Musim gugur telah
tiba, daun – daun yang telah menguning sudah berguguran. Dua insan yang berbeda
sedang berjalan di trotoar yang dipenuhi guguran daun musim gugur.
“Van, Lo gak capek?”
“Tidak, Aku sudah biasa,” Andri hanya
mengangguk.
“Dimana studio musiknya?”
“Di rumahku,” langkah Andri terhenti
saat mendengar Silvana mengucapkan itu,
“Maksudnya, Kau mengundangku ke
rumahmu?” Silvana yang ikut berhenti menatap Andri kosong,
“Ya bisa dibilang begitu,” Silvana
melanjutkan langkahnya di ikuti Andri, sedang Andri menatap gadis berbandana
biru karibia dan kets warna serupa itu seksama.
“Bika” gumamnya tanpa sadar
“Bika?” Silvana menatap sekeliling,
tidak ada siapapun kecuali Mereka.
“Iya, Kamu Bika”
“Kok bisa?”
“Biru karibia,” Silvana tersenyum
“Memang aneh?”
“Gak juga,” tak ada lagi pembicaraan
setelah itu, hanya gandengan tangan mereka yang berbicara, jika Mereka
menikmati kebersamaan itu.
“Berapa nomor ponselmu?”
“Aku tidak punya ponsel, kalau mau kau
bisa hubungi telfon rumahku,”
“Gak bisa smsan dong,”
“Memangnya Kamu mau bicara tentang
apa??”
“Eummm..”
“Jangan buang waktu untuk hal yang
tidak penting, Aku lebih suka yang to the
point” Andri tersenyum saat Dia merasakan sebuah kenyamanan, Andri menatap
tangannya yang saling bertautan dengan tangan Silvana.
Andri
menatap kagum Silvana yang memainkan drum sangat bagus, meskipun keringat
membasahi tubuh Silvana tapi tak mengurangi kekaguman Andri kepada Silvana.
“Kamu hebat,”
“Ada apa denganmu? Kemana bahasamu?”
“Ku rasa membuatmu nyaman juga penting,
Aku juga baru tinggal sebentar di Indonesia,”
“Aku tak bertanya tentang itu,”
“Baiklah..”
“Apa Kau bisa main basket?”
“Eummm lumayan Aku pernah jadi mvp di
SMP,”
“Baiklah, buktikan ucapanmu,”
“Maksudmu??”
“Battle..”
“Oke,” bias jingga sore itu mewarnai suasana
di lapangan basket, pertandingan tunggal satu lawan satu dan Mereka terlihat
sangat bahagia.
“Hhh Van, Gue capek,”
“Yaudah duduk aja,” Andri duduk di
bangku panjang dan meneguk minimannya sembari melihat Silvana yang masih asik
mendrible bolanya.
“Kau pria kedua yang diajak adikku
kerumah,”
“Kau Kakaknya??”
“Ya, kenalin Gue Senja,”
“Andri Kak,”
“Dia tidak pernah berubah,”
“Maksud Kakak?”
“Dia pernah mengalami kecelakaan saat
lulus SD dan membuatnya amnesia,”
“Jadi Vana pernah emnesia?”
“Yaa,” Andri teringat sesuatu, kemudian
merogoh tasnya.
“Eumm Kak boleh minta tolong?”
“Apa??”
“Bagaimana cara membaca ini?” Andri
menyodorkan kertas yang di ambil dari tasnya. Senja mengamati kertas itu lekat
– lekat.
“Gampang saja, Kau oleskan saja jeruk
nipis bawa ke sinar lampu atau lilin,” Andri mengangguk mengerti.
Masa
lalu bukan patokan, pahit atau manis itu
semua sudah menjadi coretan takdir yang kuasa saat Kau merenung dan mendapati
banyak kesalahan pada dirimu, mengertilah Tuhan itu adil.
Arya menatap kosong kincir yang masih
berputar dengan bias senja yang menembus di antara ilalang, memperlihatkan
bayangan kokoh kincir yang tegak berdiri tanpa ingin berhenti atau meroboh.
*
“Ar, tahu gak?” Silvana menyenderkan
kepalanya di bahu Arya, sedang Arya membelai lembut rambut Silvana.
“Apa??”
“Aku merasa jadi orang paling bahagia
di dunia ini,”
“Benarkah??”
“Ya,
Kau tahu kincir itu akan terus berputar sampai angin berhenti
memeluknya,”
“Kau ini lucu, tahu gak Aku berasa di
depan kipas angin raksasa,” kedua insan berbeda itu terkekeh memandang senja
yang mulai meninggalkan jingganya.
