Senin, 09 Januari 2017

Lost - Part 10

Lyara termenung di ambang pintu, disampingnya bastian terheran. Kemudian mengikuti arah pandang lyara, dan mendapati kedua kakak kelasnya duduk di sofa di ruang tamu keluarga Dharma. “Ra..” lyara tersentak, kemudian melangkah menemui kedua kakak tingkatnya itu. “Tumben main kak, ada apa??” lyara bertanya dengan dingin, tanpa duduk terlebih dahulu, membuat bastian mengerenyit. “Kamu baru jalan sama bastian yaa?” salah satu diantara mereka berusaha menggoda, mencoba mencairkan suasana.
“Namanya Iyan, jangan basa basi Aku hanya butuh jawaban, bukan pertanyaan,” jawaban lyara membuat kedua kakak kelas di hadapannya yang merupakan lusita dan dias bungkam. “Baiklah, kami disini ingin mengetahui, keberadaan hamdi,”
“Menurut kalian??”                                                     
“Kami sudah mencari ke rumahnya, dan pelayan di sana bilang, hamdi belum pulang,”
“Mungkin saat ini sudah,” lusita dan dias menghela nafas panjang, mereka tidak tahu kalau akibatnya akan menjadi seperti ini. Setelah Kemarin, tanpa sengaja lyara melihat mereka sedang jalan – jalan berdua, bergandengan dan... mereka tidak bisa menjelaskannya. “Kalian mengkhianatinya, kenapa kalian mencarinya, hidupnya sudah cukup menderita, jangan tambah lagi penderitaannya, hidupnya sudah banyak luka, jangan tambah luka itu, jangan lukai hatinya.. ku mohon, jangan teruskan pengkhianatan kalian, jangan sampai kak hamdi tahu..” bastian yang melihat lyara begitu emosi mengerenyit heran. Lusita menghela nafas kasar. “Itu semua salah paham !! Aku sama dias gak ada hubungan apa – apa !! kamu ngerti gak siih?? Kamu itu dah dewasa lyara ! kamu bukan anak kecil lagi yang harus di manja!! Kamu mikir gak sih !!! jawab lyara !! jawab !! apa kejadian malam itu belum cukup buat kamu jauh dari hamdi !!??” lyara tersenyum miring. “Aku tidak akan pernah menjauh dari kak hamdi, karena Dia kakakku, berbicara dewasa dan salah paham.. sebenarnya siapa yang mengalami dua hal itu??” lusita mengepalkan tangannya kuat, Dia sudah lelah terus mengalah. “Kalau begitu ambil hamdi !! beritahu kepadanya tentang pandanganmu kepada kami !!” lyara tersenyum miring. “Aku tidak akan memberitahunya, kalau kalian memang bukan pecundang akuilah itu di depan kak hamdi,” lyara berkata dengan begitu tenang. “Bilang, hamdi, Aku cemburu dengan kedekatanmu dengan lyara jadinya saat dias mendekat Aku mau saja, karena Aku juga menyukainya.. tapi Aku mencintaimu, bla.. bla... blaa,” tangan lusita terangkat, namun kemudian air matanya menetes. “Asal kakak tahu, betapa kak hamdi sangat mencintai kakak, melebihi apapun, kak hamdi selalu cerita sama Aku kalau Dia Cuma mau kakak jadi istrinya, kakak melayani Dia, kakak membelai Dia, manjain Dia, mungkin hari ini, mungkin sekarang kak hamdi memanjakanku, tapi satu hal yang perlu kakak tanamkan dalam otak kakak, kak hamdi sangat mencintai kakak, teruskan apa yang membuat kakak bahagia, tapi ku mohon jangan tunjukkan itu di depan kak hamdi..” dias menatap lyara tidak percaya, apalagi saat melihat lusita menangis semakin keras. Saat lyara berbalik, dias mencekal lengan lyara kemudian menamparnya begitu saja, membuat lyara tersentak,pun dengan bastian. Mata bulat lyara melotot, menatap tajam dias yang terlihat sangat marah. “Kenapa kakak melakukan ini?? Kakak marah ?? tersinggung? Aku tidak tahu kalau sahabat yang selalu di banggain kak hamdi di depanku adalah orang yang temperamen, pecundang, pengkhianat dan kasar !!”
“Diam !! tahu apa kamu tentang Aku??”
“Aku tahu semuanya, karena kak hamdi bercerita kepadaku, bahwa kakak adalah sahabat terbaik kak hamdi !!” tangan dias kembali mengepal, kembali menampar lyara untuk kedua kalinya. “KAK DIAS ?? APA YANG KAKAK LAKUKAN??” setelah teriakan penuh emosi itu bergema, lyara jatuh tidak sadarkan diri di pelukan bastian. Dan itu membuat tangan bastian mengepal kuat.
