Senin, 28 September 2015

Love Hurt Part 3



Musim gugur telah tiba, daun – daun yang telah menguning sudah berguguran. Dua insan yang berbeda sedang berjalan di trotoar yang dipenuhi guguran daun musim gugur.
“Van, Lo gak capek?”
“Tidak, Aku sudah biasa,” Andri hanya mengangguk.
“Dimana studio musiknya?”
“Di rumahku,” langkah Andri terhenti saat mendengar Silvana mengucapkan itu,
“Maksudnya, Kau mengundangku ke rumahmu?” Silvana yang ikut berhenti menatap Andri kosong,
“Ya bisa dibilang begitu,” Silvana melanjutkan langkahnya di ikuti Andri, sedang Andri menatap gadis berbandana biru karibia dan kets warna serupa itu seksama.
“Bika” gumamnya tanpa sadar
“Bika?” Silvana menatap sekeliling, tidak ada siapapun kecuali Mereka.
“Iya, Kamu Bika”
“Kok bisa?”
“Biru karibia,” Silvana tersenyum
“Memang aneh?”
“Gak juga,” tak ada lagi pembicaraan setelah itu, hanya gandengan tangan mereka yang berbicara, jika Mereka menikmati kebersamaan itu.
“Berapa nomor ponselmu?”
“Aku tidak punya ponsel, kalau mau kau bisa hubungi telfon rumahku,”
“Gak bisa smsan dong,”
“Memangnya Kamu mau bicara tentang apa??”
“Eummm..”
“Jangan buang waktu untuk hal yang tidak penting, Aku lebih suka yang to the point” Andri tersenyum saat Dia merasakan sebuah kenyamanan, Andri menatap tangannya yang saling bertautan dengan tangan Silvana.
                Andri menatap kagum Silvana yang memainkan drum sangat bagus, meskipun keringat membasahi tubuh Silvana tapi tak mengurangi kekaguman Andri kepada Silvana.
“Kamu hebat,”
“Ada apa denganmu? Kemana bahasamu?”
“Ku rasa membuatmu nyaman juga penting, Aku juga baru tinggal sebentar di Indonesia,”
“Aku tak bertanya tentang itu,”
“Baiklah..”
“Apa Kau bisa main basket?”
“Eummm lumayan Aku pernah jadi mvp di SMP,”
“Baiklah, buktikan ucapanmu,”
“Maksudmu??”
“Battle..”
“Oke,” bias jingga sore itu mewarnai suasana di lapangan basket, pertandingan tunggal satu lawan satu dan Mereka terlihat sangat bahagia.
“Hhh Van, Gue capek,”
“Yaudah duduk aja,” Andri duduk di bangku panjang dan meneguk minimannya sembari melihat Silvana yang masih asik mendrible bolanya.
“Kau pria kedua yang diajak adikku kerumah,”
“Kau Kakaknya??”
“Ya, kenalin Gue Senja,”
“Andri Kak,”
“Dia tidak pernah berubah,”
“Maksud Kakak?”
“Dia pernah mengalami kecelakaan saat lulus SD dan membuatnya amnesia,”
“Jadi Vana pernah emnesia?”
“Yaa,” Andri teringat sesuatu, kemudian merogoh tasnya.
“Eumm Kak boleh minta tolong?”
“Apa??”
“Bagaimana cara membaca ini?” Andri menyodorkan kertas yang di ambil dari tasnya. Senja mengamati kertas itu lekat – lekat.
“Gampang saja, Kau oleskan saja jeruk nipis bawa ke sinar lampu atau lilin,” Andri mengangguk mengerti.
                Masa lalu  bukan patokan, pahit atau manis itu semua sudah menjadi coretan takdir yang kuasa saat Kau merenung dan mendapati banyak kesalahan pada dirimu, mengertilah Tuhan itu adil.
Arya menatap kosong kincir yang masih berputar dengan bias senja yang menembus di antara ilalang, memperlihatkan bayangan kokoh kincir yang tegak berdiri tanpa ingin berhenti atau meroboh.
*
“Ar, tahu gak?” Silvana menyenderkan kepalanya di bahu Arya, sedang Arya membelai lembut rambut Silvana.
“Apa??”
“Aku merasa jadi orang paling bahagia di dunia ini,”
“Benarkah??”
“Ya,  Kau tahu kincir itu akan terus berputar sampai angin berhenti memeluknya,”
“Kau ini lucu, tahu gak Aku berasa di depan kipas angin raksasa,” kedua insan berbeda itu terkekeh memandang senja yang mulai meninggalkan jingganya.
*
