Minggu, 06 November 2016

Lost - Part 6

Suasana kota semarang di malam hari sungguh menakjubkan warni – warni lampu kota membuat malam terasa damai, ramai kendaraan berlalu lalang di persimpangan membuat suasana semakin romantis, jejeran tanaman kota yang terterpa cahaya membuatnya terlihat seperti pohon natal. Suasana di depan gedung lawang sewu begitu tentram, lyara dan hamdi duduk di bangku panjang di depan gedung lawang sewu menatap keramaian kota dengan tenang.
“Katanya Simpang Lima?” hamdi terkekeh mengaduk es tehnya pelan. “Tadi kan udah,” lyara hanya mengangkat bahunya acuh. “Kenapa harus disini Kak??” lyara menjilat es krimnya dengan asal – asalan sampai tidak sadar meninggalkan sisa di bibirnya. “Jorok, ikh !!” hamdi menyekanya lembut membuat lyara terkekeh malu. “Ajaran apel sama kak lusi yaa??” pernyataan lyara membuat hamdi terkekeh, bahkan Dia tidak pernah memperlakukan lusi seperti itu. “Enggak, Kakak pengen jadi Kakak dulu, belum siap jadi suami,”
“Suami?? Ngarep banget,” hamdi terkekeh mengacak puncak kepala lyara gemas. “Aish !! rusakkan??” hamdi tidak menjawab. “Harapan kakak gak muluk – muluk Ly,” hamdi menyenderkan tubuhnya di kursi, meletakkan cup es tehnya di sampingnya. “Kamu tahu gak?? Satu – satunya hal yang membuat kakak bahagia??” hamdi menghadap ke arah lyara.
“Tahu,” hamdi memencet hidung lyara gemas. “Sotoy !” lyara mengerucutkan bibirnya mengelus – ngelus hidungnya yang memerah. “Kebahagiaan kakak adalah datangnya om panca dan tante shilla kesini,” hamdi menggeleng pelan, laki – laki yang saat itu memakai T-Shirt bergambarkan Tugu Yogya dibalut jaket abu – abu dengan bawahan Jins hitam dengan sandal eigger itu semakin menatap lyara intens. “Kebahagiaan kakak adalah kamu,” lyara tersenyum manis kemudian terkekeh. “Kakak suka gombal,!!” hamdi terkekeh jarinya menari di pinggang lyara, membuat lyara tertawa karena geli. “Hentikan !! Ku mohon.. hahaha.. geli Kak !!” hamdi melepaskan jemarinya, “Karena hidup hanya satu kali lyara, dan Kita gak tahu apa yang akan terjadi besok,” lyara mengangguk. “Kakak sayang Kamu,” hamdi membawa lyara dalam dekapannya mengecup puncak kepala lyara lama, sungguh lyara sangat menyayangi hamdi melebihi apapun, karena bersama hamdi Dia merasa aman. Mereka terlarut dalam pelukan hangat persaudaraan, dan tidak sadar kalau ada beberapa pasang mata menatap mereka penuh api kecemburuan, bukan hanya satu atau dua melainkan banyak mata yang iri dengan mereka, sepasang mata yang berfikir bahwa mereka adalah seorang kekasih. Dan itu tidak lama saat hamdi maupun lyara merasakan sebuah sensasi dingin menjalar di tubuh mereka, refleks mereka menjauh kemudian memandang bingung lusita yang menatap mereka penuh amarah. “Lusi?? Apa yang kamu lakukan??,” Hamdi menatap lyara yang terlihat lebih basah darinya “Lyara bisa sakit ! bisa gak sih Kamu bercandanya gak keterlaluan??” melihat hamdi yang terlihat sangat marah karena melihat lyara yang basah membuat lusita menggelengkan kepalanya penuh amarah. “Kamu yang keterlaluan !! dan satu Aku serius !! Aku marah hamdi !!” lyara yang melihat itu menunduk, tidak ingin melihat kemarahan di wajah lusita. “Keterlaluan?? Maksud Kamu apa??” nada suara hamdi merendah lyara masih ditempatnya. “Aku bingung sebenarnya hubungan Kalian itu apa sih?? Kenapa bisa seromantis itu??” hamdi mengusap wajahnya kasar “Lusi.. Kamu salah paham,” lusi menggeleng “Gak ada yang salah, Aku yang salah percaya sama Kamu !!” tanpa menunggu penjelasan dari hamdi lusi langsung berbalik meninggalkan hamdi dan lyara, sedangkan hamdi menghela nafas panjang merengkuh lyara yang bergetar ketakutan, sungguh lyara tidak pernah melihat orang yang suka membentak, dan lyara tidak bisa dibentak. “Kakak, kenapa tidak mengejar kak lusi??” suara lirih lyara membuat hamdi merasa bersalah, hamdi menatap wajah lyara yang terlihat pasi dan itu membuatnya semakin merasa bersalah. “Maaf, Kamu gapapa kan??”