            Lana menatap pintu jati yang tertutup rapat, setelah dias menampar lyara dan berakhir dengan ambruknya lyara di pelukan bastian juga amarah bastian yang langsung mengusirnya juga dias dan lusita. Lana menghembuskan nafas kesal, Dia tidak tahu kalau kakaknya menampar lyara dan dia tidak tahu apa akibat dari bentakannya. Lana menghela nafas panjang, akhir – akhir ini setelah keputusannya menyatakan perasaan palsunya kepada aira, lyara menjadi jauh darinya dan dia sangat merindukan lyara. Lana akhirnya berbalik, bertahan juga tidak ada gunanya karena pastilah bastian tidak mengijinkannya untuk masuk, sepanjang perjalanan ada sebuah pertanyaan yang terlontar dari hatinya tentang bastian. Laki – laki itu begitu marah saat lyara tersakiti, dan penampilan laki -  laki itu sangat berbeda dengan bastian yang selama ini dia kenal, kaca mata persegi yang membingkai mata bastian lenyap dari tempatnya dan juga behel yang biasanya terpasang juga lenyap membuatnya sedikit pangling dengan bastian dan stylenya yang lebih kepada lain dari biasanya, bukan hanya itu perhatian dan kemarahan bastian juga menjadi tanda tanya besar di otaknya hingga otaknya mengambil kesimpulan bahwa selama ini ada musuh terselubung yang ingin berdiri di sisi lyara selain dewa, anak baru itu. Dan tanda tanya besar di otaknya adalah tentang pertengkaran kakaknya dengan lyara, tantang lusita dan tentang kealpaan hamdi di rumah keluarga dharma itu. Lana harus menanyakan hal itu kepada kakaknya.
            Bastian membelai lembut rambut lyara yang sedikit lepek karena keringat, bastian menghela nafas panjang menatap wajah yang terlihat polos saat terpejam dan wajah yang terlihat semakin cantik saat mata bening itu terbuka. Bastian menghela nafas panjang, bosan juga dengan suasana hening yang tercipta bastian memijat pelipisnya sedikit mengurut bagian matanya saat dirasakan mulai pening dan berdenyut. Bastian menghela nafas panjang, saat menyadari bahwa dia melupakan sesuatu kemudian dengan langkah pelan bastian meninggalkan kamar lyara, dia harus pulang. Belum sempurna bastian menginjak anak tangga terakhir suara seseorang menghampiri indera pendengarannya. “Bas?? Ya Tuhan,” suara itu bergegas menghampiri, menuntunnya. “Harusnya kamu memakai kaca matamu, kamu selalu membuat Ibu khawatir Bas,” bastian tersenyum saat wanita yang telah merawat dan mendidiknya seorang diri itu memakaikan kaca mata untuknya. “Aku udah gapapa Bu, Ibu ngapain kesini??” wanita itu tersenyum membelai pipi bastian lembut menatap mata bastian yang memerah. “Ada urusan pekerjaan sayang, tadi udah selesai jadi kita pulang yuk !” bastian mengangguk. “Lagian kamu juga harus meminum vitamin untuk matamu itu,” bastian tersenyum menurut saja tidak menyadari bahwa wanita yang dipanggilnya ibu itu menyeka air mata di sudut matanya. “Kamu kesini bawa motor??”
“Ya iyalah Bu, emang mau bawa apa lagi?? Mobil?”
“Kita tinggal motornya ya sayang, kita pulang naik taksi saja,”
“Tapi Bu, bagaimana besok aku sekolah??”
“Ibu antar, lagian ini sekalian mau ngambil mobil di bengkel kok, gapapa kan??” bastian mengangguk saja tangannya terangkat ingin mengucek matanya yang gatal, namun tangan sang ibu mencegahnya. “Jangan di kucek, nanti kotorannya tambah masuk lho,” bastian hanya pasrah, mengangguk saja sedangkan wanita berkaca mata itu mempercepat langkahnya, dia ingin lekas sampai rumah. Sedangkan di ambang pintu keluarga dharma, bu nirma dan pak dharma menatap kepergian sepasang anak ibu itu dengan pandangan iba “Kasihan sandra ya mas, dia hanya memiliki bastian, akan sangat sakit saat bastian pergi dari hidupnya,”
“Seorang ibu akan melakukan apapun untuk mempertahankan anaknya, bahkan dengan nyawa sekalipun, sandra tidak akan membiarkan bastian pergi begitu saja, saat ini farkhan sedang mengusahakan yang terbaik bersama rekannya untuk bastian,”
“Semoga mereka selalu diberi kebahagiaan,” pak dharma tersenyum, merangkul bahu istrinya erat kemudian mengecup kening istrinya lembut, sedangkan matanya menyorotkan sebuah perasaan bersalah.