Amati lebih detail dan lebih teliti, maka Kamu akan menemukan sebuah jawaban.
Bukan sembarang jawaban,
Tapi...
Sebuah teka – teki yang akan menguak semuanya
Semua yang telah disembunyikan takdir dan tanda tanya
Juga tautan kelingking atas nama persahabatan.
                Andri menatap benda – benda yang berserakan di meja belajarnya. Dia merasa sangat lelah setelah bermain drum dan basket, Andri menghela nafas kemudian menuju ranjangnya, merebahkan tubuhnya disana di ranjang berseprai hitam putih itu. Bibirnya melukiskan sebuah senyuman saat mengingat aktivitasnya seharian ini bersama Silvana yang berstatus sebagai murid baru yang baru masuk seminggu yang lalu, gadis yang kini menjadi teman sebangkunya.
                Silvana berjalan sepanjang koridor dengan earphone putih menggantung di telinganya, saat ini Dia memilih mengepang rambutnya dengan penjepit kupu – kupu biru karibia. Silvana berjalan dengan menenteng biola. Arya tercekat saat melihat penampilan Silvana hari ini, Dia sungguh kaget Silvana selalu mengingatkannya pada seorang gadis tepatnya gadis yang masih mengisi posisi tertinggi di hatinya.
*
“Kamu rempong banget Sil?”
“Aku?? Maklumlah Aku kan baru les biola,”
“Kepanganmu cantik,”
“Kenapa tidak orangnya yang cantik?”
“Kalau orangnya tak perlu ditanyakan lagi,”
“Beneran??”
“Iya kan udah jelek,’
“Ihh Arya jahat.!!”
“Haha dasar jelek,”
*
Arya menggelengkan kepalanya berusaha untuk mengahapus bayangan masa lalunya, Arya mengusap wajahnya kasar kemudian terkejut saat melihat Silvana yang tengah mengunyah permen karet tengah memperhatikannya.
“Ada apa denganmu?”
“Eu..” Arya menggaruk tengkuknya yang tak gatal gugup dan salting yang kini dirasakannya.
“Gapapa kok, kalo gitu Aku.. ehh maksudnya Gue.. ke kantin dulu laper,”
“Ekh mau kemana?”
“Ke kantin Gue laper,”
“Kantin kan arah kanan, ngapain ke arah kiri?? Kiri kan kelas,”
“Owh iya Gue lupa, yaudah gue cabut dulu,” Silvana hanya menggeleng – gelengkan kepala lalu memasang kembali earphone yang sempat dilepasnya.
“Bodoh!! Bodoh ! bodoh!!” Arya merutuki dirinya sendiri, kenapa Dirinya harus gugup gara – gara Silvana, padahal saat Dia bersama Riris Dia tak merasakan gugup sama sekali apalagi saat menembak, ingat tak pernah sekalipun.
                Silvana menatap lekat Andri yang tengah tertidur diantara lipatan kedua lengannya, niat jail tiba – tiba terlintas di otaknya Silvana meniup tengkuk Andri lalu beralih ke telinga Andri dan itu sukses membuat Andri  terlonjak kaget dan mengelus – elus telinganya.
“Hahaha siapa suruh tidur,”
“Lo ini,”
“Kaya’a Lo capek,”
“Badan Gue pegel semua,”
“Kok Lo gak ikut basket? Kenapa?”
“Gapapa,”
“Permainan Lo lumayan bagus lho, Lo bisa jadi kapten basket,”
“Lo belum liat permainan Arya,”
“Kapan -  kapan deh, Lo mau nemenin kan?”
“Tentu,” Silvana tersenyum kemudian duduk dan mengeluarkan sebuah buku dari tasnya dan mulai membacanya, tak memperdulikan Andri yang kembali tidur.
“Dari pada Lo tidur mending belajar,”
“Belajar??”
“He.um, belajar apapun, Lo harus tahu waktu terasa saat Kita menjalaninya tapi waktu tidak akan terasa setelah Kita melewatinya,” Andri mangut – mangut.
“Tapi Gue tidur dulu yaa?”
“Terserah Lo,” sebenarnya Andri tidak benar – benar tidur Dia merenungi ucapan Silvana yang bagaikan tamparan keras di hatinya, sekilas Dia melihat Silvana asik membaca setelah Dia teliti ternyata Silvana membaca komik berbahasa jepang yang diletakkan disela buku pelajaran namun Andri hanya tersenyum.

To Be Continued
#Khichand_Lee
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar