya masih bergaung, membuatnya menggerutu. Lyara akan bangkit dan memilih tidur saat kaca jendelanya di ketuk, lyara berbalik, penasaran. Hamdi tengah tersenyum manis di luar sana sembari memegang bola, mengajak lyara bermain, lyara tersenyum sumringah kemudian melompat dari jendelanya, menghambur ke pelukan hamdi dan bermain. Sedangkan Pak Dharma dan Bu Nirma, pasangan paruh baya itu menatap pemandangan itu terenyuh, bahkan air mata Bu Nirma menetes. Lyara, gadis itu meminta izin untuk bermain hujan – hujanan saat rintiknya mulai membasahi bumi, Namun Mereka tidak mengijinkan membuat lyara marah dan merajuk di kamar, tidak mau makan dan tidak mau menemui Mereka. Hanya ada satu orang yang bisa meluluhkan hati lyara, Hamdi. Laki – laki yang usianya terpaut satu tahun dari anak gadis Mereka itulah yang bisa meluluhkan lyara, akhirnya Mereka menelfon hamdi meminta hamdi untuk membujuk lyara makan. Hamdi datang dengan pakaian basah kuyup, membuat pak dharma dan bu nirma khawatir dan merasa bersalah. “Izinkan saja, Om Tante... percaya sama hamdi, lyara akan baik – baik saja, kemudian memaafkan Kalian,” dan pak dharma dan bu nirma akhirnya mengangguk demi melihat putri semata wayang Mereka melahap makanan kesukaannya.
            Lyara mengusap hidungnya yang memerah membuat hamdi tersenyum mengacak pelan rambut lyara. “Lain kali jangan di ulangi yaaa,,” lyara mendengus “Kakak yang mengajakku,” hamdi terkekeh kembali menyuapkan makanan kedalam mulut lyara. “Kakak hanya memberimu pelajaran, kenapa om dharma dan tante nirma tidak mengizinkanmu bermain hujan, Mereka terlalu takut jika Kamu sakit,, Kamu tahu orang tua juga turut merasakan sakitnya,” ucapan hamdi membuat lyara termenung “Jadi itu yaa?? Alasan kenapa Ayah dan Ibu melarangku?? Tapi kan Aku sudah besar Kak,”
“Mereka tahu, tapi Kamu satu – satunya yang Mereka punya, yang akan Mereka jaga sepenuh hati Mereka,, melindungimu dari semua marabahaya, Mereka terlalu menyayangimu lyara,” ucapan hamdi kali ini membuat lyara beranjak dari tempat tidurnya berlari kecil, menghiraukan hamdi yang memanggilnya. Hamdi menyusul dan tersenyum manis saat melihat lyara memeluk kedua orang tuanya. Hamdi menyeka air mata di sudut matanya, mendadak Dia merindukan kedua orangtuanya, Diantara semua sepupunya hanya Dia yang jarang dibelai orangtuanya, kedua orangtuanya bekerja di luar negeri mengajak serta kedua adiknya yang masih kecil meninggalkannya sendiri di rumah dengan pembantu dan mengirimkan uang setiap bulan, sebenarnya pak dharma dan bu nirma sudah menawarkan kepadanya untuk tinggal dirumahnya sekalian menemani lyara kalau – kalau Mereka ke luar kota, namun hamdi menolaknya. Suara dering ponselnya membuat lamunannya pecah, kemudian tersenyum saat melihat siapa yang menelfon. “Hallo.. Ibu, Aku baik,.. Aku masih dirumah om dharma, tidak kurang,,, kapan Kalian liburan??” hamdi terlarut dalam obrolannya, baginya seperti ini saja sudah cukup.
            Lyara terbangun saat bu nirma mencium keningnya dan membelai rambutnya pelan, lyara menatap bu nirma penuh tanya. “Ada apa Ibu?? Ini masih pagi,” bu nirma menghela nafas panjang. “Pagi ini hujan sayang, ini sudah jam Setengah Tujuh, Kamu terlambat sayang..” dan ucapan bu nirma membuat lyara bergegas menuju kamar mandi. “Kenapa Ibu tidak membangunkanku??”
“Ibu dan Ayah sudah melakukan segala cara untuk membangunkanmu sejak jam setengah enam tadi, Kamu bilang ini hari pertama KBM normal,” dan mengingat itu membuat lyara bergegas.