*
Amati lebih detail dan lebih teliti, maka Kamu akan menemukan sebuah
jawaban.
Bukan sembarang jawaban,
Tapi...
Sebuah teka – teki yang akan menguak semuanya
Semua yang telah disembunyikan takdir dan tanda tanya
Juga tautan kelingking atas nama persahabatan.
Andri
menatap benda – benda yang berserakan di meja belajarnya. Dia merasa sangat
lelah setelah bermain drum dan basket, Andri menghela nafas kemudian menuju
ranjangnya, merebahkan tubuhnya disana di ranjang berseprai hitam putih itu.
Bibirnya melukiskan sebuah senyuman saat mengingat aktivitasnya seharian ini
bersama Silvana yang berstatus sebagai murid baru yang baru masuk seminggu yang
lalu, gadis yang kini menjadi teman sebangkunya.
Silvana
berjalan sepanjang koridor dengan earphone putih menggantung di telinganya,
saat ini Dia memilih mengepang rambutnya dengan penjepit kupu – kupu biru
karibia. Silvana berjalan dengan menenteng biola. Arya tercekat saat melihat
penampilan Silvana hari ini, Dia sungguh kaget Silvana selalu mengingatkannya
pada seorang gadis tepatnya gadis yang masih mengisi posisi tertinggi di
hatinya.
*
“Kamu rempong banget Sil?”
“Aku?? Maklumlah Aku kan baru les biola,”
“Kepanganmu cantik,”
“Kenapa tidak orangnya yang cantik?”
“Kalau orangnya tak perlu ditanyakan lagi,”
“Beneran??”
“Iya kan udah jelek,’
“Ihh Arya jahat.!!”
“Haha dasar jelek,”
*
Arya menggelengkan kepalanya berusaha untuk mengahapus
bayangan masa lalunya, Arya mengusap wajahnya kasar kemudian terkejut saat
melihat Silvana yang tengah mengunyah permen karet tengah memperhatikannya.
“Ada apa denganmu?”
“Eu..” Arya menggaruk tengkuknya yang tak gatal gugup dan
salting yang kini dirasakannya.
“Gapapa kok, kalo gitu Aku.. ehh maksudnya Gue.. ke kantin
dulu laper,”
“Ekh mau kemana?”
“Ke kantin Gue laper,”
“Kantin kan arah kanan, ngapain ke arah kiri?? Kiri kan
kelas,”
“Owh iya Gue lupa, yaudah gue cabut dulu,” Silvana hanya
menggeleng – gelengkan kepala lalu memasang kembali earphone yang sempat
dilepasnya.
“Bodoh!! Bodoh ! bodoh!!” Arya merutuki dirinya sendiri,
kenapa Dirinya harus gugup gara – gara Silvana, padahal saat Dia bersama Riris
Dia tak merasakan gugup sama sekali apalagi saat menembak, ingat tak pernah
sekalipun.
Silvana
menatap lekat Andri yang tengah tertidur diantara lipatan kedua lengannya, niat
jail tiba – tiba terlintas di otaknya Silvana meniup tengkuk Andri lalu beralih
ke telinga Andri dan itu sukses membuat Andri
terlonjak kaget dan mengelus – elus telinganya.
“Hahaha siapa suruh tidur,”
“Lo ini,”
“Kaya’a Lo capek,”
“Badan Gue pegel semua,”
“Kok Lo gak ikut basket? Kenapa?”
“Gapapa,”
“Permainan Lo lumayan bagus lho, Lo bisa jadi kapten
basket,”
“Lo belum liat permainan Arya,”
“Kapan - kapan deh,
Lo mau nemenin kan?”
“Tentu,” Silvana tersenyum kemudian duduk dan mengeluarkan
sebuah buku dari tasnya dan mulai membacanya, tak memperdulikan Andri yang
kembali tidur.
“Dari pada Lo tidur mending belajar,”
“Belajar??”
“He.um, belajar apapun, Lo harus tahu waktu terasa saat
Kita menjalaninya tapi waktu tidak akan terasa setelah Kita melewatinya,” Andri
mangut – mangut.
“Tapi Gue tidur dulu yaa?”
“Terserah Lo,” sebenarnya Andri tidak benar – benar tidur
Dia merenungi ucapan Silvana yang bagaikan tamparan keras di hatinya, sekilas
Dia melihat Silvana asik membaca setelah Dia teliti ternyata Silvana membaca
komik berbahasa jepang yang diletakkan disela buku pelajaran namun Andri hanya
tersenyum.
To Be Continued
#Khichand_Lee
Tidak ada komentar:
Posting Komentar