“Kenapa tidak mengejar kak lusi??” hamdi menggeleng, hanya menatap jengah kearah perginya lusi. “Kita pulang sekarang,” hamdi melepas jaketnya, mengenakannya di tubuh mungil lyara, kemudian menggendong tubuh mungil lyara menuju mobilnya yang tak jauh dari tempat mereka. “Maafkan Kakak,” hamdi terus mengelus pipi lyara yang terasa dingin. “Kakak, kejar kak lusi” lyara berkata lirih membuat hamdi menghela nafas panjang. “Nanti, yang penting Kamu dulu, kalau Kamu di rumah Kakak akan tenang, tante nirma masih dirumah kan??” lyara hanya mengangguk lemah. Hamdi mempercepat laju mobilnya.
#####
Hamdi menatap punggung yang diterangi rembulan itu, punggung yang bergetar hebat, punggung lusita. Hamdi menghela nafas panjang, setelah mengantar lyara pulang dan mengatakan tidak usah menunggunya pulang kepada tantenya. Ya, hamdi ingin tidur di rumahnya yang sepi. Hamdi ingin menemui lusita, Dia butuh penjelasan kenapa lusita bisa semarah itu, dan beruntungnya hamdi sangat tahu dimana lusita.
“Lus,” lusita yang sedang menangis segera menyeka air matanya. “Ngapain Kamu kesini??”
“Aku butuh penjelasan,”
“Aku yang harusnya butuh penjelasan !!” hamdi menghela nafas panjang. “Kamu kenal Kita berapa hari sih?? Kenapa kamu bisa mempunyai fikiran seperti itu, Lus... Kita itu tumbuh sama – sama, Kita main bareng – bareng, Kita jaga lyara bareng.. apa yang salah??”
“Karena..” lusita menggantung ucapannya. “Karena apa??” hamdi menatap lusita lembut. “Aku cemburu,,” suara lusita terdengar lirih hamdi terkekeh, dalam hati lusita tertawa benar dugaannya kalau hamdi akan menertawakan kecemburuannya. “Sedangkal itukah pikiranmu??, Aku menyayangi lyara seperti revan menyayanginya, seperti revan mencintainya, dan lyara menyayangiku seperti Dia menyayangi revan, mencintai revan, gak lebih,” lusita menatap hamdi sebentar, kemudian menengadah menatap langit yang tenang.
“Aku kesepian, waktu kamu habis untuk lyara, Kamu gak pernah ngutamain Aku, kamu tahu gak?? Aku balik ke semarang karena Aku tahu disini Aku bisa ketemu kamu, disini aku dapat perhatian, di sini aku akan dimanja kamu, Aku juga ingin ada di posisi lyara ham.. dan kamu selalu saja nganggap kalau Aku itu sudah dewasa, kalau Aku kuat, Aku gak sekuat itu ham..” hamdi menghela nafas panjang. “Maaf untuk itu, tapi lyara tetap priaoritas pertamaku, lus.. bukankah kita bisa jaga lyara bareng – bareng?? Seperti dulu?? Aku tetap cinta kamu lus, sampai kapanpun, Aku cinta kamu, Aku cinta sama kamu, Aku sangat mencintaimu..” hamdi membawa lusita dalam dekapannya membiarkan lusita menangis di dadanya. “Tidak ada yang lain lus, lyara tetap prioritas Aku, dan Kamu juga, jangan pernah tinggalkan lyara, lyara hanya mempunyai Dua Kakak sekarang, oke??” lusita mengangguk, hamdi selalu bisa meredakan amarahnya. “Jangan keluarkan bentakanmu di hadapan lyara, jangan marah – marah di hadapan lyara, itu menyakitinya, Kita jaga lyara sama – sama, Aku mencintaimu sangat mencintaimu, dan tolong Kamu percaya kan sama Aku??” lusita mengangguk semakin mengeratkan dekapannya kepada hamdi. Sedangkan hamdi menghela nafas panjang saat malam semakin merangkak larut, mendadak kepalanya terasa sakit. “Lus, udah malam.. pulang yuk!! Aku antar,” lusita melepaskan diri dari dekapan hangat hamdi kemudian menggeleng. “Aku bawa motor, makasih, Aku bisa pulang sendiri, Kamu pulang duluan gih !” hamdi mengangguk. “Aku tinggal yaa..” hamdi segera berlalu dari hadapan lusita, tanpa menoleh sedikitpun saat menyadari ada yang mengalir dari hidungnya, dengan segera Dia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, meskipun setelahnya Dia melajukan mobilnya pelan saat merasakan sakit itu semakin menusuk dan beruntung