            Lyara berlari kecil di sepanjang koridor sembari menyimpulkan dasinya yang berantakan, lyara menggerutu saat dasinya tidak terikat dengan benar, kalau saja ada hamdi, sepupunya itu pasti akan dengan senang hati membantunya. Lyara berhenti sebentar di depan pintu kelasnya, mengatur nafasnya merapikan penampilannya, kemudian melangkah masuk menatap seluruh kelas kemudian menuju kursi yang kosong, kembali mencoba menyimpulkan dasinya. Lyara mendesah saat Dia kebagian tempat di pojok belakang dan sendiri dea dan aira tidak kebagian satu kelas dengannya. Lyara memilih memainkan ponselnya, kemudian tersenyum sendiri saat melihat pesan dari aira, dea dan hamdi. Ternyata mereka juga berusaha membangunkannya tadi pagi, lyara tersenyum konyol saat menyadari apa yang membuatnya bangun terlambat Dia membaca novel di laptopnya sampai malam, lyara terkekeh pelan, kembali memasukkan ponselnya belum sempurna ponselnya masuk kedalam tasnya Dia sudah terlebih dahulu terkejut saat tiba – tiba seseorang sudah duduk disampingnya. “Kamu siapa??”
“Teman semejamu,” dan lyara hanya tersenyum tipis, berusaha mengingat orang yang duduk disampingnya itu. “Lana??” orang itu menoleh tersenyum manis “Kau mengingatku,” lyara hanya terkekeh lucu, membuat lana mau tak mau mengacak poni gadis itu.
            Lana menyandarkan punggungnya di dinding koridor yang sepi, tangannya memegang dadanya kuat. Ditengah pelajaran Dia meminta izin untuk pergi ke toilet karena merasa ada yang tidak enak di tubuhnya. Lana menghela nafas lelah, sebenarnya Dia membutuhkan seseorang untuk membantunya. “Lana !!” suara khas yang menyapa indra pendengarannya membuat lana cepat – cepat menegakkan tubuhnya, berusaha terlihat baik – baik saja. “Ada apa Ra??” tanyanya sembari menahan sakit, ulu hatinya terasa sangat perih. Lana mengangkat alisnya saat lyara tidak bereaksi apapun, hanya memandangnya penuh tanya, kemudian menyeretnya menelusuri koridor. Lana yang tidak siap, terhuyung hanya mengikuti dengan langkah terseret. Lyara menyeretnya menuju UKS. “Kau sakit??” lyara bertanya Dia membuka lemari UKS mencari sesuatu. Lana menggeleng “Tidak,” lyara berbalik menatap lana tajam “Kau berbohong,, coba Aku cek,” lyara menghampiri lana yang ditidurkan paksa olehnya di ranjang, dengan gaya seolah menjadi dokter lyara memakai stetoskop yang ditemukannya di lemari, kemudian meletakkannya di dada lana, ekspresinya terlihat serius. “Kurasa Aku mendengar rintihan kesakitan disini,, owh juga ada sedikit rasa kesal, Ini serius anak muda, seperti ada air yang mengalir..” ucapan lyara yang terdengar polos itu membuat lana mau tak mau terkekeh bahkan cenderung tertawa, melupakan rasa sakitnya. “Wah.. sekarang seperti ada komedi putar di perutmu,, penuh suara tawa anak – nak pintar dan lucu,” dan itu membuat tawa lana meledak. “Kau tertawa, apa sudah tidak sakit??” lyara bertanya dengan mata penuh harap. “Darimana Kau belajar dokter??” lyara terlihat berfikir sebentar. “Waktu Aku sakit dulu.. saat masih kecil Aku dirawat oleh dokter yang menyenangkan bahkan Aku yang tadinya takut dengan selang – selang kedokteran itu tertawa dan para suster itu berhasil memasang selang – selang itu di tubuhku, dan Kau tau?? Aku tidak merasa sakit sama sekali, meskipun kemudian Aku merasa kepalaku berputar setelah dokter itu menyelesaikan leluconnya, sepertinya seorang suster berhasil menyuntikku dengan obat bius,” dan cerita panjang lebar yang di lontarkan lyara membuat lana kembali tergelak. “Owh iya, guru Sejarah menyuruhku mencarimu, karena Dia bilang ada tugas kelompok penting, yang akan melibatkanmu,, bahkan tadi Guru sejarah itu bilang akan mengadakan permainan dan harus ada Kau dan Aku diperintah mencarimu, tapi Kau sakit..” dan itu membuat lana kembali tergelak, lyara terlalu polos menurutnya tidak sedikit teman sekelasnya yang mengerjai lyara. “Kenapa Kamu selalu seperti itu lyara???”