            Hamdi meringis saat jarum suntik menusuk bagian lengannya, tangannya yang terbebas jarum infus yang semula mencengkeram erat perutnya perlahan melemas, nafasnya yang tadinya tersengal juga mulai normal, kakek hendra baru menyuntikkan obat penghilang rasa sakit pada hamdi, sedangkan hamdi sendiri menelan saliva pahitnya sakit yang dirasakannya sejak lyara pergi berangsur  hilang, nafasnya masih sedikit memburu wajah kakeknya buram oleh air mata namun dia bisa merasakan kakek hendra menyeka air matanya, menyingkirkan tangannya dari perutnya dan membuka pakaiannya dan menghela nafas panjang saat mengamati lebih dalam. “Ham, tidur aja,” hamdi tidak menjawab tenaganya seolah habis tubuhnya terasa sangat lemas sekaligus kaku. “Kakek mau apa??” hamdi mencoba bertanya meskipun suaranya terdengar seperti bisikan sedangkan kakek hendra tersenyum, kembali mengacingkan kembali piyama hamdi. “Gapapa,” kakek hamdi tersenyum kemudian mengambil masker oksigen yang berada disamping ranjang hamdi, memakaikannya dengan telaten di bagian mulut dan hidung hamdi. “Kek..” hamdi mencoba melirih namun urung saat suntikan kedua di lengannya membuat dunianya gelap. Kakek hamdi menghela nafas panjang, memastikan hamdi benar – benar terlelap kemudian memanggil anak – anaknya yang berdiri menunggu di depan pintu. “Bagaimana keadaan hamdi Yah, aku sungguh panik waktu suster ira memberitahu hamdi kesakitan, maafkan kami Yah karena gak bisa menjaganya,” kakek hendra tersenyum menggeleng pelan. “Tidak apa, Ayah tahu kalian mempunyai kesibukan masing – masing, kondisi hamdi stabil hanya saja di kehilangan banyak energi saat mendapat serangan tadi, perutnya benar – benar membengkak dan ternyata bengkak itu tidak hanya di perutnya,”
“Maksud ayah??” farkhan mencoba bertanya, bingung dengan maksud sang ayah. “Dadanya juga mengalami pembengkakan, dan ayah menebak pembengkakan itu ada di jantungnya,” ketiga anak mantunya yang juga dokter itu melotot kompak. “Luka di dada gak melulu soal jantung yah,” farkhan mencoba menyanggah. “Tapi kak, luka di dada gak bisa dianggap remeh gitu aja, untuk membuktikannya kita harus mengadakan pemeriksaan lebih lanjut,” cakra angkat bicara, sebagai seorang spesialis dia tentu yang paling khawatir. “Kita adakan pemeriksaan setelah nafas hamdi normal, mungkin beberapa menit lagi infusnya juga harus diganti dan kalian bisa mempersiapkan segalanya sebelum terapi pertama untuk hamdi dimulai, karena sebelum terapi organ vital hamdi yang satu itu harus stabil,” cakra, satria dan farkhan mengangguk paham, sedangkan kakek hamdi tersenyum, melirik hamdi yang masih terlelap dalam pengaruh obat biusnya. “Kakek akan lakukan apapun buat kamu Ham, kakek gak akan ngelepasin satu cucu kakek lagi, cukup revan, jangan lyara kamu atau yang lain, kakek janji,” mendengar itu membuat ketiga dokter muda juga menghela nafas panjang hanya mampu mengusap bahu ayah mereka.
            Lana menatap dias penuh penekanan, dia berharap kakaknya itu menjawab pertanyaannya yang sedari tadi berputar di otaknya. “Kak jawab aku kak !” lana mengguncangkan bahu dias kuat namun dias hanya diam masih berusaha meresapi perkataan lyara. “Kenapa lyara bisa semarah itu sama kakak?? Dan apa hubungan kakak sama kak lusi? Dan apa hubungannya dengan kak hamdi, jawab aku kak, kenapa kakak tiba – tiba nampar lyara, dan kenapa ada bastian disana, kenapa kak lusi nangis disana?? Jawab aku kak ! jangan buat aku gila dengan semua pertanyaan ini kak,” dias menghela nafas panjang saat nafas lana mulai tidak beraturan. “Aku mencintai lusi,” jawaban dias yang singkat namun mewakili semua pertanyaan itu namun lana tidak mendengar jawaban itu karena lana sudah terlebih dahulu jatuh pingsan di samping dias, sedangkan dias hanya memandang kosong ke arah kamarnya yang berantakan kemudian membuka telapak tangannya yang terasa kebas dan gelap. Fandi yang melihat kedua adiknya tergeletak tidak sadarkan diri langsung panik dan khawatir, yang pertama di tolongnya adalah lana, dia membopong tubuh adik bungsunya menuju kamar. “Lita !!! tolongin dias, cepet !!” lita yang datang tergopoh langsung masuk kamar dias dan memekik pelan saat melihat kedua telapak tangan adiknya itu berlumur darah.


To Be Continue
#Khichand_Lee

Tidak ada komentar:

Posting Komentar