karena pintu gerbang rumahnya yang selalu di jaga banyak orang itu mulai terlihat, hamdi segera membersihkan hidungnya, kemudian mengklakson. Seorang satpam menghampiri mobilnya. “Ekh, mas hamdi, kenapa gak bilang kalau mau pulang?? Mas hamdi kenapa?? Kok mimisan gitu?” hamdi menggeleng, berusaha tersenyum. “Anterin saya, masuk kedalam.. tolong,” satpam itu mengangguk membuka pintu mobil kemudian memapah tubuh hamdi yang terasa dingin. “Gak ke rumah sakit aja mas??” hamdi menggeleng lemas. “Saya panggilin Tuan Farkhan yaa??” lagi – lagi hamdi menggeleng. “Saya hanya perlu istirahat hh.. ya istirahat,” satpam itu hanya mengangguk, menurut saja memanggil salah seorang pelayan untuk membantunya memapah tubuh hamdi yang semakin memberat. “Mas hamdi kenapa tho??” seorang perempuan paruh baya terlihat cemas melihat hamdi terlihat begitu payah. “Dia sakit, mending kamu cari kompresan, badannya panas dingin kaya’ gini,, nanti biar aku yang gantiin bajunya,” wanita paruh baya itu hanya mengangguk sedangkan hamdi berusaha tersenyum sebelum akhirnya hanya suara teriakan yang memanggil namanya yang Dia dengar, setelahnya gelap dan sunyi.
#####
Lyara menatap hamdi intens, hari ini hamdi terlihat pucat meskipun wajahnya terlihat sangat sumringah, hamdi dengan di bantu lusi juga para pelayan sedang menyiapkan sebuah pesta untuk menyambut kedua orang tuanya. Sedangkan lyara hanya di suruh berdiam diri di sofa bersama lana yang kebetulan ikut bersama kakaknya dias yang juga tengah asyik membantu hamdi menghias ruang tamu dan ruang keluarga.
“Ra,” lyara menoleh menatap lana dengan alis berkerut. “Kenapa sih Kita gak boleh bantu mereka?? Emang kita selemah itu apa??” lyara terkekeh kembali menatap hamdi. “Karena mereka menyayangi kita,” Lana mengangguk pandangannya beralih kepada ponselnya disana nama ibu memanggil. Lana mendesah sebelum akhirnya menjauh dari lyara untuk mengangkatnya. Lana kembali dengan wajah ditekuk, membuat lyara meletakkan buku yang sedang dibacanya. “Kenapa??” lana hanya mengangkat bahu acuh, meminum minuman jatah kakaknya. “Diceramahin ??” lana mengangguk malas. Lyara terkekeh menepuk pundak lana pelan. “Karena dengan begitu, Mereka tidak akan khawatir, karena dengan begitu mereka akan tahu kalau Kita baik – baik saja, dan tetap dalam zona aman dan nyaman,” lana terdiam menatap lyara yang kembali membaca buku yang dibawanya. Lana merasa kalau lyara yang kali ini duduk disampingnya bukanlah lyara yang hampir setiap hari berdebat dengan wali kelas Mereka, lyara yang kali ini duduk disampingnya sangat berbeda, begitu dewasa, tenang dan bijak, juga pendiam, tidak banyak bertanya. Mendadak lana bingung, juga sangsi kalau lyara memiliki kepribadian ganda. Namun apalah daya jika cinta sudah berkata, semua yang buruk pun akan menjadi hal sangat dirindukan. Lana kembali menghela nafas panjang saat ponselnya kembali bergetar, lyara masih membaca buku, tidak menoleh sedikitpun. Lana membuka pesan baru di ponselnya, sebuah pesan dari aira. Raut wajahnya berubah, kemudian lana memandang lyara yang masih tetap pada aktivitas membaca bukunya. “Ra..” bisiknya pelan di telinga lyara, membuat lyara tersentak kemudian menatapnya heran. “Lihat ponsel Kamu,” lyara mendesah berat memberikan ponsel yang sedari tadi ada di sampingnya kepada lana. Sedangkan lana mengusap wajahnya kasar, lyara benar – benar tidak bisa diganggu, dengan sedikit sentakan lana menutup buku yang tengah lyara baca kemudian menyodorkan ponsel gadis nakal itu ke hadapannya. Lyara yang melihat deretan kata itu matanya membulat menatap lana yang menampakkan wajah khawatir. Apa Kalian Tahu dimana tempat paling asyik untuk mengakhiri hidup ini??.