“Apa??”
“Kamu tahu?? Kamu sering dipermainkan, Kamu terlalu polos lyara,,”
“Aku selalu asyik dengan duniaku, sebelum bertemu denganmu.. tapi entah kenapa seteleh bertemu denganmu, masa kanak – kanakku yang hilang seolah kembali,”
“Kau kehilangan masa kanak – kanakmu??” lyara mengangguk, enggan membahas namun karena sudah terlanjur basah akhirnya lyara meneruskan. “Masa kanak – kanakku, hanya lingkungan rumah dan rumah sakit, tidak ada yang membiarkanku berlarian, dan bermain sendirian kalau tidak mau Aku berakhir di rumah sakit, Mereka semua sangat berlebihan, Aku muak tapi setelah kepergian Kakak satu – satunya yang Aku miliki Aku sadar, kalau Mereka Cuma ingin melindungiku,” lana tersenyum pahit kisah lyara hampir sama dengannya, Dia tidak bisa menikmati masa kanak – kanaknya dengan baik. “Tapi Kau punya teman saat SMP,”
“Owh itu, Aku baru pindah saat kelas Dua, itupun Aku merajuk supaya Aku diijinkan sekolah dan tidak  Homeschooling, tidak ada bel, tidak ada tugas berat, tidak ada kantin, tidak ada teman untuk belajar kelompok, tidak ada hukuman itu sangat membosankan,” lana tersenyum, lyara lebih berutung karena diijinkan sekolah umum saat SMP, sedangkan Dia?? Dia baru mendapat ijin saat SMA, karena Dia pernah mendapat izin keluar rumah dan berakhir dengan perban di tangan kiri dan kaki yang pincang. Lana tersenyum mengacak rambut lyara gemas, karena gadis itu, sakit yang sejak tadi menderanya berangsur hilang, ditatapnya gadis yang masih asyik memainkan stetoskop di dadanya sembari bergumam dan terkekeh lucu. Ini yang lana butuhkan, sebuah senyum yang akan menguatkannya.
            Dias sedang melangkah santai di koridor, Dia baru saja selesai pertandingan basket antar sekolah, dan kali ini tim basket yang dipimpin hamdi kembali menang. Langkahnya terhenti di koridor depan UKS saat Dia mendengar suara tawa yang terdengar lepas tanpa beban, dengan penasaran Dia masuk UKS dan tubuhnya membeku saat melihat lana tertawa, itu suara tawa adiknya, tawa yang selama ini tidak pernah didengarnya, lana lebih sering meringis sakit dan berteriak saat kejang dari pada tertawa dan tersenyum. Dan dias semakin terpaku saat yang membuat lana tertawa adalah seorang gadis yang tengah memainkan stetoskop UKS, membuat dias menelan ludah pahitnya. Tiba – tiba perkataan kakak sulungnya bergaung ditelinganya. “Dia tidak akan bertahan lebih lama, bisa jadi tidak kurang dari Dua Puluh Tahun,” dias akan menghampiri saat seseorang datang menerobos dan hampir menabraknya. “Lyara !!! Kamu gapapa??” hamdi memeluk lyara, meraba lyara mengecek apakah ada yang kurang atau tidak. “Aku tidak apa Kak,,” hamdi menarik nafas lega “Terus Kamu ngapain disini??” lyara mengendikkan dagunya kepada lana “Merawat teman yang sakit,” jawab lyara polos membuat hamdi kembali menarik nafas lega “Memangnya tidak dimarahi gurumu??”
“Tidak akan bisa !! Dia yang menyuruhku mencari teman sebangkuku, jadi jangan salahkan Aku kalau Aku membolos, Dia pikir Dia bisa membodohiku terus – terusan..” lyara menggerutu kesal, membuat hamdi mengacak rambut lyara gemas. Sedangkan lana hanya menatap datar dias yang menatapnya tajam.
            Lana seakan kembali duduk di kursi pesakitan saat semua anggota keluarganya berkumpul di ruang keluarga, lana menyenderkan tubuhnya yang terasa lelah.
“Sekarang apa lagi?? Ini sudah hampir satu tahun, dan Aku masih baik – baik saja, apa lagi..”