#####
Aira memandang kosong televisi yang tengah di tontonnya, bukan lebih tepatnya menontonnya. Menontonnya yang tengah berantakan, dengan mata sembab dan rambut acak – acakan, dengan sebuah luka di sudut bibirnya. Pertengkaran kedua orang tuanya masih terngiang di pikirannya, teriakan juga bentakan membuatnya semakin merasa sesak. Awalnya kehidupannya tidaklah seperti sekarang, dulu kedua orang tuanya sangat memanjakannya, memperhatikannya juga sangat melindunginya, namun semuanya mendadak berubah beberapa tahun belakangan ayahnya jarang terlihat di rumah dan ibunya sering pulang malam dengan keadaan mabuk. Sungguh Dia tidak mengharapkan keluarganya menjadi hancur seperti ini. Aira menatap ponselnya, kemudian mengetikkan sesuatu di luar kesadarannya dan dikirim kepada orang yang tidak pernah dikiranya.
#####
Lyara menatap lana yang terlihat cemas disampingnya, setelah mendapat pesan dari aira, tanpa pamit mereka langsung bangkit dan mencari taksi. Saat ini mereka tengah duduk dengan gelisah di taksi. “Bisa cepet lagi gak pak?? Temen Saya bisa mati,” lyara memandang lana dengan raut wajah lelah. “Gak usah ngebut – ngebut pak,”
“Kok gitu?? Kalau Kita terlambat gimana??” lyara memutar bola matanya kesal menatap tajam mata lana yang terlihat sangat khawatir. “Kalau Kita ngebut, bukan Cuma aira yang gak selamat, tapi juga Kita !! standar aja pak,” supir taksi itu mengangguk saja, sedangkan lana menghela nafas panjang, terlalu khawatir membuatnya pening. Tunggu, khawatir ?? lana memandang lyara yang tengah melanjutkan membaca bukunya, sesekali memandang ke arah luar jendela, kemudian kembali ke posisinya, khawatir?? Bahkan lyara saja yang sudah lama mengenal aira tidak sekhawatir Dia, kenapa Dia begitu khawatir??, apa yang terjadi padanya??. Pertanyaan lana terpotong oleh suara lyara yang membayar taksi kemudian keluar, lana segera menyusul. Lana memandang rumah paling mewah di kompleks itu, memandang lyara yang langsung membuka pintu gerbangnya tanpa permisi. “Kenapa tidak izin dulu??” lyara memutar bola matanya kesal. “Sampai lebaran monyet juga gak bakal di izinin, pembantu di rumah aira lagi liburan, gimana sih??” lana mengerjapkan matanya polos kemudian mengangguk saja, bahkan diam saat lyara membuka paksa pintu utama. “Aira.. Kamu dimana??” sapaan lyara dibalas oleh sebuah isakan, dan mendadak hati lana bergemuruh.
#####
Lyara meletakkan baskom berisi es yang sudah di bungkus handuk di atas meja, menatap aira yang terlihat menyedihkan didekapan lana. Lyara mengambil posisi di sisi aira, menyisir rambut aira hati – hati, tanpa kata kemudian mengambil baskom dan mengompres luka disudut bibir aira yang terlihat membiru. Dengan lembut lyara menyeka air mata aira, lana yang melihat itu tertegun, selama ini yang dia tahu lyara adalah gadis yang manja dan tidak bisa berbuat apapun, namun lyara kali ini berbeda lyara terlihat sangat dewasa dan bisa di andalkan, sama seperti lyara saat hamdi jatuh sakit, dan berbeda saat lyara berdebat dengan wali kelas mereka. “Ra.. kalau emang Kamu masih pengen nangis, dan belum mau cerita, gak masalah, tapi makan dulu yaa..” lana menatap bubur yang masih hangat, lyara baru saja membuatnya. “Aku buatnya bubur kok, gak bakal sakit kalau kena luka,, langsung telen juga gak masalah, Lan.. suapin gih,” lana yang sedari tadi melamun langsung tersentak, kemudian menerima mangkok yang disodorkan lyara, dilepaskan pelan – pelan dekapan aira, kemudian mulai menyuapi aira. Sedangkan lyara menatap pemandangan itu dengan perasaan campur aduk, entah kenapa air matanya tiba – tiba ingin menetes. “Aku ke belakang dulu yaa..” Mereka mengangguk, dengan segera lyara meninggalkan mereka kemudian meratap sendiri di dinding kamar mandi keluarga aira. Apakah ini yang namanya patah hati??. Lyara membasuh wajahnya dengan air, kemudian memutuskan untuk jalan – jalan, sudah lama rasanya Dia tidak jalan – jalan di kompleks rumah aira. “Lan, Aku pergi keluar sebentar, jagain aira yaa.. buat Aira tidur dengan lelap,” bisiknya di telinga lana, sedangkan aira yang baru saja menyelesaikan makannya masih betah di pelukan lana.
#####
Dewa memandang langit – langit kamarnya hampa, hari ini terasa membosankan ya, begitu kesimpulan yang dapat Dia ambil. Suasana rumah sangat sepi, padahal biasanya ibunya sibuk memasak di dapur, meskipun masakan itu bukan untuknya setidaknya mendengar sang ibu sibuk di dapur membuatnya merasa lega. Dewa memegang perutnya yang sedari tadi belum di isi apapun, kemudian tersenyum miris Dia tidak pernah mengenal rasa masakan sang ibu, karena sang ibu langsung membuangnya atau memberikannya kepada kucing setelah beliau selesai makan, tak ada sisa sedikitpun untuknya. Selama ini Dia makan mie instans, hanya itu yang dapat Dia masak sendiri terkadang Dia bisa makan nasi kalau sang ayah ada di rumah dan membawakannya sebungkus nasi dan lauk pauk sederhana untuknya. Hari ini ayah mengajak ibu pergi, entah kemana dewa tidak begitu tahu namun itu adalah suatu hal yang mengejutkan untuknya. Kalau saja dewa boleh bercerita, kalau saja dewa boleh bertanya, kenapa saat kecil sang ibu tak pernah menyentuhnya sama sekali? Hanya ayahnya yang menyentuhnya meskipun agak kasar namun itu membuatnya sedikit bahagia, setidaknya sang ayah pernah menyentuhnya. Dewa mendesah saat sakit di perutnya semakin bertindak anarkis, sepertinya penyakit maghnya sudah naik ke level yang lebih tinggi. Dewa hanya mampu mengerang pelan, percuma meminta tolong, meminta tolong kepada siapa? Tidak ada orang di rumah ini. Dengan sedikit di paksakan dewa bangkit dari posisi rebahannya kemudian berjalan tertatih keluar kamar, Dia butuh obat dan Dia harus membelinya. Setidaknya jarak warung kecil di kompleksnya dengan rumahnya tidak terlalu jauh. Namun sia – sia, sakit itu justru semakin melumpuhkannya, langkahnya berhenti di depan pintu utama pandangannya sudah berkunang – kunang. Samar Dia melihat seorang gadis yang terlihat familiar menghampirinya. “Dewa?? Are you okay??” pertanyaan itu terdengar samar, dewa masih berusaha mempertahankan kesadarannya saat orang itu pergi menjauh, ingin sekali dewa mengatakan bahwa Dia butuh bantuan, namun sakit itu tidak hanya melumpuhkannya tapi juga membuatnya bisu, nafasnya mendadak terengah, Dia terbatuk kemudian memuntahkan cairan bening dan gelap.
To Be Continue
#Khichand_Lee

Tidak ada komentar:

Posting Komentar