“Tadi Kamu kambuh??” mendengar itu membuat lana mendengus sebal, Dias pasti sudah memberitahu Mereka. “Ya,” jawab lana sekenanya membuat Bu jingga mendekat ke arah putra bungsunya, mengecek, begitupun dengan fandi. “Aku baik – baik saja,” lana menjauhkan stetoskop fandi dari dadanya. Namun fandi tak menyerah, memberi kode kepada sang Ibu untuk memegang kedua tangan adiknya membuat lana menghela nafas lelah, menurut saja. “Ini kurang baik lana, istirahat satu hari,” mendengar itu membuat lana mendengus sebal, menampik tangan Ibunya dan menyingkirkan stetoskop kakaknya. Lana bangkit, menatap semua anggota  keluarganya tajam. “Sudah Ku bilang Aku baik – baik saja !!” lana berteriak penuh penekanan “Tadi hanya serangan kecil, dan bisa ditangani dengan baik, jadi ku mohon berhenti menganggapku lemah, beri Aku kesempatan, sudah cukup Aku kehilangan masa kecilku karena dipaksa berbaring dengan tangan dan kaki terikat, dengan harapan Aku bertahan lebih lama.. sudah cukup Aku kehilangan keceriaanku karena Aku harus terbaring seminggu tanpa bisa berbuat apapun,Kalian bahkan tidak pernah mengizinkanku melakukan apa yang Aku mau, Ku mohon kali ini biarkan Aku menjadi normal, sebelum kematian itu datang padaku,, Ayah.. Bunda,, Kakak.. Aku tahu kapan saat tubuhku harus istirahat dan beraktivitas, Ku mohon...” semua kepala yang disana terdiam, tidak pernah lana sampai seperti itu, selama ini lana selalu menerima, dan tidak menolak saat stetoskop fandi menempel didadanya. “Kak Dias, tadi kakak lihat Aku kan?? Tadi Kakak dengar kan?? Ku mohon jika Kakak ingin Aku mengulang lagi, jangan cegah Aku,,” rahang dias mengeras, tangannya terkepal di sisi tubuhnya dan tanpa disadari siapapun dias menghampiri lana dan memberi pukulan telak kepada lana, membuat semua yang ada disana bangkit, lana tersungkur menatap dias penuh tanya. “Brengsek !!! Kamu egois ! lana !! kamu egois !! kamu sudah merebut kebahagiaan semua orang !!! kamu sudah membuat Ayah dan Bunda tidak tidur nyenyak hanya  demi melihatmu baik – baik saja , kenapa Kamu masih belum ngerti lana !!! Kau mencintai gadis itu?? Iya kan??” lana menghela nafas berat. Mencoba bangkit “Kalian yang selama ini egois,” ucapan lana yang datar itu membuat semua yang ada disana membeku. “Lana !!” teriakan bu jingga dihiraukan oleh lana. “Lana !! obati dulu lukamu !!” lana tidak peduli Dia sudah sangat lelah, lana membanting pintu kamarnya menguncinya, tubuhnya melorot di pintu, lana mencoba mengatur nafasnya, emosi membuat dadanya sangat sesak, lana menatap ke arah meja kecil di samping ranjang disana bungkus obat – obatan tertata rapi, lana seperti melihat apotek di kamarnya dan yang membuatnya lebih muak adalah karena hanya pil – pil pahit itu yang bisa menolongnya. Dan untuk kali ini lana mengabaikannya, karena Dia baru saja mendapatkan resep dari dokter barunya. “Anak muda, jika sakitnya berlanjut.. panggil namaku tiga kali pejamkan matamu kemudian bayangkan Kamu sedang berdiri di sebuah padang rumput dengan pemandangan pedesaan yang indah dan sejuk, hirup oksigen sebanyak – banyaknya, bangkit dan berjalanlah..” lana tersenyum mengingat itu, lyara membisikkannya saat bel pulang sekolah berbunyi, setelah sebelumnya lyara menatap kesal kepada guru sejarahnya yang berani marah kepadanya. Lana memejamkan matanya memanggil nama lyara tiga kali, kemudian Dia bangkit dan Dia merasa ringan sangat ringan, dan perlahan sakit itu memudar.
Tubuh lana nyaris berbenturan dengan lantai kamar kalau dias tidak segera menahannya, ditatapnya wajah adiknya yang pucat, beruntung kamar adiknya di lantai satu jadi Dia tidak perlu memanjat untuk sampai ke jendela kamar adiknya yang selalu terbuka. Di belakangnya menyusul fandi dengan peralatan dokternya, wajahnya tidak kalah cemas. Dias membiarkan fandi mengurus lana, kakinya melangkah menuju pintu kemudian memutar kunci, mendapati pak Hari, bu jingga dan lita menyorotkan kecemasan. “Lana pingsan,” ucapan dias membuat mereka mencoba menahan air mata Mereka, memang bukan untuk yang pertama kali, namun hal yang seperti inilah yang membuat Mereka khawatir. “Dia akan istirahat satu hari, beri keterangan sakit dias,” dias mengangguk. Menatap lana penuh rasa bersalah “Maafkan Aku,” gumamnya pelan. “Fandi, sampai kapan??” pertanyaan yang di lontarkan setiap kali lana kambuh membuat fandi menghela nafas panjang “Tidak akan lama,”
“Tidak Kak !!” dias menyanggah, “Tidak.. lana akan bertahan lebih lama, karena Dia memiliki alasan untuk tetap bertahan, biarkan Dia hidup normal.. kalau Dia drop jangan tampakkan ekspresi khawatir, tersenyumlah atau tertawalah, karena itu yang akan membuat lana melupakan sakitnya, seperti yang Ku lihat tadi,” fandi membereskan peralatannya setelah menyuntikkan obat tidur. “Maksudmu??” dias menghela nafas panjang menceritakan kejadian yang dilihatnya di UKS tadi dan berdasarkan cerita dari hamdi, sahabat karibnya itu adalah sosok pelindung gadis yang dikagumi adiknya.
            Lyara memandang jendela gusar, hujan kembali turun membuatnya menghela nafas panjang, entah kenapa hujan kali ini tidak membuatnya ingin menari dibawahnya. Hamdi yang berdiri di ambang pintu menghela nafas panjang, kemudian menghampiri lyara.
“Ada apa??” pertanyaan yang dilontarkan hamdi membuat lyara menoleh kemudian menubruk hamdi, mencari ketenangan di dada sepupunya. “Ada apa lyara?? Jangan menangis, apa Kau merindukan revan??” lyara tidak menjawab masih menangis, hamdi hanya mengelus rambut lyara lembut. “Kamu kangen Om sama Tante??” lyara masih tidak menjawab masih terus menangis. Hamdi kembali menghela nafas panjang, beberapa saat yang lalu Dia di telfon pak dharma untuk datang ke rumahnya dan menginap karena Mereka akan ke luar kota selama Satu minggu. “Kamu marah??” lyara menarik diri, menyeka air matanya pelan kemudian menggeleng pelan. “Aku merasa sangat sedih, juga sakit.. juga marah, muak dan Aku merasa sangat marah,”
“Kenapa??” lyara menggeleng lemah “Aku tidak tahu, itu terjadi seminggu belakangan sejak teman semejaku tidak berangkat sekolah..” laporan lyara membuat alis hamdi bertaut, bingung sekaligus heran. “Apa Kau mencintainya??” lyara menatap hamdi bingung alisnya menyatu “Cinta??” hamdi mengangguk kemudian menghela nafas panjang saat lyara hanya mengendikkan bahunya dan kembali menangis di dadanya.
            Lana membuka matanya pelan menatap kesekeliling ini masih di kamarnya, lana merubah posisinya menjadi duduk kemudian menunduk. Dia berharap Dia bangun di ranjang UKS karena sentilan kecil di hidungnya dan mendapati wajah lyara tengah tersenyum nakal kepadanya, itu lebih baik dari pada terbangun dengan selang infus menancap di lengannya. Lana menghembuskan nafas kesal, kecewa, “Mereka bilang hanya Satu hari, tapi ini apa?? Aku terkurung disini selama satu minggu !!” teriaknya frustasi Dia merasa sangat marah dan kecewa, lana melepaskan selang infus di lengannya kasar bangkit dan berjalan menuju pintu mencoba membukanya namun nihil seperti hari – hari sebelumnya pintu kamar itu terkunci, lana tidak menyerah Dia menuju ke arah jendelanya dan juga mendapati jendela itu terkunci dari luar. Lana berteriak frustasi menyapu bersih meja belajarnya juga meja kecil disamping ranjangnya kemudian terduduk lemas. Lana merindukan lyara, tiba – tiba air matanya menetes “Apa kabar lyara??” gumamnya lirih “Maaf,, Aku tidak mengabarimu. Aku di penjara lyara, Mereka sungguh jahat lyara, Aku tidak suka dikurung lyara, tidak suka.. dimanakah Kamu lyara.. Aku merindukan senyumanmu lyara, Aku merindukan tawamu lyara, Aku merindukanmu lyara, Aku ingin keluar lyara, menghabiskan waktu bersamamu, hanya berdua lyara, Aku marah lyara.. Aku sangat marah, Aku dipenjara lyara.. lyara tolong Aku lyara,,,” lana tenggelam dalam racauannya sedangkan lyara masih menangis di pelukan hamdi. Dias menatap pintu kamar adiknya penuh penyesalan, Dia mendengar suara benda jatuh dan pecah, itu yang terjadi seminggu belakangan di kamar adiknya. “Maafkan Aku lana, Aku tidak bisa menolongmu, begitupun dengan gadis itu,” dias menjauh tidak tega terus – terusan mendengar racauan lirih lana.
            Lyara tersenyum sumringah saat mendapati lana sudah duduk manis di kursinya, lyara berlari kecil menghampiri lana yang tengah menenggelamkan wajahnya diantara lipatan tangannya. “Lana !!” lana yang mendengar itu mendongak kemudian tersenyum manis saat mendapati lyara tersenyum sumringah dengan mata bersinar. “Kemana saja Kau satu minggu ini??” lana menghela nafas panjang menepuk – nepuk kursi lyara “Duduk dahulu,” lyara mengangguk duduk di kursinya. “Aku liburan,”
“Liburan?? Bohong !!” lana tersenyum, lyara selalu tahu kalau Dia berbohong. “Kau sakit??” pertanyaan lyara dijawab anggukan oleh lana, dan itu membuat lyara tersenyum. “Tapi saat ini Kau baik – baik saja, Aku bahagia melihatnya,” dan itu membuat lana merasa Dia jauh berpuluh kali kali lipat lebih baik dari kemarin bahkan sejak kelahirannya. “Kau mengkhawatirkanku??” lyara menggeleng polos “Aku hanya ingin mengatakan kepadamu, kalau Aku kehilanganmu satu minggu ini, dan itu membuatku marah,” lana mengacak rambut lyara gemas. “Maafkan Aku, sebagai gantinya bagaimana kalau Kita piknik di taman belakang sekolah??” lyara mengangguk antusias, kebetulan hamdi ada acara sepulang sekolah, Dia jadi tidak harus menunggu sampai bosan, dan ekspresi itu membuat lana kembali mengacak rambut lyara gemas.
            Dias menatap ponselnya nanar, kemudian menghela nafas panjang, itu pesan dari adiknya. `Aku akan menunggumu, silahkan kalau ingin latihan basket atau rapat OSIS` dias mengusap wajahnya kasar. “Kau akan melewatkan makan siang dan jadwal minum obatmu tolol” gerutu dias sebal. “Yas !!” panggilan disusul tepukan pelan di bahunya membuatnya menoleh, mencoba tersenyum. “Apa Ham??” tanyanya cepat membuat hamdi mendengus. “Ada apa denganmu, ?? PMS??” perkataan hamdi membuat dias melayangkan kepalan tangannya di dahi hamdi. “Sensitif banget sih?? Ada apa sob??”
“Biasa, adek yang nyebelin,” hamdi hanya beroh ria “Adikku juga ngeselin tahu, udah akh dari pada mikirin adik, mending kita mikirin caranya menang di pertandingan lusa,”
“Gampang, latihan aja..”
“Lah itu tahu, ayo !! buruan !!” dan dias hanya menurut saat hamdi menarik tangannya, hamdi memang ambisius, dan itu yang membuatnya selalu menghormati hamdi sebagai kapten basket dan menjaganya sebagai sahabat.
Lyara menikmati pemandangan kali ini, disampingnya lana juga tengah tersenyum, hal yang paling jarang dilakukannya. Lyara kembali menggigit sandwichnya, mengunyahnya pelan, Dia tidak terbiasa mengunyah cepat karena itu akan membuat mulutnya lelah. “Ra..” lyara menoleh menatap lana dengan alis bertaut. “Ada apa??”
“Tim basket sekolah akan bertanding lusa, Kamu mau menonton??” lyara mengangguk antusias. “Tentu saja, Aku ingin melihat Kakak dan mengabadikannya lewat handycam, kemudian menunjukkannya kepada Om Panca dan Tante Shilla, Mereka pasti senang melihat Kakak bermain basket,” lana tersenyum mengacak rambut lyara gemas. “Aku juga ingin, kakakku juga ikut bermain,” lyara menatap lana dengan mata bersinar. “Benarkah??” lana mengangguk “Kau kenal??” lyara menggeleng “Kak hamdi tidak pernah mengenalkan teman – temannya padaku,” lana mengangguk paham. Suasana hening, hari menjelang sore senja mulai turun, dan tanpa Mereka sadari tangan Mereka saling bertautan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar